Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Tekanan Sosial Dalam Tradisi Memberikan Hadiah di Jepang
2 Oktober 2024 21:32 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Rifdah Rahmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pendahuluan
ADVERTISEMENT
Memberi hadiah adalah sebuah tindakan baik yang dilakukan seseorang sebagai bentuk ucapan terima kasih, balas budi, dan apresiasi terhadap orang lain. Tidak semua orang mampu menyampaikan ketulusan hati melalui kata-kata, sehingga ada orang yang memilih menyampaikan apa yang dia ingin sampaikan dengan hadiah. Pada umumnya, hadiah merupakan sesuatu yang diberikan secara sukarela tanpa mengharapkan balasan dari orang lain. Namun, orang Jepang memiliki pandangan berbeda terhadap budaya memberikan hadiah. Sebagai penerima hadiah, tentu seseorang akan merasa bahagia. Bagi orang Jepang, justru dengan menerima hadiah, seseorang merasa memiliki kewajiban untuk membalas hadiah itu di lain kesempatan. Siklus saling memberikan hadiah ini memang menciptakan sebuah masyarakat yang harmonis dan akrab. Sayangnya, ketika dilakukan secara terus-menerus juga menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Berikut penjelasan bagaimana budaya saling memberikan hadiah memiliki potensi kemunculan masalah sosial.
ADVERTISEMENT
Memahami Zoutou dalam Kebudayaan Jepang
Dalam masyarakat Jepang, terdapat sebuah tradisi saling memberikan hadiah yang disebut dengan Zoutou (贈答). Zoutou adalah budaya saling memberikan hadiah kepada kerabat, teman, dan rekan kerja yang dilakukan secara terus-menerus. Orang Jepang terbiasa memberikan hadiah di acara-acara penting. Menurut Befu (1984 : 40-42) terdapat 85 jenis acara penting yang menjadi tempat bagi orang Jepang untuk saling mengirimkan hadiah. Dalam data tersebut, semua peristiwa dalam kehidupan mereka baik itu kelahiran, pernikahan, hadiah musiman, apresiasi, hingga permintaan maaf dapat menjadi alasan bagi seseorang untuk mengirimkan hadiah.
Salah satu jenis hadiah zoutou adalah pada saat acara seremonial. Misalnya, ketika ada keluarga yang melahirkan anak dengan selamat, keluarga lain akan mengirimkan hadiah sebagai ucapan selamat. Ketika keluarga teman lain yang melahirkan anak, maka keluarga tersebut akan membalas hadiah yang sudah mereka terima. Tradisi ini terus berlanjut hingga saat upacara pernikahan hingga kematian. Acara lain yang menjadi tempat bagi orang Jepang untuk saling bertukar hadiah adalah pada saat musiman, seperti tahun baru, ochuugen, dan oseibo. Pada saat tahun baru orang Jepang biasanya akan pulang ke kampung halaman masing-masing. Sehingga, mereka hanya bisa berkomunikasi dengan mengirimkan ucapan selamat melalui kartu ucapan tahun baru yang disebut dengan nengajou. Tradisi ini sudah ada sejak zaman tradisional yang masih dipertahankan meskipun internet dan telepon genggam sudah banyak digunakan di Jepang. Ochuugen dan Oseibo prinsipnya sama, yaitu mengirimkan hadiah pada hari raya Obon ketika orang Jepang pulang ke kampung halaman masing-msing di bulan Juli atau Desember. Hadiah-hadiah yang diberikan pada upacara seremonial ini terus dilakukan setiap tahun dalam rangka menjaga keakraban dan keharmonisan hubungan dekat.
ADVERTISEMENT
Zoutou tidak hanya diterapkan dalam hubungan masyarakat saja, namun juga terdapat dalam konteks bisnis. Dalam rangka menjalin hubungan kerja sama, hadiah juga digunakan untuk memperkuat hubungan antar perusahaan. Hadiah dapat diartikan sebagai bentuk pengakuan terima kasih atas kontribusi yang diberikan pada mitra kerja sama. Nilai hadiah yang diberikan juga tidak bisa asal pilih, karena hadiah yang terlalu murah akan dianggap tidak menghargai dan hadiah yang terlalu mahal akan dianggap mengagungkan pihak lain. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan menyimpan stok hadiah untuk diberikan kepada tamu dari perusahaan lain. Selain itu, masyarakat Jepang juga sangat menjunjung tinggi hierarki sosial secara vertikal. Sangat wajar jika seorang karyawan memberikan hadiah pada senior yang selama ini telah membantunya. Ini juga berhubungan dengan budaya memberikan cokelat Valentine. Selama ini yang sering dimunculkan di media adalah wanita memberikan cokelat pada kekasih laki-laki. Pada kenyataannya, budaya memberikan cokelat ini juga dilakukan wanita-wanita pekerja untuk menunjukkan rasa terima kasih pada atasan laki-laki atas bantuan yang telah diberikan saat bekerja. Ketika seorang karyawan dinas atau wisata ke luar, karyawan lain juga berekspetasi orang yang pergi ke luar itu pulang dengan membawa oleh-oleh. Memang, tidak akan ada yang marah jika seseorang tidak memberikan hadiah. Namun, di Jepang sangat penting untuk menjaga keharmonisan sosial. Terutama karena orang Jepang memiliki karakter merasa terbebani jika tidak memberikan hadiah balasan.
ADVERTISEMENT
Memberikan hadiah sebagai sebuah kewajiban
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, orang Jepang merasa terbebani jika tidak membalas hadiah yang sudah diterima. Dua rekan yang memiliki hubungan dekat akan bertukar hdiah secar terus-menerus. Dalam kasus tertentu, bahkan ada keluarga yang memiliki catatan khusus untuk mencatat hadiah yang diterima dari keluarga mana dan siapa. Pencatatan ini memudahkan keluarga tersebut untuk mengingat orang yang memberikan hadiah tersebut beserta dengan nilai barang yang diterima. Hal ini dilakukan karena komunikasi secara implisit tentang adanya ketidaksopanan jika memberikan hadiah balasan dengan nilai hargayang lebih rendah. Hal ini menyebabkan setiap keluarga harus menyediakan anggaran untuk hadiah balasan pada setiap keluarga yang telah memberikan hadiah untuk mereka. Terkadang, nilai anggaran untuk hadiah juga lebih besar daripada anggaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari jika mereka memiliki relasi yang luas.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hubungan bisnis, pemberian hadiah dapat menjadi ajang persaingan dalam perusahaan untuk memberikan hadiah terbaik. Hal ini dengan tujuan agar perusahaan yang dituju lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan mereka daripada perusahaan lain. Esensi hadiah yang seharusnya menjadi bentuk ungkapan tulus justru bergeser menjadi persaingan secara materi. Hadiah yang diberikan dari bawahan kepada atasan juga dapat menjadi praktik penyuapan yang disebut dengan wairo. Pemberian hadiah menjadi aksi terselubung yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan atasan atau demi mendapatkan keuntungan secara pribadi. Biasanya, hal ini terjadi ketika seorang bawahan ingin mendapat promosi karir yang lebih baik melalui proses yang tidak sah. Namun, ada juga atasan yang menyalahgunakan praktik zoutou ini dengan menyalahi hak-hak karyawan yang tidak memberikan hadiah zoutou seperti yang dia inginkan.
ADVERTISEMENT
Pemberian cokelat Valentine dari pekerja wanita ke atasan laki-laki juga dapat menyebabkan isu gender, dimana wanita diharapkan memberikan hadiah bagi laki-laki yang lebih superior. Memang, di Jepang sendiri juga sudah ada tradisi White Day, dimana para laki-laki memberikan girichoko atau cokelat balasan Valentine. Namun, itu sendiri juga terkait propaganda bisnis cokelat yang mengada-ada alasan untuk saling memberikan hadiah. Seseorang yang bepergian untuk urusan dinas atau liburan menjadi tidak tenang karena harus memikirkan oleh-oleh untuk diberikan kepada rekan kerja saat pulang dari perjalanan.
Pemberian hadiah memiliki berbagai macam jenis di Jepang dan menimbulkan masalah ekonomi bagi individu dan keluarga. Jika setiap keluarga diharapkan memberi hadiah pada setiap acara tertentu yang melibatkan keluarga terdekat, tentu anggaran yang harus disiapkan juga semakin besar. Pemberian hadiah kemudian tidak lagi menjadi bentuk ungkapan tulus namun menjadi sebuah kewajiban sosial yang tidak bisa ditinggalkan. Hal ini disebut dengan giri, yaitu kewajiban moral bagi orang Jepang untuk membalas kebaikan atau hadiah yang diterima. Seseorang akan merasa bersalah dan terancam mendapatkan sanksi sosial jika ia tidak memberikan atau membalaskan hadiah. Selain itu, orang Jepang terbiasa berkomunikasi secara nonverbal yang disebut sebagai haragei. Seseorang yang tidak memberikan hadiah dapat dianggap sebagai ketidakharmonisan dalam hubungan.
ADVERTISEMENT
Dalam mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang telah berupaya untuk mengurangi konsumsi masyarakat Jepang dengan menghimbau penghematan pengeluaran biaya untuk peringatan upacara tradisional dan kampanye hidup sederhana sejak zaman Meiji. Beberapa kampanye mulai dari Pameran Reformasi Pola Hidup (1919), Rencana Kerja Osaka (1939) yang menghimbau untuk hidup hemat, hingga kampanye menabung (1952) juga telah dilakukan demi menekan angka pemborosan dalam konsumerisme untuk kebutuhan yang tidak terlalu penting. Sayangnya, tradisi saling memberikan hadiah telah begitu mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang. Pemberian hadiah merupakan simbol bagi masing-masing individu untuk memiliki hubungan dengan orang lain. Tidak mudah untuk mengurangi tradisi ini agar tidak menyulitkan anggota masyarakatnya tanpa merusak nilai-nilai yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Memberikan hadiah memang sebuah kebiasaan yang baik karena dapat mempererat hubungan kekeluargaan dan menjaga keharmonisan masyarakat. Namun, jika kebudayaan ini dilakukan terus-menerus dengan rasa pemenuhan tanggung jawab akan menjadi beban bagi individu dan keluarga. Penting untuk disadarai bahwa memberi hadiah adalah bentuk apresiasi yang diberikan secara tulus tanpa mengharapkan imbalan. Melalui pembaruan pola pikir tersebut, seseorang tidak lagi perlu merasa wajib untuk memberikan hadiah atau merasa bersalah jika tidak membalas hadiah yang sudah diterima.
Salah satu cara yang paling mudah untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan ini adalah dengan mengurangi frekuensi pemberian hadiah. Hadiah bisa diberikan secukupnya saja selama diberikan dengan tulus. Pemerintah dapat mulai menerapkan kebijakan pembatasan pemberin hadiah di lingkungan bisnis guna menghindari gratifikasi, seperti yang sudah dilakukan di Indonesia. Suatu budaya memang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Namun, butuh pengambilan langkah awal untuk menyelesaikan masalah sosial yang bertujuan pencapaian kehidupan bermasyarakat damai dan harmonis.
ADVERTISEMENT