Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Selamat Datang PPN 12 Persen: Rakyat Kelas UMR-an Ngemil Apa?
16 November 2024 15:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ricky Bryan DP Tampubolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kembali kebijakan yang cukup menggetarkan kantong sobat miss queen: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik jadi 12 persen mulai Januari 2025. Bayangkan masyarakat yang gaji bulanan ala kadarnya, atau yang sering bergaji “as long as it lasts,” bakal dihantam lagi dengan pajak ini. Omongan “bisa ngemil angin” yang biasa dilontarkan orang pas kantong lagi tipis kayaknya bakal benar kejadian.
ADVERTISEMENT
UMR dan PPN: Dua Dunia yang Bertabrakan
Pajak ini membuat masyarakat yang hidup di lingkaran UMR serasa jadi pemain di sinetron penuh penderitaan. Gaji UMR itu, buat yang belum paham (halo, pengusaha!), adalah gaji yang per bulannya membuat orang-orang mikir dua kali mau makan malam apa tidak. Setiap kali mau keluar rumah, mesti hitung-hitungan: kalau jajan gorengan sekarang, besok makan nasi lauk kecap aja, gitu? Nah, kalau yang lebih beruntung, bisa makan telur rebus—itu juga cuma putihnya saja.
Sekarang bayangkan, PPN naik jadi 12 persen. Artinya, harga barang-barang bakal ikut loncat ke atas. Beli kopi sachet, tadinya cuma Rp 1.000-an, bisa jadi lebih. Service motor? Siap-siap naik juga. Kalau semua naik, entah masyarakat yang bakal turun… atau malah jatuh sekalian.
ADVERTISEMENT
Diskusi DPR
Dalam rapat yang serius itu, Anggota Komisi XI Fraksi PKS, Pak M. Kholid, menilai kenaikan ini bakal “memukul daya beli masyarakat”. Bukan, ini bukan pukulan sembarangan menurut saya. Tapi lebih seperti “liver shot” langsung, yang membuat sobat miss queen meringis kesakitan di pojokan. Dayanya habis, belinya tidak ada!
Tapi Bu Menteri bilang bahwa kebijakan ini tidak asal jadi, ada persiapannya, ada pembahasannya di DPR, dan bahwa ini semua sudah ada undang-undangnya. Yah, memang benar sih, peraturan perpajakan sudah diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sobat miss queen, yang tiap bulan lebih sering harmonisasi dengan kantong bolong, ya cuma bisa nyimak sambil ngelus dada.
ADVERTISEMENT
Impian yang Perlahan Layu
Kenaikan PPN ini, meski jadi bahan diskusi resmi dan matang di tingkat petinggi negara, jelas bakal punya dampak nyata. Masyarakat yang gaji UMR atau malah di bawahnya, yang boro-boro mikir investasi atau nambah properti, sekarang mungkin bakal mikir ulang mau makan di luar apa tidak. Apalagi buat yang merasa hidupnya sudah seperti program reality show bertahan hidup. Soal hidup layak, sepertinya sudah semakin jauh, seperti mimpi tentang liburan ke Eropa yang cuma sekadar bumbu obrolan biar tidak nangis benaran.
Sebenarnya masyarakat ini tidak minta banyak. Cuma pengen hidup yang tidak terlalu berat, itu saja. Kalau pun tidak bisa berlebihan, paling tidak, hidup layak tanpa harus ngutang atau ngemis bantuan ke orang tua terus-terusan. Tapi, kalau segala sesuatunya makin naik, yang mana biayanya sudah disumbangkan duluan ke pajak, ya sudah, sobat miss queen harus siap-siap jadi “perantau kota yang bijaksana”.
ADVERTISEMENT
Humor Terselip di Balik Kesedihan
Buat sobat miss queen yang gajinya segitu-segitu saja, humor jadi senjata utama buat bertahan hidup. Humor soal PPN ini juga tidak kalah lucu (atau miris?). Teman-teman sudah mulai bercanda: nanti mungkin bakal ada diet ala PPN 12 persen—yang artinya kita bakal jarang ngemil, makanan ringan makin mahal! Selain itu, ada juga “teori ketahanan pangan mandiri” dari obrolan warung kopi, yaitu coba berkebun di depan kos-kosan atau halaman rumah. Tomat, cabai, atau kalau bisa kopi langsung, biar tidak boros beli di luar. Eh, tapi buat yang tidak ada tanah kosong, ya, jangan maksa di balkon apartemen, nanti jadi seperti taman hidroponik yang gagal.
Jadi, mau tidak mau, kita terpaksa mencari cara-cara kreatif untuk menyikapi ini semua. Mungkin mulai coba jualan gorengan sendiri di malam hari, atau mulai belajar cara membuat kopi yang enak di rumah biar tidak sering-sering ke kafe. Iya, terkesan nyeleneh, tapi di situasi seperti ini, kita yang kelas pekerja harus terus punya akal.
ADVERTISEMENT
Kapan Kita Bisa Hidup Layak?
Kenaikan PPN ini buat sebagian besar orang mungkin cuma angka kecil, yang mereka pikir tidak akan ngefek banyak. Tapi buat masyarakat yang berjuang di level UMR dan di bawahnya, ini bukan sekadar angka, ini nasib. Kenaikan harga barang sehari-hari bisa membuat perbedaan antara bisa makan kenyang atau cukup kenyang, antara bisa traktir teman sebulan sekali atau cuma bisa nonton mereka makan.
Kepada para pemangku kebijakan, cobalah sesekali turun dan lihat bagaimana hidup masyarakat yang tak selalu seindah seminar bisnis atau motivasi kerja yang sering dibagikan. Hidup rakyat kecil ini jauh dari teori keuangan atau angka di laporan ekonomi. Di dunia per-UMR-an, setiap angka di belakang koma gaji itu krusial. Dan kalau angka 12 persen ini benar terlaksana, ya mau bagaimana lagi? Masyarakat cuma bisa siap-siap berhemat, nabung tenaga buat makan seadanya, sambil terus tertawa melawan nasib di tengah mahalnya harga hidup. Karena paling tidak, ada satu yang pasti tak kena pajak, yaitu ketawa seadanya.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
https://kumparan.com/kumparanbisnis/sri-mulyani-tegaskan-ppn-naik-jadi-12-persen-mulai-januari-2025-23uKV0kTypM/full