Konten dari Pengguna

Anda Pion Buzzer Politik?

Riko Piliang
Assistant Professor of Philosophy of Science at Universitas Indraprasta PGRI, JakartaI [email protected]
10 April 2018 13:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riko Piliang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kecanduan Medsos (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kecanduan Medsos (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anda gemar menulis status dukungan dan serangan terhadap tokoh politik tertentu di media sosial? Di era ini, melakukan hal tersebut barangkali dianggap hal yang lazim. Namun, saya merasa sudah saatnya memeriksa kelaziman itu.
ADVERTISEMENT
Kita perlu memeriksa asumsi dasar yang melandasi tindakan tersebut, dan sekaligus menimbang implikasinya. Artikel ini hendak mempertanyakan apakah kita masih layak melakukan hal tersebut.
Pertanyaan ini menjadi penting mengingat “kesadaran palsu” yang melatarbelakangi tindakan itu justru tanpa sadar telah menggiring pendegradasian diri kita sendiri menjadi sekadar pion para Buzzer Politik. Berikut uraiannya.
Status Bayaran?
Contoh pengguna medsos yang diduga menerima pembayaran adalah kelompok yang sempat ramai disebut "Saracen". Kelompok ini diduga menerima sejumlah bayaran untuk menebarkan ujaran kebencian.
Hasil dari persidangan kasus ini, menyatakan majelis hakim menyatakan bahwa orang yang disangkakan sebagai bos kelompok (J) ini tidak terbukti menyebarkan ujaran kebencian.
Bahkan, AD yang disangkakan memberikan uang 75 juta rupiah kepada kelompok Saracen pun tidak terbukti. Untuk J, dia hanya didakwa mengakses akun FB orang lain secara ilegal, sedangkan AD hanya didakwa dengan dugaan penghinaan kepada penguasa.
ADVERTISEMENT
Pengguna akun medsos bayaran bukanlah fenomena baru. Baik perusahaan legal yang menjalankan bisnis content aggregator hingga personal tidak sedikit yang memfokuskan pekerjaannya ini.
Tidak melulu mengurusi isu politik, mereka juga bertugas memomulerkan barang atau jasa agar terdengar di dunia maya. Mereka memang dibayar untuk menuliskan status di medsos tertentu untuk menguntungkan pihak-pihak yang membayarnya.
Istilah Buzzer politik sangat populer, dan ada pihak-pihak yang memang menggantungkan hidupnya dari bisnis ini. Namun, tentu tidak semua yang mendukung tokoh politik tertentu bersedia dianggap sebagai buzzer untuk politikus tertentu.
Melacak Buzzer Politik
Problemnya menjadi rumit ketika harus membedakan mana yang buzzer politik dan yang bukan. Sebab, sejak dipopulerkannya wacana keterbukaan dukungan terhadap politikus tertentu, nyaris tiap orang yang mendukung tokoh politik tertentu mendeklarasikan siapa tokoh yang dijagokannya. Bahkan, pendeklarasian ini terus berlanjut hingga masa pemilu usai.
ADVERTISEMENT
Suasana dukung-mendukung tokoh politik ini, yang berlanjut meski pemilu usai, membuat kita kesulitan untuk melacak mana yang buzzer politik dan yang bukan. Keterbukaan dukungan tokoh politik ini menjadi lahan yang subur bagi para buzzer politik untuk bekerja dengan nyaman.
Bahkan, tiap pengguna medsos malah menjadi saling tuding bahwa salah satu dari mereka adalah buzzer politikus tertentu. Ini adalah satu implikasi buruk dari menghilangnya unsur "rahasia" dari slogan pemilu "LUBER" ala Orde Baru yang tidak berlaku lagi di era Indonesia pascaotoritarianisme.
Sebenarnya, cara paling gampang untuk melacak siapa pengguna akun yang bukan buzzer politik adalah menahan diri untuk tidak menunjukkan tokoh politik yang didukungnya.
Dari situ kita akan mudah mendeteksi akun mana saja yang masih berkicau tentang tokoh-tokoh terntu, baik dan didukungnya maupun yang diserangnya (dijatuhkan citranya). Namun, cara paling gampang ini bukan hal yang mudah dipraktikkan.
ADVERTISEMENT
Pengguna medsos di Indonesia kadung "genit" dan merasa berkewajiban untuk terus-menerus menyuarakan dukungan sekaligus menyudutkan tokoh politik tertentu. Padahal, aktivitas ini sebenarnya hanya menguntungkan buzzer politik.
Artinya, para buzzer politik itu berhasil mempengaruhi pengguna akun non-buzzer politik untuk mempercayai cuitannya.
Keberhasilannya mempengaruhi pengguna akun non-buzzer politik tentu akan menaikkan rating-nya, dan sekaligus menaikkan harga (daya tawar). Sementara itu, yang didapatkan oleh pengguna akun non-buzzer politik hanya terkurasnya pikiran, waktu, dan tenaga untuk memperkuat dan memperluas cuitan para buzzer politik.
Dengan kata lain, para pengguna akun non-buzzer politik dari pihak yang saling berseberangan pada hakikatnya telah menjadi pion-pion buzzer politik belaka.
Abaikan Buzzer Politik
Dari paparan di atas, tidak terlalu keliru jika sebaiknya para pengguna medsos mawas diri terhadap cuitan yang secara konsisten mendukung dan menyerang tokoh politik tertentu di masa pemilu usai.
ADVERTISEMENT
Mengabaikan mereka jauh lebih baik daripada menanggapinya. Toh, mereka hanya berbisnis.
Jangan mudah percaya dengan wacana bahwa menyuarakan dukungan dan serangan terhadap tokoh politik tertentu adalah sebuah keniscayaan. Itu hanya akal-akalan mereka saja agar dagangan mereka laku!