Konten dari Pengguna

Urgensi Pembentukan Dewan Energi Nasional di Tingkat Daerah

Rifqi Nuril Huda
Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Direktur Eksekutif Institute of Energy and Development Studies (IEDS) , Wakil Bendahara Umum DPP GMNI, Ketua Umum Akar Desa Indonesia
26 September 2023 15:15 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifqi Nuril Huda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi. Foto: Dok. Pertamina Hulu Energi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi. Foto: Dok. Pertamina Hulu Energi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Media hari ini baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal dibanjiri dengan berbagai pemberitaan tentang calon presiden dan wakil presiden, mulai dari koalisi partai, survei tentang elektabilitas perseorangan calon, membedah rekam jejak para calon yang di sodorkan oleh partai politik, hingga memberitakan pada tahap gagasan apa yang dibawa oleh masing-masing calon sebagai bentuk value atau nilai tawar personal calon presiden kepada rakyat. Menjadi sebuah penantian sejak dini tentunya oleh masyarakat sebelum dimulainya masa pendaftaran hingga masa pemilihan, apa yang akan ditawarkan oleh nama-nama calon presiden untuk Indonesia ke depan.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan bagi banyak orang mengenai gagasan dari beberapa nama calon presiden beberapa minggu lalu digelar oleh dua universitas besar di Indonesia. Yaitu Universitas Indonesia menghadirkan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo minus Prabowo Subianto di waktu terpisah dan Universitas Gajah Mada menghadirkan ketiga nama calon presiden yang diusung oleh beberapa koalisi.
Tentu momentum bisa disebut adu gagasan dari berbagai calon yang hadir di lingkungan akademis bisa dikatakan pemaparan layaknya visi misi atau proposal awal kepada rakyat, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, pembangunan berkelanjutan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia menyongsong Indonesia emas hingga sektor lingkungan dan pengelolaan energi. Terlihat juga jutaan akun pengguna media sosial youtube menonton, belum lagi disebarluaskan dengan media-media yang lain seperti Facebook, TikTok, Instagram dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Rasa penasaran dari berbagai elemen masyarakat untuk mendengarkan dan melihat tawaran gagasan oleh para calon, alhasil muncul berbagai perspektif di masing-masing bidang isu. Dari adu gagasan yang di aksanakan oleh kampus besar di Indonesia tersebut terbesit dari penulis di sektor pengelolaan energi yang kurang mendapat sorotan secara tajam.
Padahal diketahui bersama berbagai masalah di sektor energi berbagai masalah yang kompleks masih belum terpecahkan secara solutif baik dari kebijakan hingga kesadaran masyarakat dalam penggunaan energi. Kita tahu mulai dari Hulu (upstream) jumlah produksi yang masih kurang untuk bisa memenuhi kebutuhan nasional dikarenakan sumur minyak yang tua sejak zaman Hindia Belanda hingga pada simpang siurnya modelnya kontrak hulu minyak dan gas bumi sejak kemunculan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2020 tentang kontrak bagi hasil gross split.
ADVERTISEMENT
Sektor Hilir (Downstream) kapasitas kilang yang masih kurang untuk mengelola minyak mentah menjadi minyak yang dapat dikonsumsi masih kurang hingga problematika urusan subsidi tepat sasaran dan ketergantungan masyarakat akan energi fosil sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan transisi energi ke energi baru dan energi terbarukan.
Problematika pengelolaan energi terkhusus minyak dan gas bumi dari hulu hingga hilir di picu oleh dua faktor di antaranya pertama kepastian hukum, tentu sebagai negara hukum (rechtstat) seusai dengan amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, sehingga wajib kiranya kepastian hukum dalam kehidupan bernegara.
Filsuf terkenal Gustav Radburch menyampaikan bahwa hukum memiliki keharusan untuk memiliki nilai dasar yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Termasuk kepastian hukum dalam pengelolaan minyak dan gas bumi. Seperti kita tahu puluhan tahun Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 tahun 2001 yang sudah di uji materi oleh berbagai pihak ke Mahkamah Konstitusi sejak undang-undang tersebut lahir hingga yang terakhir putusan Mahkamah Konstitusi di tahun 2012 tidak kunjung di laksanakan revisinya sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi dengan dihadapkannya lagi dengan komitmen Indonesia untuk mengurasi emisi Gas Rumah kaca (GRK) untuk menggunakan energi bersih juga menuntut adanya kepastian hukum di Rancangangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Baru dan Terbarukan. Dan yang kedua adalah perencanaan energi nasional yang dalam capaian bauran energi tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional hingga di sisi energi sebagai modal pembangunan nasional tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Pekerja memasang instalasi listrik di menara Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di arteri Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (15/7/2019). Foto: Antara Foto/Umarul Faruq
Lantas pertanyaan sederhana, siapa dalam konteks negara yang harus menyelesaikan permasalahan di sektor energi, baik di sektor kepastian hukum dan perencanaan energi nasional. Dari sisi kepastian hukum tentunya ini menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga yang diberikan mandat oleh konstitusi sebagai lembaga pembentuk undang-undang, sehingga upaya percepatan pembahasan Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi dan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Baru Terbarukan dapat segera selesai dan muncul kepastian hukum di dua sektor energi fosil dan energi baru dan terbarukan.
ADVERTISEMENT
Dan yang kedua dari sisi perencanaan energi nasional negara memiliki lembaga negara independen di sektor energi yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yaitu Dewan Energi Nasional (DEN). Yang memiliki tugas pokok. Pertama, merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Kedua, menetapkan rencana umum energi nasional. Ketiga, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi. Keempat, mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.
Dalam tugas pokok DEN memiliki peranan penuh dalam sektor perencanaan energi nasional. tapi dalam fakta yang ada capaian energy mix atau bauran energi masih jauh dari harapan. tentu ada hal yang menghambat kinerja DEN sebagai lembaga negara pembuat kebijakan di sektor energi. Yang paling utama upaya gotong royong dan sinkronisasi pembangunan energi dari nasional hingga ke daerah.
ADVERTISEMENT
Dari data yang disampaikan oleh DEN dari 38 Provinsi masih 30 Provinsi yang sudah memiliki Peraturan Daerah Rancangan Umum Energi Daerah (RUED). Dan melihat data bauran energi dan tuntutan kesepakatan dunia untuk beralih ke energi baru dan energi terbarukan menjadi pekerjaan rumah sendiri. Menurut penulis perlu adanya pembentukan DEN di tingkat daerah.
Pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) di tingkat daerah merupakan hal yang penting untuk dilakukan, mengingat pentingnya energi dalam pembangunan daerah. Urgensi pembentukan DEN di tingkat daerah dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu Aspek Kewenangan dalam pengelolaan energi di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pertama, kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam hal penetapan kebijakan energi nasional, sedangkan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam hal pemanfaatan dan pengembangan energi di daerah. Pembentukan DEN di tingkat daerah akan membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangan tersebut. DEN di tingkat daerah akan menjadi wadah untuk mengkoordinasikan berbagai pihak terkait dalam pengelolaan energi di daerah, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta.
ADVERTISEMENT
Kedua, aspek kebutuhan energi di daerah terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan pengelolaan energi yang baik dan berkelanjutan. DEN di tingkat daerah akan berperan dalam memastikan pengelolaan energi di daerah berjalan secara baik dan berkelanjutan.
DEN di tingkat daerah akan melakukan kajian dan evaluasi terhadap pengelolaan energi di daerah, serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan energi. Ketiga aspek kearifan lokal yang di mana Indonesia memiliki kearifan lokal yang beragam dalam pengelolaan energi. Kearifan lokal ini perlu dilestarikan dan dikembangkan dalam pengelolaan energi di daerah.
DEN di tingkat daerah akan berperan dalam mengintegrasikan kearifan lokal dalam pengelolaan energi di daerah. DEN di tingkat daerah akan melakukan kajian dan pengembangan teknologi energi yang berbasis kearifan lokal.
Ilustrasi PLTS atap. Foto: Dok. Pertamina
Berdasarkan urgensi tersebut, pembentukan DEN di tingkat daerah perlu dilakukan untuk mendukung pengelolaan energi yang baik dan berkelanjutan di daerah. Manfaat dari pembentukan DEN di tingkat daerah di antaranya pertama, meningkatkan koordinasi dan kerja sama antarpihak terkait dalam pengelolaan energi di daerah. Kedua, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan energi di daerah. Ketiga, melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal dalam pengelolaan energi di daerah. Keempat, meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi di daerah.
ADVERTISEMENT
Pembentukan DEN di tingkat daerah dapat dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 17 dan 18. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa DEN di tingkat daerah dapat dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/Wali kota. DEN di tingkat daerah sebaiknya dibentuk dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Dengan melibatkan berbagai pihak, maka pengelolaan energi di daerah akan lebih efektif dan efisien.
Maka dengan milhat urgensi bahwasanya dalam pengelolaan energi nasional harus dilakukan gotong royong dan sinkronisasi. Perlu upaya melakukan reformasi birokrasi pembentukan Dewan Energi Nasional (DEN) di tingkat daerah. Melihat data yang hampir semua daerah memiliki Peraturan Daerah Rencana Umum Energi Daerah (RUED), merupakan wujud komitmen pemerintah daerah untuk bersama-sama mencapai target bauran energi nasional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Energi dan tentunya dalam momentum pemilihan calon presiden dan wakil presiden, peranan komitmen calon presiden di tahun 2024 untuk mewujudkan perencanaan, capaian dan menghasilkan tata kelola energi yang lebih baik untuk masa depan.
ADVERTISEMENT