Konten dari Pengguna

Omotenashi: Membuka Pintu Kelezatan Halal untuk Mahasiswa Muslim Asing di Jepang

Rifangga Alfarezi
Students Islamic Banking, Faculty of Economics and Business UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13 Juli 2023 21:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifangga Alfarezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://images.pexels.com/photos/2664216/pexels-photo-2664216.jpeg
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://images.pexels.com/photos/2664216/pexels-photo-2664216.jpeg
ADVERTISEMENT
Jepang, sebuah negara dengan budaya dan gastronomi yang kaya, telah menyaksikan perkembangan yang signifikan dalam menyediakan makanan halal bagi mahasiswa muslim. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bagaimana budaya omotenashi Jepang telah mendorong upaya ini, serta memberikan data restoran jepang yang sudah menyediakan makanan halal. Mari kita mulai menjelajah!
ADVERTISEMENT
Jepang merupakan negara yang memiliki budaya unik dengan latar belakang Budha, Shinto dan Konfusius. Pemujaan Budha, Shinto dan Konfusius ini menyebabkan banyaknya jumlah kuil-kuil di Jepang. Banyak tempat tujuan wisata yang merupakan tempat pemujaan bangsa Jepang ini. Seperti Asakusa di Tokyo, Itsukushima Jinja di Hiroshima atau Dasaifu Tenmangu di Fukuoka. Dengan adanya tempat wisata yang indah dan bersih terawat membuat banyak wisatawan berkunjung untuk ikut menikmati keunikan dan keindahan Jepang. Wisatawan yang berkunjung tidak hanya dari dalam Jepang saja, namun juga dari mancanegara muslim termasuk di dalamnya (Janti, 2020).
Meningkatnya jumlah mahasiswa muslim asing yang belajar di berbagai universitas di Jepang telah meningkatkan permintaan akan makanan halal di negara tersebut. Menyadari kebutuhan ini, kantin-kantin di beberapa universitas mulai menyediakan makanan halal (Yusof & Shutto, 2014).
ADVERTISEMENT
Kriteria makan halal dalam syariat Islam yang pertama tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi, kedua tidak memabukkan atau bukan khamr maupun produk turunannya, ketiga bahan yang berasal dari hewan harus berasal dari hewan yang halal serta disembelih sesuai syariat Islam, keempat tidak termasuk dalam kategori najis seperti bangkai, darah, kotoran dan lain-lain, dan kelima semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan alat transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang tidak halal. Jika pernah digunakan untuk babi atau tidak halal lainnya dan kemudian akan digunakan untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut syariat Islam. Penggunaan fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak diperbolehkan (Hidayatullah, 2020).
ADVERTISEMENT
Universitas Osaka menjadi pelopor dengan memulai penyediaan makanan halal pada tahun 1995, diikuti oleh Universitas Kyushu pada tahun 2005, Universitas Nagoya pada tahun 2006, Universitas Tokyo dan Universitas Tohoku pada tahun 2007, serta Universitas Kyoto pada tahun 2009 dan Universitas Waseda pada tahun 2012. Kantin-kantin di universitas-universitas terkemuka ini telah lebih dulu membuka diri bagi mahasiswa asing muslim dengan menyediakan makanan halal.
Sumber: https://pixabay.com/id/photos/bangunan-toko-kafe-belanja-etalase-7036500/
Peran penting dari budaya omotenashi, yaitu keramah-tamahan khas Jepang, juga berperan dalam meningkatnya penyediaan makanan halal di kantin-kantin universitas. Budaya omotenashi yang kuat mendorong Jepang untuk mengakomodasi kebutuhan dan preferensi wisatawan muslim, termasuk mahasiswa asing muslim yang belajar di universitas-universitas Jepang.
Dalam bahasa Jepang, omotenashi disebut juga hospitality atau keramah-tamahan. Apakah yang dimaksud dengan keramah-tamahan di sini ? Keramah-tamahan dapat dilakukan oleh siapa pun di seluruh dunia, maka apa yang dimaksud dengan omotenashi yang khas Jepang ini ? Bila dilihat dari tulisannya, omotenashi terdiri dari karakter 持てな し(motenashi) yang berarti cara memperlakukan tamu, hidangan yang disajikan kepada tamu. Di awal kata motenashi diberi tambahan (o) yang menunjukkan kesopanan, sehingga menjadi kata omotenashi (Janti, 2020).
ADVERTISEMENT
Dalam budaya omotenashi, tuan rumah di Jepang berusaha untuk memberikan pengalaman terbaik kepada tamu mereka, dengan penuh perhatian terhadap kebutuhan dan kenyamanan mereka. Dalam konteks makanan halal, hal ini berarti universitas-universitas terkemuka di Jepang telah mengambil inisiatif untuk menyediakan makanan halal sebagai bagian dari upaya mereka dalam memberikan pelayanan yang baik kepada mahasiswa asing muslim.
Meningkatnya jumlah mahasiswa asing muslim di Jepang juga menjadi faktor penting dalam pertumbuhan penyediaan makanan halal di kantin-kantin universitas. Dengan adanya peningkatan ini, permintaan akan makanan halal semakin meningkat, sehingga universitas-universitas perlu beradaptasi dan menyediakan opsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan agama dan kepercayaan para mahasiswa tersebut.
Sumber: https://pixabay.com/id/photos/malam-pasar-bangunan-rakyat-2601888/
Selain itu, perkembangan makanan halal di kantin-kantin universitas juga mencerminkan komitmen Jepang dalam menjadi tuan rumah yang ramah bagi para mahasiswa asing, termasuk mahasiswa muslim. Dengan menyediakan makanan halal, universitas-universitas tersebut menunjukkan sikap inklusif dan penghargaan terhadap keberagaman budaya dan agama, serta memberikan lingkungan yang mendukung bagi mahasiswa asing muslim dalam menjalani studi mereka di Jepang.
ADVERTISEMENT
Perkembangan ini juga mencerminkan pentingnya pendekatan holistik dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa asing muslim. Selain memberikan pendidikan yang berkualitas, universitas-universitas Jepang juga memastikan bahwa aspek makanan dan katering tidak menjadi hambatan bagi mahasiswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari di lingkungan universitas.
Dengan demikian, melalui peran omotenashi dan respons terhadap kebutuhan mahasiswa asing muslim, kantin-kantin universitas di Jepang telah menjadi contoh bagaimana pelayanan makanan halal dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat muslim yang semakin berkembang di negara ini.
Dengan meningkatnya jumlah mahasiswa muslim di Jepang, produsen makanan menyadari pentingnya menyediakan makanan halal. Pada tahun 2015, tercatat ada 52 restoran halal di Jepang yang terdaftar dalam panduan wisata oleh Japan National Tourism Organization (JNTO) untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan muslim. Awalnya, restoran halal hanya terbatas pada yang dikelola oleh pemilik muslim. Namun saat ini, bisnis kuliner Jepang yang dikelola oleh non-muslim pun mulai tertarik dengan makanan halal.
Sumber: Edited In Canva (11/07/2023) 16:35 WIB
Bisnis makanan halal masih terus berkembang dengan pesat di Jepang hingga saat ini. Menurut website halalgourmet, dari awal Bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan November 2019, terdaftar sebanyak 792 restoran yang menyediakan makanan halal, tetapi diantaranya hanya 185 tempat yang memiliki sertifikat halal. Sementara itu, restoran yang menggunakan daging halal dalam produknya berjumlah 456 tempat. Dapat dilihat di sini bahwa sebuah restoran dapat menggunakan bahan baku yang bersertifikat halal, meskipun restoran itu belum memiliki sertifikat halal. Sebanyak 313 restoran bahkan menjamin peralatan dapur dan makan benar-benar halal dan dipisahkan dari non-halal.
ADVERTISEMENT
Peran omotenashi dapat dilihat dari sikap ramah yang ditunjukkan oleh masyarakat Jepang terhadap mahasiswa muslim asing. Sikap tersebut tercermin dalam peningkatan ketersediaan makanan halal, baik melalui restoran dan kedai yang menyajikan makanan halal, maupun melalui fasilitas lain yang memudahkan mahasiswa muslim asing menikmati keindahan Jepang. Pertumbuhan jumlah makanan halal di Jepang lebih disebabkan oleh permintaan pasar daripada peningkatan jumlah penduduk Jepang yang memeluk agama Islam, karena Jepang lebih fokus pada aspek ekonomi dan modal. Lebih baik lagi jika ketersediaan makanan halal di Jepang dapat dibantu oleh negara dengan mayoritas penduduk muslim, seperti Indonesia atau Malaysia, sehingga membuka peluang pasar bagi kedua negara tersebut dalam menentukan halal atau tidaknya makanan dan minuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Hidayatullah, M. S. (2020). Sertifikasi dan Labelisasi Halal Pada Makanan dalam Perspektif Hukum Islam (Perspektif Ayat Ahkam). YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 11(2), 251. https://doi.org/10.21043/yudisia.v11i2.8620
Janti, I. S. (2020). Perkembangan Makanan Halal di Jepang. Jurnal Sosiologi Reflektif, 14(2), 389. https://doi.org/10.14421/jsr.v14i2.1772
Yusof, S. M., & Shutto, N. (2014). The Development of Halal Food Market in Japan: An Exploratory Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 121(4), 253–261. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1126