Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Lebih Dekat Motinggo Busye dan Karya-karyanya
8 Desember 2020 17:07 WIB
Tulisan dari RIFA IMTINAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Motinggo Busye, Penulis Produktif Era 70-an
Indonesia memiliki banyak seniman yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan karya sastra, salah satunya adalah Motinggo Busye. Pria kelahiran KupangKota, TelukBetung, Bandarlampung, pada 21 November 1937 ini terkenal dengan tulisannya yang erotis. Cap tersebut tidak terlepas dari era kepenulisan Motinggo pada tahun 70-an, dimana belum banyak seniman yang berani menggambarkan dan mengangkat hal-hal yang berbau erotis. Motinggo dalam karya-karyanya memang mengangkat sesuatu yang masih sangat tabu untuk diperbincangkan, namun ia tidak secara langsung menggambarkan bagaimana hubungan intim terjadi. Motinggo lebih banyak menggunakan bahasa yang metaforis dan konotatif.
ADVERTISEMENT
Motinggo Busye merupakan nama pena yang mulai dipakai sejak 1953 bersamaan dengan diterbitkan karya puisinya di salah satu majalah. Karya-karya yang berbau erotis mulai ditulisnya setelah menikah dengan Laksmi pada 26 Juli 1926 di Yogyakarta dan kemudian menetap di Jakarta.
“Saya saat itu lebih cenderung mengangkat seks, karena novel seperti itu justru
Motinggo Busye yang memiliki nama asli Bustami Dating merupakan anak dari Pasangan Djalid Sutan Rajo Alam dan Rabi’ah Jakub asli Minangkabau. Selama rentang tahun 1960-an sampai 1980-an Motinggo telah melahirkan hampir 200 karya diantaranya, novel, film atau naskah drama. Selain mendapat cap sebagai penulis erotis, Motinggo juga disebut sebagai penulis ajaib karena ketika ia masih duduk di bangku SMP karyanya sudah mendapat persetujuan H.B. Jassin untuk dimuat di majalah Mimbar Indonesia.
ADVERTISEMENT
Karya berbentuk Novel diantaranya, Malam Jahanam (1962), Tidak Menyerah (163), Hari Ini Tak ada Cinta (1963), Perempuan Itu Bernama Barabah (1963), Dosa Kita Semua (1963), dll. Selain itu ia juga menulis naskah drama Badai Sampai Sore (1962), Nyonya dan Nyonya (1963), Malam Pengantin di bukit Kera (1963). Legenda seperti Buang Tojam (1963), Ahim-Ha (1963), dan Batu Serampok, ia juga menulis film seperti Biarkan Musim Berganti (1971), Tjintaku Djauh Dipulau dan lain-lain. Karya-karyanya kini tersimpan rapih di Perpustakaan Kongres di Washington, D.C.
Motinggo telah menjadi yatim sejak usia 12 tahun dankemudian di asuh oleh neneknya di Bukitinggi, Sumatera Barat. Setelah menamatkan SMA di Bukittinggi, Motinggo mengambil pendidikan ke Yogyakarta di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Motinggo merupakan salah seorang sastrawan yang namanya dikenal hingga mancanegara. Begitupun dengan karya-karyanya yang banyak diterjemahkan ke bahasa asing seperti bahasa Ceko, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Korea, Jepang dan Mandarin.
ADVERTISEMENT
Karyanya yang terkenal dan berhasil mendapat penghargaan, antara lain:
1. Drama Malam Jahanam memenangkan Sayembara Penulisan Drama Kementrian Pendidikan Pengajaran & Kebudayaan (1959),
2. Cerpen Nasihat untuk Anakku meraih penghargaan Hadiah Majalah Sastra (1962),
3. Cerpen Bangku Batu meraih penghargaan Hadiah ke-4 Sayembara Penulisan Cerpen Majalah (1997), Cerpen Terbaik Kompas (1999),
5. Cerpen Lonceng meraih penghargaan 10 Cerpen Terbaik 1990-2000 versi majalah orison (2000).
Motinggo wafat pada 18 Juni 1999 di usia 62 tahun, kepergiannya meninggalkan duka bagi keenam anaknya Ito, Rio, Soni dan Raf, Vera dan Gina yang telah menikah dan dikaruniai 7 orang cucu.