Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ruang Bagi Pihak Oposisi
27 Oktober 2024 17:44 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Rico Novianto Hafidz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia resmi memiliki Presiden ketiga yang dipilih langsung oleh rakyat pasca reformasi. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024. Saat terpilih, Prabowo langsung menetapkan 48 Kementrian dan 56 Wakil Menteri dan menjadi yang terbesar sejak era orde baru hingga reformasi. Prabowo berkomitmen dengan total mengatakan bahwa akan merangkul semua unsur dan lawan politik sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Langkah Prabowo saat ini praktis hanya menyisakan partai PDI-P yang belum menyatakan diri sebagai koalisi maupun oposisi tetapi telah menyatakan akan membantu pemerintahan Prabowo di DPR yang dikatakan oleh Puan Maharani yang juga Ketua DPR RI dari fraksi PDIP. Selain itu, Partai Nasional Demokrat juga terdapat potensi sebagai oposisi karena tidak memiliki Menteri di kabinet Merah Putih, tetapi Surya Paloh yang merupakan ketua umum Partai Nasdem menyatakan diri akan membantu pemerintah Prabowo.
Jika berkaca pada pengalaman Presiden Joko Widodo (Jokowi), praktis kabinet Indonesia Maju II per tahun 2024 ini terdiri dari semua partai parlemen kecuali PKS bahkan partai non parlemen seperti Perindo, PSI, dan PBB juga mendapatkan kursi wakil Menteri di kabinet Indonesia Maju II. Satu sisi ini dianggap Presiden Jokowi menjadi langkah pemersatu dan perekat bangsa pasca pemilu. Namun, pada perjalanannya, ini membuat legislasi dan kebijakan eksekutif cenderung tidak memiliki ruang koreksi atau check and balances yang memadai sehingga membuat kebijakan yang dihasilkan justru mengancam demokrasi dan partisipasi masyarakat karena adanya super majority pada kabinet Jokowi.
ADVERTISEMENT
Mulusnya Legislasi Meski Penuh Kontroversi
Proses legislasi merupakan kewenangan dari pemerintah dan DPR. Dengan adanya komposisi kabinet super majority ini membuat Rancangan Undang – Undang (RUU) yang dibahas tetap disahkan oleh pemerintah dan DPR meskipun terdapat penolakan dari berbagai unsur masyarakat. Hal ini terlihat pada aktivitas legislasi pada sepanjang 2019-2024 ini.
RUU KPK disahkan pada 17 September 2019 atau mendekati masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama berakhir. Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) menyebutkan bahwa DPR tidak memasukkan revisi tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. DPR melakukan pembahasan secara tertutup dan tidak melibatkan publik. Terakhir, jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna tidak mencapai kuorum. UU KPK hanya dibahas selama 12 hari kerja salah satu rekor sebagai UU dengan pembahasan tercepat dalam sejarah Indonesia. Pengesahan UU ini memicu gelombang aksi demo mahasiswa di berbagai penjuru Indonesia.
ADVERTISEMENT
UU Cipta Kerja atau Ciptaker pada tahun 2020 merupakan UU yang dalam pembahasannya paling mendapat sorotan dan penolakan selama lima tahun terakhir. UU ini mendapat sorotan tajam ataupun penolakan mulai dari kalangan akademisi, organisasi masyarakat, buruh, hingga mahasiswa. Beleid setebal 1.187 halaman ini merevisi setidaknya merevisi delapan puluh UU dan ribuan pasal di berbagai sektor dalam peraturan perundang – undangan. Dalam pengesahannya, aksi demo meluas dan berlangsung selama berhari-hari bahkan sempat ricuh di beberapa kuat seperti Medan, Surabaya, dan Jakarta pada Oktober hingga November 2020.
Pada masa Covid-19, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Persoalan timbul ketika Perppu 1/2020 dinilai memberikan hak imun kepada penyelenggara negara dalam mengambil keputusan. Terlebih, dalam pelaksanaannya terdapat kasus korupsi yang menimpa Menteri Sosial Juliari Batubara tentang pengelolaan Covid ini.
ADVERTISEMENT
Pasca Covid-19, pemerintah memiliki inisiatif untuk melegalisasi pemindahan ibukota negara. RUU Ibu Kota Negara pada tahun 2022 memiliki waktu pembahasan hingga pengesahan hanya memakan waktu 17 hari. Tim panitia khusus (Pansus) IKN DPR bahkan baru dibentuk 7 Desember 2021 tetapi RUU disahkan menjadi UU pada 18 Januari 2022. Namun, belum juga genap setahun, UU IKN sudah masuk prolegnas 2023 untuk direvisi. Pemerintah berdalih revisi perlu dilakukan untuk penguatan struktur organisasi dan kewenangan pada posisi Badan Otorita IKN.
Pada tahun 2023, metode omnibus dan pembahasan kebut kembali digunakan untuk pembuatan UU Kesehatan. Meskipun proses pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang – undang diwarnai banyak protes terutama dari lima organisasi profesi (OP) kesehatan di Indonesia, RUU Kesehatan tersebut tetap menjadi UU Kesehatan yang berlaku saat ini tanpa memberikan ruang yang cukup bagi organisasi profesi di bidang Kesehatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2024 bahkan saat periode lame duck session dimana seharusnya Presiden Jokowi sudah kehilangan bagian dari legitimasinya karena telah terpilihnya Presiden Prabowo. Kenyataaanya kondolisasi kekuasaan tetap dapat dilakukan dengan mulus. Salah satu yang menjadi kontroversi dan langsung digunakan saat ini adalah RUU Kementrian Negara yang telah menjadi UU Kementrian Negara sebagai dasar penambahan kabinet dari 37 menjadi 48 jumlah kementrian hari ini.
Proses pembuatan peraturan perundangan – undangan ini dikhawatirkan akan terus berlangsung tanpa adanya check and balances yang memadai dan aspirasi masyarakat yang diabaikan karena selama ini pembuatan undang – undang cenderung mementingkan penguasan dan tidak melalui proses aspirasi yang cukup dan representatif bagi kepentingan rakyat.
MK Sebagai “Keranjang Sampah”
ADVERTISEMENT
Apabila berkaca pada Kabinet Jokowi Jilid I, peran oposisi dimainkan lebih kuat oleh partai – partai non pemerintah terutama oleh anggota parlemen. Namun, pasca pemilu 2019, kekuatan oposisi berkurang drastis seiring dengan partai politik pengusung Prabowo – Sandiaga Uno beralih menjadi bagian dari kabinet. Hal ini dimulai dari Partai Gerindra termasuk Prabowo dan Sandiaga Uno bergabung kedalam kabinet, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat pada tahun 2024 atau di tahun terakhir pemerintahan Kabinet Joko Widodo Jilid II.
Praktis, selain membuat penyerapan aspirasi kepada DPR yang minim karena terlalu terburu – burunya waktu pembuatan suatu peraturan perundang – undangan. Ruang aspirasi tersebut berpindah dari yang seharusnya di DPR menjadi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini tergambar dari aksi penolakan yang tidak secara optimal diserap sehingga aspirasi rakyat berpindah.
ADVERTISEMENT
Pada RUU KPK, tercatat, ada 7 (tujuh) permohonan yang diputus serentak oleh MK yang kesemuanya ditolak. Pada November 2021, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil. Untuk itu, MK menegaskan bahwa UU Cipta Kerja cacat secara formil dan menyatakannya inkonstitusionalitas bersyarat. Hal ini menjadi sejarah baru bagi MK karena mengabulkan permohonan uji formil. MK juga memutuskan UU Covid-19 hanya berlaku selama status pandemi Covid-19 belum diumumkan berakhir oleh Presiden dan paling lama hingga akhir tahun ke-2 sejak UU Covid-19 diundangkan. Selain itu, UU Kesehatan juga turut digugat oleh lima organisasi profesi ke Mahkamah Konstitusi.
Pengawasan DPR kepada pemerintah juga menurun dratis. Hal ini tergambar dari catatan litbang Kompas mengenai sejarah penggunaan Hak Angket yang jauh menurut apabila dibandingkan dengan dua kali kabinet Susilo Bambang Yuhdoyono (SBY). Pada kurun 2004 – 2014, tercatat setidaknya empat belas hak angket yang digulirkan oleh DPR. Pada kurun 2014 - 2019 masa kabinet Joko Widodo masih terdapat tiga hak angket yang digulirkan oleh anggota DPR, tetapi untuk kabinet Joko – Widodo jilid II 2019 - 2024 belum ada sama sekali hak angket yang diajukan kepada pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR terkesan menjadikan MK sebagai “keranjang sampah” dalam penyelesaian aspirasi dan ketidakmampuan pemerintahan dalam membuat peraturan perundang – undangan yang sebaik mungkin dengan mengakomodasi aspirasi dari berbagai elemen masyarakat. Peran oposisi pemerintah juga seakan menjadi angin lalu dalam pembuatan peraturan perundang – undangan. Selama ini, hanya partai Demokrat dan partai Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bertindak sebagai koreksi dari kebijakan pemerintah. Namun, dengan bergabungnya Partai Demokrat kepada pemerintah, hal ini yang membuat bayang – bayang pemerintahan super majority kembali terulang sehingga membuat koreksi atas kebijakan tidak optimal dijalankan.
Ruang Bagi Kelompok Oposisi
Oposisi di Indonesia tidak memiliki ruang dan sumber daya yang cukup bagi keberlangsungan partai maupun idenya dalam pemerintahan. Hal itu diungkapkan oleh Prabowo Subianto yang kala itu merupakan pemimpin partai oposisi di Universitas Gajah Mada, 19 September 2023. Dalam hal perdata dan usaha, ketiadaan akses terhadap perbankan membuat usahanya menjadi mandek. Hal itu kemudian berdampak pada keberlangsungan partai yang dipimpinnya.
ADVERTISEMENT
Walter Bagehot dalam bukunya The English Constitution mengatakan bahwa demokrasi dengan model Westminster menjadikan kritik terhadap administrasi sebagai bagian dari pemerintahan seperti halnya administrasi itu sendiri. Pengakuan yang jelas terhadap oposisi terutama dalam peraturan perundang undangan dan konstitusi semacam itu mungkin menjadi rahasia ketahanan relatif konstitusi tersebut.
Karakteristik penting dari oposisi di negara-negara demokrasi model Westminster adalah mempunyai peran ganda dalam sistem politik, memoderasi kekuasaan dan memperebutkan kekuasaan. Sebagai kekuatan moderat, pihak oposisi berupaya mempengaruhi kebijakan pemerintah, mendapatkan peran dalam kebijakan, dan memaksa pemerintah mempertimbangkan kepentingan pihak oposisi. Salah satu indikator keberhasilan dalam hal ini dapat menghasilkan keputusan kebijakan yang lebih baik, lebih inklusif, dan lebih diterima secara luas.
Setidaknya tiga insentif yang dapat diberikan bagi kelompok oposisi berkaca dari demokrasi model Westminster. Hal yang pertama adalah Hak sebagai Dewan Penasihat Kebijakan atau pemberian kekuasaan formal bagi pemimpin oposisi. Hak ini memungkinkan Pemimpin Oposisi turut serta memberikan masukan atau persetujuan dalam kebijakan negara. Selama tetap sepakat menjadi rahasia negara dan tidak dibocorkan. Hak ini akan membantu jalur komunikasi yang berguna antara pemerintah dan pihak oposisi. Selain itu, hal ini baik untuk membangun konsensus mengenai isu-isu penting nasional maupun untuk memastikan stabilitas kebijakan melalui siklus pemilu.
ADVERTISEMENT
Insentif kedua memberikan para pemimpin atau kelompok oposisi tersebut hak finansial dan hak istimewa lainnya. Hal ini meningkatkan kedudukan, status dan visibilitas pemimpin oposisi dan meningkatkan kemampuan pemimpin untuk melaksanakan tugasnya. Gaji tersebut biasanya lebih kecil dari gaji yang dibayarkan kepada perdana menteri, namun setara dengan gaji menteri kabinet. Manfaat lainnya dapat juga termasuk pendanaan pemilu, pendanaan untuk fasilitas untuk hal-hal seperti kantor, staf, perjalanan, mobil, teknologi informasi dan komunikasi dan peralatan, serta fasilitas penunjang seperti perpustakaan dan penelitian. Konstitusi Maroko adalah salah satu konstitusi yang paling luas cakupannya dalam memberikan status dan sumber daya keuangan bagi partai-partai oposisi. Pemerintah menjamin tidak hanya pendanaan publik untuk partai-partai oposisi tetapi juga pembagian waktu siaran publik yang adil. Hal ini perlu secara teknis akan diatur melalui peraturan perundang – undangan.
ADVERTISEMENT
Insentif yang ketiga dapat diberikan dengan menjamin keterwakilan dan partisipasi dalam kepemimpinan maupun administrasi internal parlemen. Kontrol tidak hanya terhadap organisasi jalannya badan legislatif dan tatanan tata kelola, tetapi juga terhadap aset fisiknya seperti gedung, ruang kantor, perpustakaan, arsip, dan bahkan tempat parkir yang dapat menjadi alat politik. Hal ini diperlukan untuk kepentingan anggotanya secara keseluruhan dan bahwa keseimbangan kelembagaan yang baik antara pemerintah dan oposisi tetap terjaga.
Ketiga insentif ini diharapkan menjadi ruang bagi check and balances yang optimal bagi pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensial yang memiliki waktu jabatan tetap dan sulit untuk dijatuhkan membuat pemerintah membutuhkan sarana untuk koreksi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi lapisan masyarakat. Karena tanpa adanya hal tersebut, proses pengambilan kebijakan akan cenderung mengedepankan kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat.