Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Work From Anywhere bagi ASN
4 Maret 2021 11:13 WIB
Tulisan dari ridwansatriadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada sebuah webinar yang diadakan di pertengahan Oktober 2020, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana berpesan kepada seluruh ASN tentang kerja dari mana saja atau Working From Anywhere (WFA). Apa yang dikemukakan beliau sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan sudah pernah ada kajian yang dilakukan terkait kebijakan tersebut. Apabila WFA diterapkan, bukan tidak mungkin jumlah ASN akan dikurangi dan ASN tidak perlu lagi bekerja penuh waktu (full-time) di kantor. Produktivitas ASN tidak lagi diukur melalui absensi, melainkan berbasis hasil berupa output dan outcome.
ADVERTISEMENT
Kepala BKN memperkenalkan konsep WFA ini pada saat Indonesia menuju masa kenormalan baru (new normal) melalui sebuah webinar berjudul “Tetap Produktif di Era New Normal”. Konsep ini adalah sebuah perkembangan dari konsep sebelumnya yakni Bekerja dari Rumah (Work From Home). Hal ini selaras dengan salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo yakni Pengembangan SDM Menuju Era Teknologi Informasi. Program ini kemudian dikembangkan menjadi program SMART ASN dengan tujuan para ASN bisa berkompetisi berbasis kompetensi supaya sejalan dengan keinginan Indonesia untuk masuk ke dalam Era Revolusi Industri 4.0.
Konsep WFA selaras dengan salah satu dari lima program prioritas yang dicanangkan Presiden Jokowi. Program pertama adalah Pengembangan SDM Menuju Era Teknologi Informasi. Program ini diturunkan melalui dalam program SMART ASN. Harapannya, ASN dapat berkompetisi berbasis kompetensi agar selaras dengan keinginan Indonesia masuk ke dalam era revolusi industri 4.0 yang selalu digaungkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai strategi untuk pengelolaan ASN, pemerintah memiliki kebijakan strategis pembangunan SDM ASN yang berdasarkan Reformasi Manajemen ASN melalui UU ASN 5/2014, PP 17/2020 perubahan PP 11/2017, dan PP 49/2018. ASN Human Capital Management Strategy atau Strategi Pengelolaan ASN tersebut dibagi ke dalam 6 tahap, yakni sebagai berikut:
1. Perencanaan ASN
2. Rekrutmen dan Seleksi
3. Pengembangan Kapasitas
4. Penilaian Kinerja & Penghargaan
5. Promosi, Rotasi, & Karier
6.Peningkatan Kesejahteraan
Melalui 6P ini, maka akan menjamin kualitas SDM ASN yang siap untuk menjadi Smart ASN dalam menciptakan birokrasi berkelas dunia. Keenam tahap tersebut terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Khususnya untuk tahapan Pengembangan Kapasitas ASN terkait era teknologi informasi ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Terdapat banyak sekali rintangan yang berasal dari internal ASN sendiri. Mereka tentunya akan menjadi pengganjal sekaligus penjegal cita-cita Presiden dan Kepala BKN untuk menggulirkan konsep kerja WFA.
ADVERTISEMENT
Usia ASN dan Kemauan Belajar
Membahas tentang WFA, berarti juga membahas tentang teknologi informasi. Segala macam pekerjaan diselesaikan melalui perangkat computer atau gadget. Setelah pekerjaan selesai dilanjutkan dengan mengirimkan hasilnya melalui jaringan internet kepada rekan kerja atau atasan serta unit kerja terkait. Di sini, literasi komputer (computer literacy) sangatlah diperlukan.
Penggunaan komputer mungkin sudah menjadi hal yang biasa dan familiar bagi generasi milenial, namun berbeda dengan generasi baby boomer yang tidak begitu familiar dalam pemanfaatan teknologi informasi. Wajar jika mengatakan seperti itu, karena di masa kecil mereka sangatlah sedikit kesempatan untuk mempelajari computer maupun teknologi informasi lainnya. Kebanyakan dari generasi baby boomer ini baru berkenalan dengan komputer saat masuk dunia perkuliahan bahkan ada juga dari mereka ketika menjadi ASN lah baru mulai menggunakan komputer.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah benar anggapan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin sulit untuk belajar sesuatu yang baru? Dorn et.al. (1997) serta Gressand dan Lloyd (2014) membantah korelasi antara sulitnya belajar teknologi komputer dengan usia. Menurut mereka, kunci pemahaman pada teknologi modern ini adalah pembiasaan. Dengan kata lain, komputer harus menjadi seperti gadget yang dimiliki semua orang dan dipakai hampir setiap jam.
Paradigma bahwa belajar komputer hanya cocok bagi ASN muda adalah keliru. Hasil penelitian ahli di atas menegaskan bahwa usia hanyalah stigma menjadi alasan pembenaran dari kemalasan belajar. Adapun alasan lain bahwa komputer berbahasa Inggris juga sebenarnya bagian dari 1.001 alasan malas belajar. Saat ini sudah banyak aplikasi berbahasa Indonesia. Sebut saja keluarga Google dengan Google Documents, Spreadsheets, Slides, dan masih banyak lagi yang hampir semuanya berbahasa lokal. Malah, Google Search engine jika mau disetel ke bahasa Jawa atau Sunda pun bisa. Semua bisa, tinggal kuncinya adalah mau belajar atau tidak.
ADVERTISEMENT
Digitalisasi Dokumen Persuratan
Mengubah kebiasaan bekerja menggunakan kertas merupakan faktor dominan untuk bertransformasi menuju Smart ASN yang menerapkan revolusi 4.0. Penggunaan dokumen digital adalah kunci untuk masuk ke era ini. Perubahan kebiasaan dari memegang kertas menjadi memegang gadget / computer perlu terus dibiasakan.
Jika kita lakukan telaah lebih lanjut tentang sejauh mana program membiasakan diri menggunakan dokumen digital sepertinya akan sulit. Sebagian kecil ASN sudah membiasakan diri untuk membuat dan menggunakan dokumen tanpa kertas (paperless), bisa dibilang itu hanya berdasarkan inisiatif pribadi, bukan implementasi suatu program.
Sebagai contoh dalam pengelolaan dokumen persuratan, dalam praktiknya tidak dibarengi dengan larangan mencetak (print). Akibatnya, setiap kali pengajuan revisi, dokumen persuratan masih saja dicetak. Hal ini berdampak bagi lingkungan. Dan ini menjadi hal yang biasa terjadi di Instansi Pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kebiasaan menggunakan kertas masih dianggap perlu dilakukan daripada dokumen digital. Meskipun, setelah dicetak pun pada akhirnya dipindai (scan) menjadi dokumen digital. Lantas mengapa masih saja menggunakan kertas?
ADVERTISEMENT
Kebiasaan Rapat Secara Berkelompok
Rapat di luar jaringan (luring/offline) biasanya dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan banyak peserta di dalam suatu ruang rapat. Namun, di masa pandemi ini menjadi momen bagi kita untuk menilai apakah seorang ASN sudah siap masuk ke era teknologi.
Kebiasaan ditemani saat rapat adalah suatu hambatan dalam berubah ke era yang sama dengan negara maju. Tak jarang ditemukan ASN berkumpul di suatu ruang rapat untuk mengikuti suatu rapat daring. bukan karena tidak tersedianya koneksi internet di rumah. Namun karena kebiasaan ditemani saat rapat, meski masih pandemic.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan ketika mengikuti rapat sendirian melalui daring atau rapat luring bersama-sama. Ketika kita melakukan komunikasi melalui telepon pun pada intinya hampir sama dengan berbicara secara tatap muka. perasaan kesepian ketika berbicara pada laptop ketika rapat daring sebenarnya adalah suatu hal yang belum terbiasa saja.
ADVERTISEMENT
Work From Anywhere mewajibkan setiap ASN dapat melakukan pekerjaan di mana saja dan kapan saja. WFA harus dipisahkan dengan kebiasaan berkelompok yang identik dengan pada orang Indonesia. Perlu diingat bahwa WFA tidak membuat ASN menjadi antisosial. Bahkan, dengan menggunakan teknologi akan memudahkan para ASN untuk dapat saling berkomunikasi melalui dunia maya yang akan menghemat waktu serta biaya.
Rapat daring harus dimaknai sebagai alternatif media, bukan merupakan tujuan. Penggunaan jaringan internet sebagai media berarti memaksimalkan penggunaan sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi. Akan berbeda jika internet dimaknai sebagai tujuan, seperti pada sebagian besar pemain e-sport dan para hacker. Mereka memaknai penggunaan internet untuk hidup di dunia maya karena apa yang dilakukan tidak bisa dilanjutkan di dunia nyata.
ADVERTISEMENT