Hikmah Tersembunyi Pondok Pesantren: Meneladani Semangat Para Santri

Rifana Indira
ASN yang sedang bersekolah dan sebagai bagian Sesdilu 60
Konten dari Pengguna
22 April 2018 12:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifana Indira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sepintas, dunia diplomasi dan dunia pesantren seolah merupakan dua dunia yang berbeda. Hampir tak terbayangkan bahwa dua dunia itu ternyata bisa bertaut dan menyatu. Namun demikianlah yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Kesempatan langka ini terwujud berkat kegiatan diklat Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Kementerian Luar Negeri, yang mana total sejumlah 36 orang peserta diterjunkan ke lingkungan Pesantren Gontor yang namanya telah tersohor.
Sebanyak 18 orang diplomat muda laki-laki ditempatkan mengajar mengenai diplomasi dan isu-isu internasional di pondok Gontor khusus laki-laki yang terletak di Ponorogo, sekaligus lokasi dari kampus pusat Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor. Sedangkan kami, 18 orang diplomat muda perempuan, ditugaskan dengan mandat serupa di pondok pesantren khusus putri Gontor, Mantingan, Ngawi. Saya adalah salah satu dari mereka.
Kota Ngawi terletak 2 jam perjalanan berkendara dari kota Solo. Setibanya di sana, kesan pertama yang sangat terasa adalah panas terik mataharinya yang sangat menyengat. Namun panasnya udara saat itu perlahan berganti dengan hembusan kedamaian ketika memasuki gerbang Pondok Gontor.
ADVERTISEMENT
Saat itu hari Jumat, dan pondok ramai dengan kunjungan para orang tua yang merindukan anak-anaknya yang sedang berjuang menuntut ilmu di pondok modern itu. Beberapa gazebo hijau yang berjajar dan gelaran tikar orang-orang di depan pintu gerbang, menampilkan raut bahagia orang-orang yang berbagi rasa setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya tidak bertemu.
Pertemuan santriwati dengan keluarganya. Foto: Din Arini.
Sungguh banyak hal yang dapat dipelajari dari kegiatan tinggal dan mengajar di pondok ini. Namun beberapa hal yang paling menonjol untuk dipelajari bagi kebanyakan orang dewasa seperti saya dan rekan-rekan (atau bahkan masyarakat luas), antara lain kesederhanaan, keikhlasan, kerukunan, kedisiplinan dan semangat belajar yang tinggi.
Kesederhanaan
Kesederhanaan mungkin bukan hal yang sulit bagi banyak orang di negara berkembang seperti Indonesia, namun bagi sebagian kalangan, kesederhanaan barangkali justru bisa juga menjadi tantangan yang sangat menarik bagi sebagian orang.
ADVERTISEMENT
Banyak orang apalagi kaum muda telah terbiasa atau dibiasakan dengan penggunaan berbagai teknologi misalnya. Namun, teman-teman santriwati di pondok gontor harus terbiasa dengan kesederhanaan dimana ada pelarangan penggunaan telepon seluler, tidak hanya itu tapi juga pembatasan jumlah pakaian, dan hal lainnya.
Mungkin ada banyak pro-kontra tentang pembatasan ini, karena saat ini telepon seluler dapat menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan, namun di sisi lain, keberadaan telepon seluler dipandang juga memiliki mudharat apalagi jika digunakan oleh santriwati yang kesehariannya memiliki serangkaian kegiatan.
Pembatasan pakaian antara lain ditujukan juga untuk pembiasaan santriwati mengurus diri sendiri, mengelola waktu dan tenaga untuk mencuci pakaiannya. Dengan terbiasa dengan kesederhanaan, mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan kondisi seperti apapun. Kesederhanaan juga dapat meningkatkan semangat mereka untuk berjuang menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Keikhlasan dan Kerukunan
Bicara keikhlasan, tentu diperlukan para santriwati mengingat mereka tinggal dengan berbagai macam orang dengan latar belakangnya, sifat dan kebiasaan masing-masing. Ikhlas memahami orang lain, ikhlas beribadah, ikhlas melaksanakan tugas yang dibebankan, antara lain beberapa hal yang ditanamkan dalam benak para santriwati.
Tidak hanya para santriwati, para pengajar pun ternyata juga memiliki jiwa keikhlasan yang tinggi, ingin berbagi ilmu mengabdi sekaligus mendapatkan ridho dan barokah dari Yang Maha Kuasa tanpa perhitungan gaji tetap, berbeda dari sistem penggajian guru-guru di sekolah lain pada umumnya.
Pondok pesantren merupakan salah satu ciri khas pendidikan di Indonesia, yang tidak diperoleh di negara lain. Banyaknya para santriwati dari berbagai suku dari berbagai daerah, serta perbedaan karakter mengajarkan bagaimana mereka dapat hidup bersama dengan rukun. Dalam pengaturan penempatan tinggal di asrama yang tiap ruangannya memuat sekitar 25 orang, diupayakan agar terdiri dari berbagai suku.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dari berbagai daerah di Indonesia, pondok Gontor seringkali dikunjungi oleh para santri dari beberapa negara tetangga. Seperti Malaysia, Thailand. Pada hari pertama kunjungan kami berkesempatan bertemu dengan sekitar 20 orang santriwati asal Malaysia yang baru saja mulai mondok hingga awal bulan Ramadhan nanti.
Bersama para santriwati dari Malaysia setelah kegiatan kuliah subuh. Foto: Muhsinin Dolisada.
Berbincang dengan para mahasiswi Universitas Darussalam yang telah mengenyam pendidikan di pondok Gontor sejak lulus SD, beberapa orang menyampaikan “Pondok ini seperti rumah kedua bagi saya, lingkungan yang penuh persaudaraan membuat saya sangat betah tinggal disini”.
Menjawab penasaran saya mengenai adanya orang-orang yang melarikan diri, para santriwati tidak menafikan adanya fakta tersebut, namun mereka menyampaikan adanya sebagian banyak yang ingin kembali karena rasa persaudaraan yang melekat.
ADVERTISEMENT
Kedisiplinan dan Semangat Belajar
“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,” kalimat ini terpampang pada spanduk-spanduk di halaman pondok. Tidak salah, karena pondok modern Gontor memiliki berbagai mata pelajaran, baik terkait ilmu agama meliputi pemahaman tafsir, hadits, hingga hafalan Al Quran, maupun berbagai ilmu lainnya meliputi geografi, biologi dan berhitung.
Pendidikan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris juga terlihat menonjol, dan dua bahasa asing ini wajib diterapkan sehari-hari dalam kegiatan mengajar maupun dalam percakapan antar santriwati. Bisa dibayangkan kan kelancaran bahasa asing mereka? Bahasa Indonesia hanya dapat digunakan oleh para santriwati yang baru masuk sebelum mereka mendapatkan pendidikan bahasa asing di pondok.
ADVERTISEMENT
Kedisiplinan tentunya juga menjadi ciri kehidupan di pondok pesantren yang harus dibiasakan oleh para santriwati dalam menaati peraturan. Sekalinya mereka melanggar, maka harus berhadapan dengan sanksi yang diterapkan, seperti menghafalkan ayat Al Quran sambil berdiri ketika datang terlambat.
Persiapan ujian, para santriwati belajar dimanapun. Foto: Pribadi.
Semangat mereka belajar sangat terasa saat saya tinggal di pondok karena sedang masa ujian. Pemandangan anak-anak santriwati sedang belajar terlihat di sekeliling pondok.
Mahasiswi lainnya, Din Rusyda Arini, menyampaikan kepada kami yang ingin tahu alasannya betah mengenyam pendidikan di Gontor selama 12 tahun, “Bagi saya pribadi, karena pondok selalu memberikan dan memfasilitasi kegiatan yang mengandung banyak pembelajaran, sehingga kami selalu haus untuk mendapatkan yang lebih banyak lagi dan lagi”.
Mahasiswi jenjang universitas mempelajari simulasi sidang negosiasi multilateral PBB dari para Diplomat muda. Foto: Pribadi.
ADVERTISEMENT
Dalam percakapan dengan para diplomat muda, tidak sedikit bahkan yang menunjukkan minatnya untuk melanjutkan studinya kelak di luar negeri untuk memperdalam ilmu kedokteran, ilmu teknik, atau lainnya, ada juga yang menyatakan ketertarikannya menjadi diplomat setelah lulus dari jenjang kuliah.
Semangat belajar mereka menumbuhkan harapan akan masa depan Indonesia yang berada di tangan para generasi muda milenial terkini. Semoga mereka kelak menjadi pembangun bangsa yang berwawasan luas, bijaksana dan bermartabat.