Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Salah Kaprah Penggunaan "Dong" oleh (Sebagian) Generasi Z dan Milenial
25 Oktober 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ricky Bryan DP Tampubolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan bahasa Indonesia, terutama di kalangan gen Z dan Milenial, memang menarik untuk diamati. Sebelum pembaca melanjutkan pembacaan tulisan ini, saya tekankan bahwa fenomena yang akan dibahas ini tidak mencerminkan perilaku seluruh generasi Z ataupun Milenial, melainkan hanya sebagian yang cukup terlihat dalam percakapan sehari-hari. Tren salah kaprah ini bahkan sudah mulai merambah ke oknum pendidik yang ikut-ikutan menggunakan partikel dong secara tidak tepat.
ADVERTISEMENT
Penggunaan bahasa yang tidak sesuai aturan ini bukanlah hal sepele karena bahasa merupakan alat komunikasi yang mencerminkan identitas kita sebagai bangsa. Salah satu contoh yang paling sering ditemukan dalam pergaulan anak muda adalah penggunaan partikel dong. Meski dong pada dasarnya berfungsi untuk memperkuat pernyataan atau permintaan yang mengharapkan tanggapan positif, sayangnya, banyak yang mulai menggunakannya dalam konteks yang kurang tepat. Mungkin Anda juga pernah mendengar pola seperti ini ketika sedang berbincang dengan teman atau duduk di kafe:
"Eh, aku terpeleset dong."
"Eh, aku kena marah dong."
"Eh, aku nggak lulus dong."
Penggunaan dong dalam kalimat-kalimat tersebut sebenarnya kurang tepat, karena dong seharusnya digunakan untuk memperkuat permintaan atau pernyataan. Pada contoh di atas, dong digunakan untuk menggambarkan situasi yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan, dimarahi, atau kegagalan. Penggunaan dong untuk mengungkapkan situasi negatif seperti di atas mengaburkan makna asli partikel tersebut, sekaligus menimbulkan kesan bahwa penuturnya tidak menyadari fungsi utama dong dalam kalimat.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, dong seharusnya lebih cocok digunakan dalam konteks positif, misalnya:
"Lihat, aku punya mobil baru dong."
Penutur ingin mempertegas bahwa ia memiliki mobil baru dan berharap orang lain ikut memperhatikan atau bereaksi terhadap fakta ini.
"Kamu dong yang beli tiketnya."
Penutur meminta dengan nada persuasif agar orang lain yang membeli sesuatu.
Mungkin pembaca juga pernah tanpa sadar ikut salah kaprah dalam penggunaan dong ini. Salah kaprah seperti ini memang sudah begitu meluas sehingga sering dianggap wajar, padahal sebenarnya tidak sesuai dengan aturan bahasa yang berlaku. Fenomena ini bisa jadi dipengaruhi oleh perubahan gaya komunikasi di era media sosial, di mana kecepatan dalam berbicara dan menulis sering kali mengabaikan aturan formal bahasa. Padahal, pemahaman yang lebih baik tentang penggunaan dong akan membantu kita menjaga kejelasan dan keindahan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Mengapa Ini Terjadi?
Salah kaprah dalam penggunaan dong dapat terjadi karena hal-hal berikut:
• Pemahaman Kontekstual yang Kurang
Generasi saat ini cenderung lebih banyak terpapar pada percakapan sehari-hari yang sifatnya santai, terutama melalui media sosial dan konten digital. Hal ini menyebabkan mereka mungkin kurang memahami aturan baku penggunaan bahasa Indonesia, terutama partikel seperti dong, yang memiliki fungsi spesifik dalam mempertegas makna.
• Pengaruh Lingkungan Sosial
Bahasa berkembang dan berubah sesuai dengan lingkungan sosial. Dalam komunitas generasi saat ini, penggunaan dong dalam situasi negatif mungkin sudah menjadi kebiasaan atau tren, sehingga diikuti secara luas tanpa menyadari bahwa penggunaannya tidak sesuai dengan aturan bahasa.
• Ingin Menghidupkan Narasi
Penggunaan dong dalam konteks negatif mungkin juga dipakai sebagai cara untuk membuat narasi terdengar lebih menarik atau (sok) imut. Dengan menambahkan dong, seolah-olah penutur ingin mengundang simpati atau respons dari orang lain meskipun yang disampaikan adalah sesuatu yang buruk.
ADVERTISEMENT
Dampak dari Salah Kaprah Ini
Penggunaan dong yang salah kaprah tidak hanya menunjukkan adanya kesalahan dalam memahami bahasa, tetapi juga bisa memengaruhi keindahan dan kejelasan bahasa Indonesia itu sendiri. Jika tren ini terus berlanjut, maka makna asli dari dong sebagai penegas positif bisa terkikis, dan partikel ini bisa kehilangan nuansa spesifiknya dalam bahasa.
Salah kaprah ini juga bisa menyebabkan kebingungan bagi generasi lain yang lebih memahami aturan penggunaan dong secara kontekstual. Perbedaan penggunaan ini dapat memunculkan kesenjangan komunikasi antar generasi, di mana generasi yang lebih tua mungkin tidak sepenuhnya memahami maksud atau emosi yang ingin disampaikan oleh generasi saat ini ketika mereka menggunakan dong untuk hal-hal negatif.
Solusi untuk Penggunaan yang Lebih Tepat
Sebagai generasi muda yang berperan besar dalam perkembangan bahasa, kita harus memahami dan mempelajari kembali kaidah penggunaan partikel seperti dong agar penggunaannya lebih tepat dan sesuai dengan konteks.
ADVERTISEMENT
• Tingkatkan Literasi Bahasa
Ikuti pelatihan atau baca sumber-sumber yang membahas tata bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk membantu memperbaiki kesalahan penggunaan partikel.
• Gunakan Bahasa Lebih Teliti
Sebelum menggunakan dong, pertimbangkan konteks percakapan. Jika situasinya berkaitan dengan hal-hal positif atau yang membutuhkan respons dari lawan bicara, maka dong bisa digunakan. Namun, jika situasinya negatif atau tidak menyenangkan, ada baiknya memilih partikel lain atau menghilangkan partikel tersebut agar lebih sesuai dengan makna yang ingin disampaikan (kecuali digunakan dengan tepat seperti: “Kalau kamu minta uangku, nanti aku gak punya uang dong!”.
Penutup
Bahasa Indonesia adalah warisan budaya yang perlu dijaga dengan baik, termasuk dalam hal penggunaan partikel-partikel seperti dong. Salah kaprah yang terjadi, terutama di kalangan Gen Z, tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial dan kebiasaan berbahasa yang terbentuk dalam percakapan sehari-hari. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang tata bahasa dan kesadaran untuk menggunakan bahasa secara tepat, generasi muda bisa turut serta dalam menjaga keindahan dan keutuhan bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bahasa memang terus berkembang dan berubah. Namun, bukan berarti kita bisa mengacaukan bahasa seenak kita. Penulis pun bukan ahli di bidang bahasa, hanya saja, penulis sangat cinta bahasa Indonesia.