Daya Beli Masyarakat Lemah, Akibatnya Permintaan Uang Ikut Turun

Rike Vidyana setyame
kegiatan saya sehari-hari sebagai mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Jakarta 2018
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2020 17:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rike Vidyana setyame tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
gambar ilustrasi uang
pemerintah menerapkan beberapa kebijakan untuk memutus penyebaran virus Covid-19 diantaranya social distancing dan physical distancing membuat masyarakat tidak dianjurkan untuk keluar rumah dan melakukan kontak secara langsung dengan orang lain, karena jika melakukan kontak dengan orang lain harus dilakukan secara berjarak kurang lebih 1 meter. Selain itu, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan work from home (WFH) juga membuat masyarakat mengurangi kegiatannya di luar rumah,akibatnya orang lebih banyak melakukan kegiatan di dalam rumah. Dari kebijakan – kebijakan inilah membuat masyarakat mengurangi penggunaan uangnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun, seharusnya kegiatan masyarakat harus tetap berjalan untuk memulihkan keadaan ekonomi salah satunya yaitu transaksi jual-beli, yang biasa dilakukan secara langsung yaitu pembeli memberikan uang secara langsung ke penjual dan sebaliknya namun, sekarang ini kegiatan tersebut berkurang. Hal ini membuat tingkat konsumsi masyarakat menjadi turun.
ADVERTISEMENT
BI mencatat adanya penurunan jumlah penarikan perbankan, pada bulan Januari sampai April 2020 jumlah penarikan perbankan tercatat sebesar Rp. 4.79 M atau 88% yang telah diproyeksikan, bila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sama di tahun 2019 penarikan perbankan mencapai Rp. 5.277M atau terjadi penurunan sebesar 9%. Selain itu, peredaran uang kartal sebagai alat bayar yang sah untuk alat jual beli (UYD) mengalami penurunan. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), peredaran uang kartal menurun dari 6,17% (year on year / yoy) pada Juli menjadi 5,82% (yoy) pada Agustus 2020 menjadi Rp. 762,1 triliun. Kegiatan masyarakat yang mengurangi konsumsi atau transaksinya mengakibatkan permintaan uang atau money demand menjadi turun selama pandemi ini. Menurut Keynes ada tiga motif ekonomi, masyarakat dalam memegang uang pertama motif transaksi artinya seseorang memegang uang tergantung dari jumlah transaksinya. Dalam hal ini masyarakat mengurangi konsumsinya maka jumlah transaksinya sedikit akibatnya jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat menjadi turun. kedua motif berjaga-jaga artinya motif transaksi yang rendah membuat cadangan uang yang dipegang untuk motif berjaga –jaga ikut rendah. Namun, tingkat tabungan atau jumlah uang yang disimpan dibank mengalami peningkatan, ketiga motif spekulasi, motif ini akan terpenuhi jika motif pertama dan kedua sudah terpenuhi yaitu kelebihan uang yang dipegang setelah dikurangi drai motif transaksi dan berjaga –jaga dapat digunakan untuk meningkatkan return selama pandemi dengan menabung di bank.
ADVERTISEMENT
Akibat penurunan transaksi ekonomi, maka Kementrian memprediksi konsumsi rumah tangga akan mengalami pelemahan dari 3 persen ke 1 persen. Penurunan transaksi konsumsi berpengaruh terhadap daya beli masyarakat menjadi lemah. Bank Indonesia (BI) memberi sinyal tingkat daya beli masyarakat akan lemah sampai akhir 2020. Hal ini akan memberi dampak pada rendahnya kontribusi pertumbuhan konsumsi ke perekonomian nasional tahun ini. laju inflasi diperkirakan bakal dibawah 2 persen tahun ini. Perry mengatakan proyeksi ini tak lepas dari kondisi laju Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencatatkan penurunan harga alias deflasi dalam tiga bulan berturut-turut. Deflasi terakhir pada September 2020 sebesar 0,05% secara bulanan. Dampaknya, tingkat inflasi baru mencapai 0,89% secara tahun berjalan dari Januari-Sepetember 2020. Sementara, inflasi secara tahunan di kisaran 1,32 % jika dibandingkan dari September 2019. Maka diproyeksikan terjadi perbaikan pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal beturut-turut merupakan resesi ekonomi. Hal ini terjadi karena permintaan jauh lebih kecil dari penawaran, akibatnya harga turun permintaan turun sehingga terjadi penurunan daya beli yang direfleksikan dimana konsumsi dan investasi mengalami kontraksi. Untuk mendorong daya beli masyarakat, maka pemerintah melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yaitu total alokasi anggaran mencapai Rp. 695,2 triliun, dan sudah terealisasi sebesar Rp. 344.43 triliun atau 49,5% untuk mendorong permintaan. Program PEN tidak hanya menentukan sisi daya beli masyarakat akhirnya diterjemahkan juga dalam bentuk konsumsi. Dalam program PEN pemerintah memberikan berbagai insentif bagi dunia usaha termasuk UMKM. selain itu,untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah pusat telah menyalurkan berbagai insentif berupa program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai, program prakerja, subsidi gaji, bansos produktif untuk bantuan modal UMKM. Insentif tersebut diharapkan akan meningkatkan konsumsi rumah tangga, menaikkan kembali permintaan dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan pasokan.
ADVERTISEMENT
Realisasi program PEN sudah mengalami akselerasi yang signifikan selama Agustus dan September 2020 yang didukung oleh beberapa hal seperti percepatan belanja penanganan Covid-19, dan percepatan program PEN. Sedangkan, untuk program baru yang langsung segera direalisasikan seperti bantuan produktif UMKM dan subsidi gaji peningkatan realisasi belanja Negara dan percepatan penyerapan dana PEN menjadi kunci dalam mendorong daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Tingkat konsumsi rumah tangga merupakan contributor terbesar sekitar 56%, bagi pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional. Konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi hingga -5,51% sehingga pertumbuhan ekonomi pun tekontraksi -5,32%.
Dalam laporan DRI’s pulse check Oktober 2020, dana bansos mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga baik rumah tangga berpendapatan rendah sebesar 9,20%,maupun berpendapatan menengah sebesar 3,50 % pada September 2020. Namun,peningkatan ini belum memberikan pengaruh secara signifikan terhadap daya beli masyarakat sehingga pemerintah perlu merancang kebijakan untuk membantu kelas menengah karena golongan tersebut sangat mempengaruhi daya beli masyarakat dan melakukan digitalisasi UMKM karena hal ini memberikan kontribusi cukup besar dalam perekonomian negara. Jadi, dapat disimpulkan bahwa upaya dan insentif yang diberikan oleh pemerintah, tingkat konsumsi masyarakat secara signifikan belum meningkat dan daya beli masyarakat masih turun. Karena, masyarakat masih sangat berhati-hati dan berjaga-jaga dalam melakukan aktivitas berbelanja dengan mengurangi transaski atau konsumsi karena jumlah uang yang dipegang sedikit akibtana permintaan uang di masyarakat menjadi turun.
ADVERTISEMENT
“Oleh : Rike Vidyana Setyame/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Koperasi 2018,Universitas Negeri Jakarta”