Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rijsttafel: Budaya Masyarakat Kolonial di Hindia Belanda pada Abad ke-19
8 April 2022 15:31 WIB
Tulisan dari Rico Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hindia Belanda atau yang juga disebut Indonesia adalah suatu negara yang terletak di antara dua samudra dan dua benua. Dua samudra itu adalah Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, sedangkan dua benua yang dimaksud adalah Benua Asia dan Benua Australia. Dalam perkembangannya, Indonesia pernah dijajah oleh beberapa bangsa, salah satunya adalah bangsa Belanda. Bangsa Belanda menjajah Indonesia cukup lama, sekitar 350 tahun. Bangsa Belanda pertama kali menginjakkan kakinya di Hindia Belanda pada tahun 1596 di Pelabuhan Banten. Kegiatan yang semula bertujuan untuk berdagang dan mencari rempah-rempah, kemudian berganti menjadi kegiatan monopoli perdagangan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan monopoli perdagangan yang berhasil dilakukan oleh sekumpulan orang Belanda itu membuat orang-orang Belanda lainnya tertarik untuk datang ke Hindia Belanda. Karena Hindia Belanda merupakan daerah beriklim tropis, tentunya membuat orang-orang Belanda yang datang ke Hindia Belanda harus menyesuaikan diri, mulai dari iklim, kebudayaan, makanan, pakaian, hingga pola hidup di Indonesia. Salah satu bentuk penyesuaian yang mereka lakukan dapat kita lihat dari budaya makan mereka, yaitu Rijsttafel.
Pengertian dan Asal Usul Rijsttafel
Rijsttafel adalah suatu budaya makan yang diciptakan dan dilakukan oleh masyarakat kolonial di Hindia Belanda. Rijsttafel berasal dari dua kata bahasa Belanda, yaitu rijs yang berarti nasi dan ttafel yang berarti meja, meja disini merupakan kiasan dari “hidangan”. Jadi Rijsttafel dapat diartikan sebagai sajian nasi yang dihidangkan secara spesial (Fadly Rahman, 2016: 37).
ADVERTISEMENT
Terciptanya budaya Rijsttafel ini bermula dari masyarakat kolonial yang merasa gengsi untuk memakan makanan Indonesia dengan cara yang biasa digunakan oleh masyarakat pribumi, yaitu lesehan dan makan dengan menggunakan tangan. Maka dari itu, masyarakat kolonial yang tinggal di Hindia Belanda berusaha untuk mengemas makanan Indonesia dengan nuansa Eropa dan menyajikan hidangan ala Eropa, yaitu menghidangkan makanan di atas meja lengkap dengan peralatan seperti sendok dan juga garpu.
Menu yang Disajikan pada Rijsttafel
Menu yang disajikan dalam Rijsttafel didominasi dengan cita rasa pribumi. Dalam novelnya yang berjudul Een Huwelijk in Indie, Mina Kruseman menggambarkan tentang hidangan yang dimakan oleh orang-orang Belanda di Hindia Belanda. Dalam kesehariannya, mereka mengonsumsi menu yang terdiri atas nasi sebagai hidangan utama (hoofdschotel), kari (kerrie), sajian sayur, tiga hingga tujuh jenis hidangan daging, serta sambal.
ADVERTISEMENT
Pada masa itu terdapat beberapa buku resep masakan yang berisi resep-resep yang biasa dihidangkan dalam Rijsttafel, diantaranya ada buku Nieuw Volledig Oost Indisch Kookboek (1902), dan Groot Nieuw Volledig Indisch Kookboek: 1381 Recepten van de Volledige Indische Rijsttafel met een Belangrijk Aanhangsel voor de Bereiding der Tafel in Holland (1925). Buku-buku resep yang tersedia di masa itu tentunya menjadi pedoman dalam penyajian hidangan dalam Rijsttafel.
Berakhirnya Budaya Rijsttafel
Masuknya Jepang ke Hindia Belanda pada tahun 1942 membuat orang-orang Belanda yang ada di Indonesia segera mengemasi barangnya dan kembali ke negara asalnya. Orang-orang Belanda tersebut ketakutan karena mereka telah mendengar kabar bahwa orang-orang Jepang tersebut terkenal bengis dan tidak pandang bulu terhadap korbannya.
ADVERTISEMENT
Perginya orang-orang Belanda dari Hindia Belanda menandai berakhirnya kekuasaan kolonial dan kebudayaan Indis yang ada di Hindia Belanda mulai meredup. Selain itu, pada masa pendudukan Jepang telah memunculkan sikap permusuhan terhadap segala budaya ataupun kebiasaan hidup orang-orang Belanda. Maka dari itu, semenjak berakhirnya kekuasan kolonial di Hindia Belanda, budaya Rijsttafel tidak ditemukan lagi di tempat-tempat umum.