Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketika Perselingkuhan Melukai: Apakah Mindfulness Memiliki Jawabannya?
5 Desember 2024 13:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rifki Nur Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mindfulness dalam hubungan romantis
Mindfulness adalah pemberian perhatian yang sadar dan tanpa menghakimi terhadap pengalaman saat ini (Kabat-Zinn, 1990). Dalam hubungan romantis, mindfulness dapat mempengaruhi proses emosional, kognitif, dan perilaku interpersonal dimana individu dapat mengenali dan menerima emosi serta reaksi yang muncul dengan bijaksana dan tidak reaktif. Dalam konteks perselingkuhan, mindfulness dapat menjadi alat untuk menghadapi trauma emosional dengan lebih jernih. Penelitian yang dilakukan oleh Karremans dkk. (2016) menunjukkan bahwa mindfulness memungkinkan pasangan untuk memahami perasaan mereka sendiri dengan kesadaran dan pengakuan atas emosi negatif yang dirasakan. Dengan kata lain, mindfulness memungkinkan individu menghadapi emosi yang kompleks tanpa terjebak dalam pola reaksi impulsif yang merusak.
Antara bertahan atau berakhir?
Perselingkuhan seringkali menimbulkan dinamika respon pada pasangan, keputusan untuk bertahan dan mengakhiri hubungan dipengaruhi oleh banyak faktor yang menjadikan permasalahan menjadi semakin kompleks. Mindfulness dalam hubungan dapat menjadikan individu lebih sadar terhadap emosi yang dirasakan tanpa penghakiman. Kesadaran akan emosi dan pengakuan akan perasaan negatif yang dirasakan terhadap pasangannya yang berselingkuh dapat merusak "pembenaran diri" untuk tetap berada dalam hubungan yang bermasalah dan mendorong seseorang untuk meninggalkan hubungan yang bermasalah (Brown & Ryan, 2003).
ADVERTISEMENT
Masih ragu dan berharap dirinya bisa berubah?
Dalam kaitannya dengan kepuasan hubungan, ketika muncul ketidaksesuaian dalam diri pasangan, menerima kekurangan pasangan tanpa mencoba untuk mengubah pasangan merupakan cara berkelanjutan untuk mengatasi perbedaan. Namun, penerimaan disini bukan berarti individu tidak terganggu dengan kekurangan pasangannya tetapi lebih kepada menerima bahwa kekurangan itu ada dan dapat menimbulkan kekesalan ataupun emosi negatif lainnya dan bukan bentuk pasrah terhadap keadaan dan menoleransi kerusakan dalam karakter pasangan (Karremans et al., 2016).
Lagipula, perlu dipahami bahwa perselingkuhan seringkali melibatkan pola perilaku yang lebih dalam dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Knopp dkk. (2017) menunjukkan bahwa perselingkuhan memiliki kecenderungan untuk berulang dalam hubungan. Studi tersebut menemukan bahwa pelaku perselingkuhan tiga kali lebih mungkin untuk melakukannya lagi di masa depan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, daripada mengharapkan pasangan yang berselingkuh untuk berubah, cobalah untuk sadar dan menerima kenyataan perselingkuhan yang dilakukan dan sadari emosi yang muncul akibat hal tersebut. Meskipun mindfulness dapat membantu individu untuk mengelola hubungan dengan baik, dalam beberapa kasus, praktik ini justru membantu individu untuk menyadari bahwa hubungan yang melibatkan perselingkuhan tidak lagi sehat untuk dipertahankan.
Menerapkan mindfulness
Langkah-langkah konkret untuk menerapkan mindfulness dalam menghadapi perselingkuhan melibatkan berbagai teknik sederhana namun efektif. Salah satu langkah awal adalah dengan memiliki kesadaran akan pengalaman saat ini dan dalam tindakan yang akan dilakukan mempertimbangkan konsekuensi baik dalam hal positif maupun negatif di masa depan. Selain itu, sadari perasaan atau emosi yang dirasakan setelah perselingkuhan tersebut tanpa terjebak dan menekan emosi yang bergejolak. Kemampuan memperhatikan emosi negatif secara penuh tanpa menekannya dapat meningkatkan rasa welas asih terhadap diri sendiri sehingga ketika pada akhirnya dengan kesadaran diri dan pengakuan akan emosi negatif yang dirasakan dalam hubungan dapat mendorong individu untuk meninggalkan hubungan yang bermasalah (Neff, 2003). Mindfulness juga dapat dilatih dengan praktik meditasi dimana individu memfokuskan perhatian pada satu objek (misalnya pernapasan), tetapi ketika “pengganggu” muncul, individu memperhatikannya dengan sikap terbuka dan tidak menghakiminya (misalnya hanya memperhatikan adanya suara yang berisik atau pengganggu lainnya, tanpa menghakiminya) dan kemudian mengembalikan perhatian ke objek meditasi (Lutz dkk., 2008). Teknik ini memberikan ruang bagi individu untuk merespons situasi dengan lebih bijaksana, daripada bereaksi secara impulsif.
ADVERTISEMENT
Penutup
Pada akhirnya, mindfulness bukanlah solusi instan untuk menyembuhkan hubungan setelah perselingkuhan. Namun, ia menawarkan pendekatan yang penuh kesadaran untuk mengelola emosi, memperbaiki komunikasi, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana tentang masa depan hubungan. Dalam beberapa kasus, mindfulness membantu pasangan memperbaiki hubungan dengan membangun pola komunikasi dan kepercayaan yang lebih sehat. Namun, dalam kasus lain, mindfulness dapat membuka jalan bagi individu untuk menyadari bahwa perpisahan adalah langkah terbaik untuk melepaskan pola destruktif dan membangun masa depan dengan pemahaman realistis akan konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil.
Referensi
Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2003). The benefits of being present: Mindfulness and its role in psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 822-848.
ADVERTISEMENT
Hall, J. H., & Fincham, F. D. (2009). Psychological distress: Precursor or consequence of dating infidelity? Personality and Social Psychology Bulletin, 35(2), 143–159. https://doi.org/10.1177/0146167208327189
Infidelity | Psychology Today. (n.d.). Www.psychologytoday.com. https://www.psychologytoday.com/intl/basics/infidelity
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain and illness. New York, NY: Delacourt.
Karremans, J. C., Schellekens, M. P. J., & Kappen, G. (2016). Bridging the sciences of mindfulness and romantic relationships. Personality and Social Psychology Review, 21(1), 29–49. https://doi.org/10.1177/1088868315615450
Knopp, K., Scott, S., Ritchie, L., Rhoades, G. K., Markman, H. J., & Stanley, S. M. (2017). Once a cheater, always a cheater? Serial infidelity across subsequent relationships. Archives of Sexual Behavior, 46(8), 2301–2311. https://doi.org/10.1007/s10508-017-1018-1
ADVERTISEMENT
Lutz, A., Slagter, H. A., Dunne, J. D., & Davidson, R. J. (2008). Attention regulation and monitoring in meditation. Trends in Cognitive Sciences, 12(4), 163–169. https://doi.org/10.1016/j.tics.2008.01.005
Neff, K. (2003). Self-compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity, 2, 85-101.
Shaleha, R. R. A., & Kurniasih, I. (2021). Ketidaksetiaan : Eksplorasi Ilmiah tentang Perselingkuhan. Buletin Psikologi, 29(2), 218. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.55278
Sheppard, V. J., Nelson, E. S., & Andreoli-Mathie, V. (1995). Dating relationships and infidelity: Attitudes and behaviors. Journal of Sex & Marital Therapy, 21(3), 202-212.