Cerita Mahasiswa: Mengenang Maret 2020

Rifky Ilham Pratama
Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Industri dan Organisasi
Konten dari Pengguna
8 Januari 2022 19:43 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifky Ilham Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Wokadapix dari pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Wokadapix dari pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Maret 2020 menjadi bulan yang mengawali peredaran virus covid-19 di Indonesia. Virus yang telah beberapa waktu beredar di berbagai Negara, terlebih lagi di Asia, pada bulan itu terkonfirmasi masuk di Indonesia. Semua terkejut, dan berupaya mencari solusi agar penyebaran virus tidak meluas. Maret terus berlalu dan mulai membawa dampak bagi setiap sektor kehidupan. Negara sibuk menggalakkan adaptasi kebiasaan baru.
ADVERTISEMENT
Sejak Maret itu, kita mulai beradaptasi pada kebiasaan baru. Setiap sektor kehidupan masyarakat mulai berbenah. Negara mulai menyesuaikan anggaran untuk penanggulangan penyebaran virus ini. Para pengusaha mulai memikirkan strategi agar mampu bertahan di tengah gejolak pandemi. ekonomi merosot dan memaksa mereka mulai melakukan pemutusan kontrak kerja pada karyawan agar tidak menjadi beban.
Sejak maret itu, para pelajar dan pekerja diliburkan sementara. Para orang tua dan anak-anak senang karena bisa menghabiskan waktu bersama. Kesempatan ini cukup jarang didapat, mengingat deadline kerja dan tugas sekolah dan kuliah begitu padat.
Lalu, proses belajar dan mengajar dilanjutkan dengan format yang berbeda. Jarak jauh namanya. Tidak ada lagi canda tawa di kelas ketika jam kosong. Yang ada hanya canda yang kini dilakukan lewat sosial media. Ruang kelas kini menjadi maya. Memandangi layar gadget adalah kegiatan belajar yang utama. Soal pengetahuan yang di dapat hanya pelajar yang tahu seberapa mengerti mereka tentang materi.
ADVERTISEMENT
Bagi mahasiswa, awal Maret adalah kebahagiaan. Dapat melepas penat di tengah padatnya tugas. Beban-beban di kelas dan aktivitas lain bisa sejenak dapat dilepas. Bagi mereka, hanya berdiam sejenak di kamar untuk beberapa waktu sembari menunggu COVID-19 berlalu adalah sebuah waktu berharga yang pantas untuk disyukuri.
Namun, siapa yang mengira, Maret yang disyukuri lambat laun mulai menjadi tragedi. Kuliah jarak jauh yang awalnya begitu dinikmati kini berubah menjadi menjengkelkan. Terdapat beberapa hal yang menjengkelkan dari perkuliahan jarak jauh, mulai dari belum terbiasa dengan metode ini, jaringan internet yang kurang memadai, sarana dan prasarana yang digunakan terkadang tidak dapat bekerja secara maksimal hingga biaya yang dirasa cukup memberatkan.
Tidak ada yang menyangka bahwa hal-hal yang menjengkelkan itu justru harus dihadapi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tentu saja menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu psikologis. Setiap peristiwa yang terjadi pasti menyisakan dampak bagi manusia. Terlebih lagi peristiwa yang cukup berat dan mempengaruhi tatanan kebiasaan perilaku manusia. Hal ini mempengaruhi proses mental manusia dan kemudian menjadi perilaku yang mengganggu kehidupan lebih jauh lagi.
ADVERTISEMENT
Di awal kemunculan pandemi, beberapa peneliti melakukan riset tentang kesejahteraan psikologis mahasiswa yang terdampak. Proses pembelajaran yang berubah secara drastis membuat sebagian mahasiswa kesulitan dan berdampak pada keadaan psikologis mahasiswa. Kondisi psikologis yang paling umum terjadi pada mahasiswa akibat pembelajaran daring serta pandemi adalah stres.
Stres selama pandemi yang mengharuskan pembatasan jarak fisik dan harus senantiasa menghabiskan waktu di rumah, membuat masyarakat memiliki kecenderungan risiko kebingungan dan kemarahan pada anggota keluarga. Selain itu mahasiswa dengan orang tua berpenghasilan rendah memiliki tingkat kecemasan yang cukup tinggi dalam menghadapi pembelajaran daring serta terjadi perubahan mood pada mahasiswa karena terlalu banyak tugas dan proses pembelajaran yang dirasa tidak berjalan efektif.
Itulah Maret. Mengawali cerita tentang angin segar bisa kembali ke rumah untuk beberapa waktu saja. Namun pada akhirnya, berbulan-bulan harus merasakan terpenjara. Siapa sangka, jalan cerita yang awalnya patut disyukuri, kini disadari sebagai tragedi.
ADVERTISEMENT
Kini, wacana untuk kembali pada proses pembelajaran tatap muka kembali mengemuka. Tidak ada salahnya kembali mengenang masa lampau sembari mempersiapkan diri untuk esok hari. Bersyukurlah kita yang masih diberi kesempatan mengenang.