Dampak Kecerdasan Buatan yang Dirasakan Masyarakat

Ricky Suwarno
CEO dan Pendiri Karoomba Asia. Anggota Asosiasi untuk Kecerdasan Buatan China (CAAI)
Konten dari Pengguna
14 Juni 2019 12:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Suwarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bila kita tidak rajin bekerja, nantinya kita harus rajin mencari kerja.
zoom-in-whitePerbesar
Bila kita tidak rajin bekerja, nantinya kita harus rajin mencari kerja.
ADVERTISEMENT
The Economist adalah majalah berita dan peristiwa internasional berbahasa inggris yang berpusat di London, Inggris, dan telah berusia ratusan tahun sejak tahun 1843. Majalah ini pernah mengeksplorasi peluang dan tantangan tentang AI bagi individu maupun perusahaan.
ADVERTISEMENT
Bagi pekerja biasa, kecerdasan buatan atau AI membawa dua dampak kurang baik. Pertama, kecerdasan buatan dapat menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Kedua, AI akan membuat karyawan tidak lagi memiliki privasi di perusahaan.
Kecerdasan buatan dapat menjadi ancaman bagi praktisi di banyak industri. Menurut John Hagel, Co-Chairman Deloitte Leading Innovation Center, dalam menyambut kedatangan kecerdasan buatan, pemilik sektor swasta lebih tertarik memotong biaya daripada teknologi.
Misalnya, beberapa saat yang lalu, ada beberapa bank Eropa meminta perusahaan AI untuk membantu mereka memecat karyawan dan memangkas 50.000 karyawan menjadi 500 orang.
Majalah The Economist berfokus pada tantangan yang dihadapi industri SDM. Apakah AI akan menyebabkan pengangguran? Dari hasil analisis, jumlah perekrut di masa depan akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Alasan paling utama, teknologi AI dapat mengoptimalkan proses rekrutmen. AI dapat membantu perusahaan meningkatkan efisiensi. Dengan bantuan kecerdasan buatan, Hotel Hilton mengurangi waktu perekrutan rata-rata 42 hari menjadi 5 hari.
Melalui AI, dalam menganalisis video jawaban para kandidat atas pertanyaan, mereka dapat menilai kemampuan verbal, nada, dan gerak tubuh mereka.
Alasan Kedua, AI tidak hanya dapat membantu perusahaan mengelola karyawan mereka, tetapi juga mengurangi pergantian karyawan. Bahkan SDM profesional perusahaan besar tidak dapat mengetahui semua bakat karyawan perusahaan. Namun, itu bukan masalah bagi AI.
Pada dasarnya, mengganti seorang karyawan menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra 20 persen gaji per tahun dari gaji karyawan tersebut. Bahkan terkadang lebih.
Ilustrasi wawancara kerja Foto: Tim Gouw/unsplash
Workday Software Tester Job, sebuah perusahaan perangkat lunak 'Hari Kerja', dapat memprediksi kemungkinan pergantian seorang karyawan. Proyeksi ini mencakup sekitar 60 faktor. Seperti gaji, lamanya interval liburan, atau waktu rotasi manajer langsung karyawan.
ADVERTISEMENT
Sistem akan menandai mereka yang berisiko meninggalkan perusahaan. Sehingga, perusahaan dapat mencoba untuk mempertahankan mereka yang penuh potensi atau kontribusi.
Alasan ketiga, AI dapat digunakan untuk menentukan tingkat gaji karyawan. Perusahaan AI dapat menentukan kapan harus menaikkan gaji karyawan, berdasarkan kinerja karyawan dan kompensasi rekan ke rekan. Teknologi AI tidak akan memperhitungkan bias atau sifat-sifat kepribadian, sehingga membuat pembayaran gaji lebih adil.
Di masa depan, jumlah perekrut akan berkurang. Kecerdasan buatan dapat menangani banyak tugas sederhana mereka sebelumnya. Sehingga, proporsi wawancara menjadi berkurang. Saat ini di Unilever, kandidat hanya akan diberitahukan untuk wawancara, setelah beberapa putaran penyaringan AI dan rekaman wawancara.
Studi Global McKinsey memperkirakan pada tahun 2020, 375 juta orang di seluruh dunia akan terotomatisasi, atau sekitar 14 persen dari tenaga kerja dunia digantikan oleh robot. Pemilik perusahaan perlu membuat pilihan, apakah bersedia mendukung dan mendanai pelatihan ulang karyawan dan meluangkan waktu untuk itu.
ADVERTISEMENT
Tidak ada lagi privasi di tempat kerja adalah berita buruk kedua yang dibawa kecerdasan buatan kepada para pekerja. Misalnya, sebuah perusahaan berbasis teknologi di Silicon Valley yang menyediakan layanan 'analisis orang' ke sejumlah perusahaan Fortune 500.
Setiap karyawan diharuskan mengenakan lencana berukuran kartu kredit, dengan ketebalan kotak korek api. Lencana memiliki mikrofon yang tertanam di dalamnya, untuk mengidentifikasi apakah karyawan sering berbicara satu sama lain. Lalu, Ada juga sensor Bluetooth dan inframerah untuk memantau lokasi mereka berada. Dan accelerometer untuk merekam ruang pergerakan karyawan.
Perusahaan memperlakukan karyawannya dengan cara yang sama. Seperti layanan yang diberikan kepada pelanggannya. Data yang dikumpulkan oleh lencana karyawan akan diintegrasikan dengan email maupun informasi kalender karyawan, yang mencerminkan waktu kerja karyawan serta situasi distribusi oleh karyawan sendiri.
Ilustrasi karyawan. Foto: Pixabay
Kecerdasan buatan semakin meningkatkan kepanikan gaya Orwellian. Maksudnya, hal yang merusak kesejahteraan masyarakat yang bebas dan terbuka menurut George Orwell.
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun lalu, gelang Amazon memperoleh beberapa hak paten. Gelang ini dapat mengawasi lokasi yang tepat dari pekerja gudang dan melacak gerakan tangan mereka secara real time. JD.com dari Tiongkok juga memulai percobaan ini. Melacak kinerja karyawan untuk menemukan tim dan manajer yang bekerja paling efisien dan menggunakan algoritma untuk memprediksi kemungkinan pergantian staf.
Teknologi ini mungkin terdengar menakutkan. Tetapi, secara optimis mengintegrasikan AI ke tempat kerja juga akan membawa manfaat bagi karyawan, bahkan menyelamatkan nyawa. Misalnya, perusahaan dengan lingkungan kerja berisiko tinggi dapat menggunakan visi komputer untuk memeriksa peralatan keselamatan karyawan. Apakah mereka mengenakan kacamata dan sarung tangan yang sesuai, sebelum memasuki area berbahaya.
Just like grandma says, memang sangat ironis, AI bahkan dapat membantu karyawan yang digantikan untuk dipekerjakan kembali. Accenture, perusahaan konsultan global dengan servis teknologi dan outsourcing, meluncurkan alat khusus yang bisa memberi tahu karyawan tentang kinerja kerja mereka saat ini, serta memberi tahu pelatihan keterampilan mana yang harus mereka ambil untuk mengembangkan keahlian yang tepat di masa depan. Lebih dari 80 persen orang telah mencoba saran kecerdasan buatan. Walaupun mereka mungkin tidak punya pilihan.
ADVERTISEMENT
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan teknologi terkini, bisa menelusuri: https://artificialintelligenceindonesia.com/