Kebijakan Moneter Negara Adidaya Pemicu Resesi Global 2023

Rika Dwi Agustin
Mahasiswa Aktif Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang
Konten dari Pengguna
5 Maret 2023 5:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rika Dwi Agustin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Institusi Finansial Global memberi peringatan dini mengenai potensi resesi ekonomi global tahun 2023 pada tahun 2022 lalu. Beberapa negara yang mengalami krisis ekonomi menjadi salah satu indikasi nyata munculnya resesi ekonomi global. Salah satu firma riset investasi Ned Davis Research mengemukakan bahwa kemungkinan terjadinya resesi tahun 2023 sebesar 98,1%.
ADVERTISEMENT
Resesi ekonomi adalah ketika perekonomian suatu negara memburuk atau mengalami penurunan. Tanda-tanda di mana resesi ekonomi ini terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, dan juga pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negative selama dua kuartal berturut-turut.
Resesi ini berisiko memperlambat pertumbuhan global. Dampak resesi ekonomi juga dirasakan oleh masyarakat di antaranya yaitu dari pasokan energi, naiknya harga kebutuhan pokok sehari-hari, naiknya harga, serta naiknya angka kemiskinan. Keadaan buruk ini akan berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Apa Penyebabnya?

Ilustrasi mengatur keuangan. Foto: fizkes/Shutterstock
Situasi perekonomian dan perdagangan negara-negara adidaya pascapandemi yang belum pulih atau normal sepenuhnya. Wabah penyakit global yang terjadi pada awal tahun 2020 ini mengakibatkan aktivitas perekonomian dunia menurun drastis. Seluruh negara-negara di dunia terfokus pada penanganan wabah yang menyerang nyawa warganya.
ADVERTISEMENT
Pembatasan-pembatasan yang dilakukan juga pada sektor perekonomian. Hal ini membuat perekonomian global kontraksi. Negara-negara di dunia mengantisipasi wabah Covid 19 dengan melakukan proteksi hasil pangan yang berakibat pada peningkatan harga pangan karena kurangnya pasokan pangan.
Diperparah dengan situasi perang Rusia-Ukraina, padahal Rusia dan Ukraina adalah produsen komoditas penting di dunia. Seperti gandum, migas, pupuk, kedelai, dan lainnya.
Imbasnya, negara–negara adidaya mengalami hambatan untuk pasokan komoditas ini yang menyebabkan krisis energi dan pangan. Karena komoditas ini semakin langka dan jumlahnya pun semakin terbatas maka inflasi tak bisa dihindarkan akibat dari penurunan pasokan migas dan pangan. Perang Rusia-Ukraina yang terjadi pada bulan Februari telah merenggut PDB global sampai sebesar USD 2,8 triliun.
Logo Bank Dunia. Foto: REUTERS/Johannes P. Christo
Bank Dunia juga memprediksi dalam laporannya yang berjudul “is a Global Recession Imminent” bahwa resesi ekonomi global 2023 memang benar-benar akan terjadi pada tahun 2023 ini. Diperkuat dengan fakta yang nyata di mana Bank Sentral di berbagai negara terutama Bank Sentral Eropa terus menaikkan suku bunga acuan yang bisa dibilang signifikan dan agresif dalam upaya meredam laju inflasi. Seperti Bank of England, The Federal Reserve (The Fed), dan European Central Bank.
ADVERTISEMENT
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin sepanjang tahun 2022. Kenaikan ini lebih agresif sejak tahun 1980an. Berdasarkan rilis Fed dot plot pada Desember lalu tentang level puncak suku bunga Amerika Serikat, di tahun 2023, The Fed berpeluang sebanyak dua kali lagi untuk menaikkan suku bunga. 50 basis poin pada bulan Februari dan 25 poin sebulan berselang hingga menjadi 5% - 5,25%.
Selain The Fed, Bank of England dan European Central Bank juga akan menaikkan terus suku bunga. Berdasarkan survei Reuters, Bank of England diperkirakan menaikkan suku bunga sampai 4,25% pada kuartal pertama tahun depan. Sedangkan European Central Bank diperkirakan puncak kenaikan suku bunga sampai 3,5%.
Langkah Bank Sentral The Fed dan lainnya ini tidak hanya menaikkan suku bunga saja tetapi juga mengurangi balance sheet yang dipunyai. Dalam hal ini masyarakat cenderung akan melakukan saving daripada berbelanja. Dalam bidang usaha ekspansi juga cenderung melambat sehingga perlambatan ekonomi pun terjadi seperti situasi saat ini.
Ilustrasi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Foto: Shutter Stock
Kesimpulannya adalah resesi perekonomian global memang dipicu oleh kebijakan-kebijakan moneter Negara Adidaya. Peningkatan harga-harga berbagai komoditas yang mengalami kenaikan tajam yang berakibat fatal terhadap aktivitas ekonomi stagnan/stagflasi.
ADVERTISEMENT
Resesi ekonomi mengakibatkan penurunan keseluruhan aktivitas ekonomi global secara simultan. Seperti lapangan pekerjaan, investasi, dan juga keuntungan suatu perusahaan.
Perlambatan ekonomi yang terjadi pada sektor riil yang berdampak pada kinerja suatu perusahaan yang memicu adanya PHK, bahkan perusahaan akan tutup dan tidak beroperasi lagi.
Perekonomian yang semakin sulit menimbulkan pelemahan daya beli masyarakat terhadap suatu barang sehingga mereka akan terfokus lebih selektif untuk menggunakan uang yang dipunya dan lebih mementingkan kebutuhan terlebih dahulu. Investasi-investasi yang kinerjanya mengalami penurunan sehingga memicu investor cenderung menempatkan dananya dalam bentuk investasi yang aman.