news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kepemimpinan Kolaboratif di Era Digital

Ridwansyah Yusuf Achmad
Konsultan Senior Indonesia Strategic Institute (INSTRAT); berdomisili di Kota Bandung
Konten dari Pengguna
22 April 2018 21:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ridwansyah Yusuf Achmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah realitas yang terjadi di negeri ini adalah masyarakat semakin terkoneksi dengan dunia digital. Dalam berbagai bentuk, baik itu social media, social messenger, apps, atau jejaring berbasis internet lainnya. Jaringan internet di rumah dan kantor, serta akses digital di smartphone menjadi bagian dari interaksi sosial masyarakat, kini masyarakat menerima dan menyebarkan informasi dengan basis digital. Perubahan pola interaksi human-to-human yang berbasis wall-to-wall atau machine-to-machine membuat sebuah transformasi pembudayaan baru di masyarakat.
Masyarakat kini senang bersosial, berguyub, bercerita dalam sebuah kelompok bersama, namun agak cenderung sukar terikat dalam sebuah relasi jangka panjang. Seseorang berada -sebutlah- dalam sebuah grup WhatsApp karena menemukan sebuah kepuasan, baik dia menerima informasi atau merasa sebagai sumber informasi. Dalam konteks menggaet banyak peserta dalam sebuah kelompok; bisa jadi saat ini dunia digital membantu mempercepat realisasi jumlah anggota sebuah kelompok. Namun dalam konteks menggerakkan anggota dari kelompok tersebut bukanlah hal yang mudah, cenderung menantang.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, terlepas dari dinamika dunia digital, dunia nyata sejatinya tidak ditinggalkan; hanya saya masyarakat berharap lebih dari paparan pertemuan di dunia nyata. Sebagai contoh, sebutlah sebuah tokoh berhasil meyakinkan banyak orang melalui video di YouTube yang disebarkan di dunia digitial, maka ketika kopi darat, mereka akan berharap dapat merasakan energi lebih, cerita lebih lengkap, dan ekspresi lebih kuat daripada di YouTube. Namun perlu di ingat, video di YouTube disiapkan dengan baik, dan bisa di edit, tak jarang kita menemukan seseorang tokoh dapat lebih baik di YouTube ketimbang dunia nyata.
Salah satu tokoh kharismatik yang mampu kombinasikan kedua hal ini, salah satunya adalah seorang pendakwah bernama Ust Abdul Somad; Bapak Abdul Somad mampu menyajikan sebuah pesan yang baik di YouTube, namun saat melihat langsung, kita merasakan energi lebih yang membuat peserta yang datang setiap acaranya selalu membludak. Saya sendiri menilai, paparan nyata Bapak Abdul Somad lebih keren daripada di YouTube, mungkin karena energi nya terasa langsung; itu kenapa saya menyebutnya sebagai tokoh kharismatik.
ADVERTISEMENT
HYPERCONNECTED
Sebuah buku menarik yang ditulis Jeremy Heimans dan Henry Timms berjudul ‘NEW POWER’ memberikan ulasan keren tentang bagaimana kekuatan, relasi kuasa, dan kepemimpinan berlaku dalam dunia yang ‘hyperconnected’. Heimans dan Timms berargumen bahwa Kolaborasi menjadi kunci dalam dunia saat ini. Manusia cenderung senang bergerak dengan semangat tidak terlalu formal, organisasi berbasis jaringan, keterbukaan, jangka pendek, mendorong partisipasi yang mampu mengangkat potensi kebaikan masing-masing, serta mempromosikan budaya berkarya.
Ini sangat menarik karena argumen kepempinan pada diskursus yang masih banyak digunakan adalah kepemimpinan bersifat structural, formal, hirarki, berbasis arahan, konsep inti-pendukung, dan cenderung ada layer (tertutup / semi tertutup). Untuk dunia militer saya kira tepat, namun untuk masyarakat sipil; bisa jadi diskursus ini perlu penyesuaian. Yang dapat di wujudkan dalam transformasi kelembagaan pada berbagai insitusi; termasuk namun tidak terbatas pada organisasi masyarakat, partai politik, yayasan, atau bahkan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) dalam survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia tahun 2017; 54,68% masyarakat Indonesia sudah terkoneksi dengan internet, dan jumah ini akan terus bertambah dalam dekade kedepan. Dengan catatan 34.45% masyarakat Indonesia saat ini adalah kelompok Milenial yang sangat terkoneksi dengan dunia digital. Artinya, bila berbicara pemimpin masa depan adalah pemimpin yang dapat berbicara dengan baik dengan masyarakat yang telah hyperconnected melalui dunia digital.
KOLABORASI ADALAH KUNCI
Kolaborasi menjadi kunci kepemimpinan Indonesia kedepan. Pemimpin dengan wajah baru harus bisa menggerakan masyarakat dengan nilai dan energi yang kuat sehingga masyarakat tergerak. Kunci kolaborasi adalah menjadikan setiap orang adalah sosok penting dalam kerja bersama ini. Kolaborasi juga bisa semakin kuat dengan pola organisasi berbasis jaringan; setiap kelompok diberikan peran yang sama-sama strategis dan pentingnya, dan pemimpin berperan sebagai Konduktor yang memastikan semua jejaring ini bergerak pada arah yang sama.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi akan semakin terasa bila ikon atau sosok yang menggerakan memang seorang yang menginspirasi; baik itu karena karya maupun karena narasi yang dibangun. Sosok hadir sebagai pemimpin bukan karena dia memaksakan kehendak, namun hadir karena pengakuan masyarakat luas atas akumulasi kebaikan yang telah dan tengah dilakukan.
Kolaborasi membuat setiap elemen bergerak dengan energi tanpa batas dan tak kenal ruang-waktu; karena mereka merasakan sebuah kolaborasi yang dibangun dengan platform kerja yang terbuka, mampu mendorong karya baru, mampu menghasilkan inovasi baru, dan membuat mereka merasa lebih baik dan menjadi manusia lebih bermanfaat dengan kolaborasi ini.
Kolaborasi yang dibangun bukan sekedar mengangkat sebuah tokoh, tetapi mengangkat sebuah nilai perjuangan bersama; yang mana mereka percaya dengan tokoh yang ada, rencana baik ini dapat terwujud.
ADVERTISEMENT
Indonesia kedepan perlu lebih banyak pemimpin seperti ini kedepan, karena sosok – sosok seperti inilah yang akan menjadi wajah Indonesia; baik untuk warga nya maupun untuk dunia.