Konten dari Pengguna

Toleransi Tinggi Desa di Pekalongan, Tak Disadari Oleh Masyarakatnya

Ridho Setyadi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi & Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri KH Abdurrahman Wahid
6 Oktober 2023 15:05 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ridho Setyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pawai ogoh-ogoh di Desa Linggoasri dalam rangka memeriahkan Hari Raya Nyepi. Sumber : dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pawai ogoh-ogoh di Desa Linggoasri dalam rangka memeriahkan Hari Raya Nyepi. Sumber : dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Di tengah gemuruh berita-berita negatif yang sering menghiasi media sosial dan berita, kita sering kali terlewatkan pada contoh-contoh kecil dari toleransi dan kerukunan yang ada di sekitar kita. Salah satu tempat yang mungkin kurang terkenal namun patut untuk diberikan perhatian adalah Linggoasri, sebuah desa yang terletak di perbukitan Kabupaten Pekalongan.
ADVERTISEMENT
Toleransi adalah salah satu nilai mendasar dalam masyarakat, dan sering kali kita mengaitkannya dengan perbedaan agama, suku, maupun budaya. Di Linggoasri, toleransi adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, tetapi masyarakatnya mungkin tidak selalu menyadarinya. Ini merupakan toleransi yang melekat pada nilai-nilai masyarakat Linggoasri, sebuah warisan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi sebagai desa dengan berbagai macam agama yaitu islam, hindu, budha, dan kristen.
Di Linggoasri terdapat dua tempat ibadah bagi masing-masing pemeluk agama, yaitu ada masjid dan pura. Sedangkan untuk masyarakat yang beragama kristen dan budha melakukan ibadah diluar Linggoasri. Meskipun mayoritas masyaraktnya beragama islam, tetapi nilai toleransi yang sudah diwariskan takkan luntur dari zaman ke zaman.
Salah satu contoh nyata tolerasi adalah dalam hal kehidupan sosial. Nilai toleransi yang ada di Linggoasri sudah ditanamkan sedari dini, yaitu ketika anak-anak menuntut ilmu disalah satu Taman Kanak-kanak (TK) bernama TK Satu Atap. Dimana di TK tersebut anak-anak dijadikan satu tanpa memandang status agama. Kemudian ketika orang tua dari anak-anak tersebut datang dan berkumpul untuk menjemput anak mereka yang ada di TK, perbedaan agama tak menghalangi mereka untuk selalu berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Mereka tanpa sadar larut dalam pembiacaraan dengan senyum dan tawa yang selalu mengiringi dan menganggap perbedaan agama bukanlah sebuah halangan.
Pura Kalingga Satya Dharma di Desa LInggoasri. Sumber : dokumen pribadi
Selain itu, seperti yang diungkapkan salah satu kepala dusun di Linggoasri, Nur Azin, yang menyebutkan bahwa di Linggoasri setiap bulan muharram mengadakan santunan kepada anak yatim. Santunan tersebut dilakukan tanpa memandang status agama. Semua anak yatim dari agama apapun akan diberi santunan dengan adil.
ADVERTISEMENT
Sama halnya ketika hari raya nyepi, pengeras suara yang ada di masjid akan dimatikan untuk menghormati pemeluk agama hindu yang sendang khusyuk beribadah. Berlaku juga sebaliknya yaitu ketika hari raya idul fitri ataupun hari raya idul adha, para pemuda islam dan PERADAH (Perhimpunan Pemuda Hindu) saling membantu untuk membersihkan masjid yang akan digunakan untuk sholat. Puncak tertinggi dari nilai toleransi yang ada di Linggoasri adalah pemakaman yang dijadikan satu komplek. Makam yang ada di Linggoasri tidak dibuat hanya untuk agama tertentu, melainkan untuk semua masyarakat Linggoasri dengan agama apapun. Yang membedakan hanyalah doa dan tata cara pemakamannya.