Konten dari Pengguna

Apakah Tesla Bangkrut?

Ricky Suwarno
CEO dan Pendiri Karoomba Asia. Anggota Asosiasi untuk Kecerdasan Buatan China (CAAI)
28 Mei 2019 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Suwarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berbicara tentang peristiwa global, tidak ada yang lebih sensitif daripada Robert Thomson, CEO dari American News Corporation. Robert mengendalikan media dan penerbit paling berpengaruh di dunia, seperti The Wall Street Journal, Fox News, ataupun Harper Collins, perusahaan penerbitan terbesar kedua di dunia.
Model bisnis perusahaan otomotif listrik paling bergengsi, Tesla, yang terus membakar duit, hampir habis membakar kepercayaan para investornya di Wall Street
Robert Thomson datang ke Tiongkok setiap tahun untuk melihat perkembangan terbaru. Dan banyak orang mengira dia pasti lagi memperhatikan masalah Huawei yang kian memanas. Sebaliknya kali ini, dia sangat mengkhawatirkan keadaan Tesla, perusahaan mobil listrik yang berbasis di California AS.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 24 Mei, Wall Street Journal, menerbitkan cerita panjang tentang Tesla yang lagi menghadapi krisis besar. Saham Tesla merosot sebanyak 40 persen sejak awal tahun ini. Jika dihitung dari musim panas lalu, total nilai pasar yang telah jatuh mencapai 30 miliar USD. Yang setara dengan nilai evaluasi “Pin Duo Duo”, sebuah unicorn e-commerce platform untuk pembelian secara berkelompok atau group buying di Tiongkok.
Banyak investor Wall Street mengatakan Tesla akan bangkrut. The Wall Street Journal ingin mengingatkan bahwa Tesla adalah perusahaan khusus. Harga sahamnya yang tinggi adalah nyawanya. Tesla bisa bertahan lama, karena mengandalkan membakar uang. Membakar uang secara terus-menerus.
Tesla menjadi pemimpin di pasar kendaraan listrik, karena kepemimpinan teknologi globalnya. Termasuk strategi bisnis yang lebih cerdas. Yaitu strategi produk dari atas ke bawah. Tidak seperti pabrikan lain, positioning Tesla langsung masuk ke mobil mewah kelas atas. Strategi semacam ini dapat membantu membangun reputasi dan pengaruh yang baik. Di sisi lain juga memberikan profit pengembalian dan laba kotor yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Setelah pasar high-end telah stabil, Tesla akan mempromosikan ke pasar mid-end. Sehingga konsumen kelas menengah juga mampu membelinya.
Strategi kedua adalah strategi penjualan tanpa perantara atau agen mobil. Tesla membuka toko langsung sendiri, tanpa dealer di tengah. Strategi ini tidak hanya membuat harga Tesla lebih seragam dan transparan, tetapi juga menghindari komisi dealer. Pada masa-masa awal, strategi ini merupakan pendekatan yang dapat meningkatkan laba perusahaan. Tetapi saat ini, telah menjadi hambatan bagi Tesla.
Hambatan pertama terjadi ketika Tesla memasuki pasar menengah. Itu artinya permintaan pasar yang lebih besar dan harga yang lebih rendah. Ini berarti kapasitas produksi massal harus lebih kuat, pengendalian biaya yang lebih ketat, dan logistik yang harus lebih sempurna. Hal-hal ini adalah keunggulan dari produsen mobil tradisional, tetapi justru ini menjadi kelemahan Tesla.
Baterai Tesla di Australia. Foto: Tesla/Reuters
Pada Awalnya, Tesla memperkenalkan mobil taraf menengah berharga 35.000 USD. Namun, dalam waktu kurang dari dua bulan, harga dinaikkan sampai 49.000 USD, atau mengalami kenaikan hingga 40 persen, karena tidak dapat menutupi biaya.
ADVERTISEMENT
Hambatan kedua terjadi ketika Tesla menyediakan layanan purna jual atau after sales service. Membuat mobil sendiri dan menjualnya sendiri, kedengarannya seperti keuntungan dapat terjamin. Tetapi biaya pengoperasian setelah penjualan menjadi sangat tinggi. Yang paling mahal adalah biaya perbaikan dan asuransi.
Pada kuartal pertama 2019, Tesla mengalami kerugian 190 juta USD dalam layanan purna jual. Kedua hambatan di atas, sekalian membakar kepercayaan investor pada profitabilitas Tesla. Sejak 9 tahun go public, Tesla hanya membawa keuntungan di empat kuartal saja bagi perusahaan.
Selanjutnya muncul masalah yang sangat serius. Penurunan harga saham itu sendiri sangatlah berbahaya. Karena kemungkinan akan menciptakan lingkaran setan. Di masa lalu, meskipun bisnis Tesla tidak menguntungkan, namun harga saham naik terus. Dan investor dapat terus mendapatkan profit.
ADVERTISEMENT
Tetapi sekarang harga saham anjlok terus. Dan ini yang merepotkan. Semakin rendah harga saham, semakin tidak optimis prospek pendapatan investor. Di masa depan, jika Tesla berniat mengumpulkan dana di pasaran lagi, daya tariknya akan menurun. Begitu ada situasi "tidak ada uang yang bisa dibakar lagi", itu sama dengan memotong garis kehidupan perusahaan ini.
Sejauh pengamatan sekarang, dana yang tersisa buat Tesla hanya cukup bertahan setahun. Para investor bisa membuat Tesla membangun gedung-gedung tinggi, tetapi juga bisa meruntuhkannya.
Just like grandma says, saat ini pusat perhatian para investor di Wall Street, apakah atau kapan Tesla akan bangkrut? Harga saham yang lesu, tidak hanya memengaruhi keuntungan jangka pendek, tetapi juga kelangsungan hidup suatu perusahaan.
ADVERTISEMENT
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan teknologi terkini, bisa menelusuri: https://artificialintelligenceindonesia.com/