Fortnite dan Kejayaan Industri 'Game'

Ricky Suwarno
CEO dan Pendiri Karoomba Asia. Anggota Asosiasi untuk Kecerdasan Buatan China (CAAI)
Konten dari Pengguna
5 Agustus 2019 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Suwarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu lalu, game Fortnite menggelar piala dunia pertamanya di New York. Kejuaraan ini disebut sama pentingnya dengan final National Basketball Association (NBA).
ADVERTISEMENT
Pengaruh Fortnite tidak hanya terasa di industri game atau e-sport saja. Fortnite telah memengaruhi tata letak perusahaan-perusahaan Silicon Valley di masa depan dan menarik perhatian mereka untuk lebih memperhatikan industri game.
Fortnite dari Epic Game telah menjadi pesaing terberat bagi Netflix dan HBO.
Sebagai contoh, Google mengumumkan platform game bernama “Stadia” di bulan Maret. Pada hari pengumuman itu pula, harga saham Nintendo langsung anjlok 3 persen.
Tidak hanya itu, di awal tahun ini, CEO Netflix menulis surat untuk para pemegang sahamnya terkait Fornite. “Fortnite” adalah tantangan terbesar. Pesaing kami yang lebih berbahaya daripada HBO atau Disney, karena “Fortnite” dari Epic Games telah menghisap semakin banyak penonton kami.
“Loh, kok bisa?” Pesaing dan ancaman terbesar bagi Netflix bukan HBO atau Disney, melainkan Fortnite.
ADVERTISEMENT
Fortnite adalah video game. Kedua perusahaan ini tidak berada dalam satu bidang. Tapi kenapa bisa 'merebut' pengguna Netflix?
Saat ini, game bukan hanya sekadar game, tapi telah menjadi suatu media. Media yang menarik banyak penonton. Misalnya, setiap hari dalam perjalanan ke tempat kerja, saat di dalam mobil, bus, atau di Metro Mass Rapid Transit (MRT), kita mungkin membaca berita, bersosialisasi sebentar di WeChat, WhatsApp, Facebook, atau bahkan bermain game.
Para raksasa internet termasuk Netflix berusaha merebut perhatian netizen. Waktu yang dipakai pengguna yang disebut “waktu penggunaan layar”.

Pesaing Netflix

Pada tahun 2018, pengguna rata-rata menghabiskan 71 menit sehari untuk menonton video di Netflix. Sementara fans Fortnite menghabiskan sekitar 85 menit sehari untuk bermain game. Itu artinya, waktu yang digunakan oleh fans Fornite lebih banyak dibanding Netflix. Industri game bukan hanya tambang emas bagi raksasa internet SiliconValley, tapi juga suatu tantangan besar.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan perusahaan teknologi Silicon Valley semakin memperhatikan bisnis game, mulai dari model bisnis paid subscription (berlangganan berbayar). Hal itu merupakan titik pertumbuhan yang sangat besar bagi industri game.
Misalnya Apple, yang akhirnya merilis layanan berlangganan game “Apple Arcade” pada musim semi tahun ini. Meski penjualan Hardware Apple semakin menurun, tapi sebaliknya, pendapatan berlangganan justru terus meningkat.
Pada kuartal pertama 2019, penjualan iPhone turun drastis sebesar 15 persen dibanding tahun lalu. Alasannya, daya tarik perangkat keras Apple tidak sebagus dulu. Atau singkatnya, daya inovasi Apple menurun sejak meninggalnya Steve jobs.
Apple sendiri sadar akan hal ini. Pada konferensi pers musim semi lalu, Apple tidak merilis produk perangkat keras apa pun. Apple justru menekankan layanan berlangganan yang memiliki kinerja cukup positif.
ADVERTISEMENT
Bulan lalu, pengguna berbayar Apple Music telah mencapai 60 juta orang. Angka tersebut meningkat 4 juta dalam setengah tahun. Tingkat pertumbuhan yang sangat luar biasa. Di Amerika Serikat, pengguna yang membayar Apple Music bahkan melampaui streaming music dan Spotify.
Namun, apabila dibandingkan dengan langganan berbayar musik atau video, langganan berbayar game barulah 'tambang emas aslinya'. Kemampuan membayar pengguna game sangat luar biasa.
Ambil contoh pada game Fortnite'. Meski game tersebut free download, tetapi hampir 70 persen pengguna menghabiskan uang untuk bermain game, seperti membeli peralatan senjata maupun pakaian untuk karakter game. Lebih menariknya lagi, banyak pengguna pertama kali membayar untuk Fortnite. Rata-rata per orang USD 84.
Paid subscription atau berlangganan berbayar game adalah titik perkembangan profit tercepat bagi Apple. Pada tahun 2018, total pasar industri game global mencapai USD 140 miliar.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, total pasar industri film secara global baru mencapai USD 96,8 miliar. Apple telah melihat potensi pengguna dalam membayar game, sehingga Apple semakin meningkatkan investasinya di bidang game.
Belakangan ini, Apple telah menawarkan jutaan dolar uang muka kepada para games developers. Untuk memastikan agar mereka dapat menyediakan konten eksklusif untuk platform Apple Arcade.
“Sebenarnya, industri game bukanlah hal baru. Lalu, mengapa raksasa teknologi semua terkonsentrasi pada tahun ini? Lebih memperhatikan bidang ini?”
Ilustrasi bermain game. Foto: Shutter Stock
Bayangkan, jika anda adalah seorang gamer. Jika ingin memainkan Game Console, game harus terhubung ke layar televisi dan dimainkan dengan pegangan. Anda harus membeli peralatan Console Game dulu, seperti Microsoft, Sony, maupun Nintendo.
ADVERTISEMENT
Untuk meyakinkan potensi pengguna membeli perangkat mereka, setiap vendor akan meluncurkan game eksklusif di platform mereka. Misalnya, Game The Legend of Zelda: Breath of the Wild yang hanya tersedia di Nintendo Switch. Pengguna harus membeli konsol Nintendo jika ingin bermain game ini.
Google meluncurkan platform game “Stadia” tahun ini. Platform game tanpa perlu membeli konsol game. Google memiliki teknologi komputasi awan yang sangat kuat. Memungkinkan data game diproses secara langsung di cloud.
Itu artinya, kita dapat memakai layar televisi, komputer, maupun ponsel untuk memainkan game ini secara online. Jika ada masalah dan mengharuskan kita keluar rumah, kita masih dapat meneruskan permainan saat di jalan.
Platform “Stadia” akan membuat terobosan dalam bermain game. Fortnite saat ini hanya dapat dimainkan 100 orang per game. Bukan karena desain, tetapi karena transmisi data.
ADVERTISEMENT
Jika semua data pengguna diproses di server cloud, ada kemungkinan sebuah game dapat menampung ribuan pemain per game. Stadia adalah terobosan dan ancaman terbesar konsol game, karena pemain dapat bermain game di mana saja atau kapan saja berada. Tanpa harus terbatas pada peralatan konsol game di layar televisi.
Just like grandma says, tahun ini raksasa teknologi mengerahkan kekuatan di bidang game, karena godaan kepentingan komersial. Raksasa teknologi ingin menggunakan “model berlangganan” untuk membawa pertumbuhan pendapatan baru. Langganan game adalah 'tambang emas'. Memberikan raksasa teknologi kekuatan untuk membangun platform game yang lebih besar.
Lapisan lainnya, teknologi cloud computing yang sangat matang membuat game menjadi semacam pengalaman yang bisa terjadi kapan saja atau di mana saja dan di layar apa saja. Platform cloud game telah mengambil keuntungan dari tren, misalnya, dampak keluhan dari Netflix.
ADVERTISEMENT
Dalam pertumbuhan generasi muda saat ini, mereka menganggap game sebagai konten hiburan yang setara dengan buku, film, dan drama televisi. Di masa depan, identitas gamer mungkin tidak akan ada lagi. Sama seperti sekarang, orang yang menonton televisi tidak akan disebut pemirsa televisi lagi, karena menonton televisi adalah sesuatu yang akan dilakukan setiap orang.
Perusahaan teknologi raksasa, seperti Google, Apple, dan Tencent akan mendorong game ke arah ini. Bagi Netflix, pesaing sebenarnya bukan lagi sekadar platform tradisional kayak Disney, HBO yang selalu menempati waktu televisi dan video kita. Perusahaan teknologi selanjutnya akan membawa game ke sektor visi publik.