Polemik Penerapan Regulasi Pengangkutan Batubara Menggunakan Kapal Nasional

Rima Gravianty Baskoro
Co-founder Toma Maritime Center Listed Lawyer at US Embassy, Australian Embassy, Italian Embassy and Netherland Embassy of Republic of Indonesia. Associate of Chartered Institute of Arbitrators
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2021 18:07 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rima Gravianty Baskoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
1. Clift Jacobus Mahulete, S.H. (Founder Toma Maritime, Shipping Practitioner, and Maritime Law Enthusiast);
ADVERTISEMENT
2. Rima Gravianty Baskoro, S.H., ACIArb. (Co-founder Toma Maritime & Wakil Sekretaris Jenderal Young Lawyers Committee - Peradi.)
https://pixabay.com/images/search/coal%20vessel/
Saat ini sangat tepat bagi Indonesia untuk mengembangkan industri sarana transportasi kapal untuk batubara. Alasan utamanya adalah karena kapal merupakan moda transportasi yang paling efisien, dan seringkali merupakan satu-satunya metode pengangkutan volume besar dan produk jadi seperti batubara.
Kurang lebih sekitar 4 miliar ton kargo curah kering diangkut melalui laut. Mencermati kondisi dan fakta tersebut di atas, tidak berlebihan untuk menyimpulkan bahwa industri maritim sebenarnya adalah mata rantai utama dalam proses pengangkutan kargo batu bara.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 dan Undang-Undang Pelayaran Indonesia telah mengatur agar sektor kelautan di Indonesia dapat dipertahankan dan dikembangkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pembangunan sektor maritim di Indonesia adalah dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk proses pengiriman batu bara. Namun, ada kekhawatiran dari eksportir batubara tentang efektivitas dan implementasi transportasi batubara menggunakan kapal nasional.
Dalam melaksanakan proses pengangkutan batubara, para pihak terikat pada suatu perjanjian yang pada dasarnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Kesepakatan tersebut menjelaskan secara rinci kegiatan pengangkutan batubara dari satu tempat ke tempat lain, yang sesuai dengan pendapat Abdul Kadir Muhammad (1991) bahwa dalam pengangkutan terdapat proses kegiatan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat lain.
Penyelenggaraan transportasi laut setidaknya harus mampu mewujudkan kapasitas di bidang transportasi laut dalam mendukung pengembangan usaha di sektor lain dan mengembangkan potensi transportasi laut sesuai dengan perkembangan kondisi nasional dan internasional (Herry Gianto dll, 1990). Jadi dalam hal pengangkutan batu bara melalui laut tidak bisa menggunakan alat transportasi apa pun. Untuk mengangkut batu bara dari satu tempat ke tempat lain diperlukan transportasi laut yang mumpuni, setidaknya dibutuhkan tiga jenis kapal besar.
ADVERTISEMENT
Ini adalah kapal tunda, tongkang, dan kapal LCT. Setiap kapal memiliki fungsi dan cara kerja masing-masing. Untuk mengangkut batubara dengan kapasitas yang sangat besar bisa menggunakan kapal LCT atau tongkang. Namun jika digunakan untuk kebutuhan antar pulau biasanya menggunakan kapal LCT.
Di bidang transportasi laut, di Indonesia telah ada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia tersebut pada hakikatnya mengatur penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor dan impor barang. Salah satu klausul yang dipersyaratkan adalah dalam hal ekspor batu bara dan atau CPO, eksportir wajib menggunakan angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional Indonesia dan menggunakan asuransi dari perusahaan asuransi nasional Indonesia atau konsorsium perusahaan asuransi nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kewajiban ini muncul sebagai bentuk perwujudan cita-cita dalam mendukung dan mengembangkan kemampuan Indonesia untuk persaingan yang sehat di tingkat nasional, regional, dan internasional. Selain dari itu, juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia.
Misalnya, dengan memiliki kapal nasional sendiri untuk mengangkut batu bara, akan menciptakan persaingan yang sehat antar perusahaan di dalam maupun di luar Indonesia. Apalagi untuk memiliki kapal nasional pengangkut batu bara, pada akhirnya pengusaha dan pemerintah secara bersama-sama akan mewujudkan pembangunan kapal dengan melibatkan seluruh aspek masyarakat dalam bentuk lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan kewajiban bagi eksportir batubara untuk menggunakan kapal nasional Indonesia dan dilengkapi dengan perusahaan asuransi nasional Indonesia atau konsorsium perusahaan asuransi nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Kewajiban menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk angkutan batubara awalnya akan diberlakukan pada tahun 2017. Namun, pada akhirnya ditunda karena beberapa pertimbangan dan kondisi, salah satunya juga karena mengindahkan dan mendengarkan tanggapan dari eksportir.
Karena sebagaimana dikemukakan oleh Zahloel Amril (1990) dalam bukunya yang berjudul Shipping Follow of Goods and Documents, proses pengiriman melibatkan beberapa kegiatan bisnis yang memiliki hubungan satu sama lain. Dalam proses pengiriman ada muatan kapal.
Segala macam barang dan barang dagangan yang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut dengan kapal laut untuk selanjutnya diserahkan kepada orang-orang di pelabuhan tujuan adalah pengertian muatan kapal (Sudjatmiko, 1995).
Dengan kata lain, dalam hal pengangkutan batubara tidak hanya pengangkut yang terlibat, tetapi juga penerima barang, pelabuhan tujuan, dll. Dengan diberlakukannya Permendag tersebut, tidak hanya akan berdampak pada eksportir, tetapi juga pada pihak lain yang memiliki hubungan hukum dengan eksportir.
ADVERTISEMENT
Meski Pemerintah bersikeras agar pengangkutan batu bara melalui laut dilakukan dengan kapal, faktanya masih ditemukan beberapa permasalahan di lapangan, yakni masih banyak kekhawatiran dari para pengusaha. Kekhawatiran ini antara lain disebabkan oleh:
Kekhawatiran tersebut dipicu oleh beberapa pelaku ekspor batubara, seperti yang disampaikan oleh Pandu P. Sjahrir selaku Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) dan Singgih Widagdo selaku Ketua Umum Forum Energi dan Pertambangan Indonesia (IMEF).
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran ini sangat beralasan. Salah satunya karena berdasarkan International Commercial Terms yang berlaku dalam perdagangan internasional, kewenangan memilih kapal bukanlah produsen atau penjual melainkan di tangan pembeli. Selain itu, dalam hal kontrak jual beli batubara telah ditandatangani dalam jangka waktu yang cukup lama, maka harus dibuat adendum untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan dan ini berarti harus dilakukan renegosiasi antara pembeli dan serta produsen dan atau penjual.
Kondisi ini rumit bahkan bisa membuat pembeli memutuskan untuk mengalihkan pembeliannya ke pihak lain yang lebih fleksibel dalam hal menggunakan kapal sebagai alat angkut batu bara. Tantangan lain yang disampaikan Rizal Kasli selaku Ketua Umum Ikatan Ahli Pertambangan Indonesia, faktanya ketersediaan armada kapal nasional saat ini baru sekitar 25% (dua puluh lima persen) dari pergerakan kapal yang berjumlah 7.645 (tujuh ribu enam ratus empat puluh lima) trip pada tahun 2019, sedangkan jumlah kapal yang dimiliki Indonesia hanya mencapai 109 (seratus sembilan) kapal.
ADVERTISEMENT
Dengan minimnya fasilitas kapal nasional yang mumpuni, Singgih Widagdo mengatakan kondisi ini membuat Indonesia hanya mampu mengangkut 30% (tiga puluh) persen dari total komoditas pelayaran batubara nasional. Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha batu bara jika Indonesia ingin menerapkan beyond cabotage.
Padahal menurut Sri Rejeki Hartono (1980) pada dasarnya transportasi memiliki dua nilai kegunaan, yaitu kegunaan tempat (Place Utility) dan kegunaan waktu (Time Utility). Place Utility berarti adanya perpindahan barang dari suatu tempat, di mana barang tersebut dirasa kurang bermanfaat, ke tempat lain yang menyebabkan barang tersebut menjadi lebih bermanfaat.
Sedangkan Time Utility berarti kemungkinan untuk memindahkan suatu barang dari satu tempat ke tempat lain di mana barang tersebut lebih dibutuhkan tepat waktu. Berangkat dari kedua nilai guna angkutan tersebut, pengaturan pengangkutan batu bara melalui laut dengan menggunakan kapal nasional tidak sesuai dengan kedua nilai guna angkutan tersebut. Sebab, dengan atau tanpa kapal nasional, pengiriman batu bara melalui laut telah memenuhi nilai guna tempat dan guna waktu.
ADVERTISEMENT
Namun sebagaimana tersebut di atas, berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara Indonesia, dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan, tujuan pengelolaan minerba antara lain untuk mendukung dan mengembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Terkait dengan tujuan UU Minerba, pengaturan angkutan batu bara dengan menggunakan kapal nasional diyakini dapat mencapai tujuan pengelolaan minerba, yaitu mendukung dan mengembangkan kemampuan nasional serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Selain itu, penggunaan kapal nasional sebagai moda transportasi batubara juga menjadi bukti ketahanan peradaban maritim di Indonesia.
Pengangkutan batu bara melalui laut dilakukan dengan beberapa jenis kapal, yaitu kapal tunda, tongkang, dan kapal LCT. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017, Pemerintah Indonesia mewajibkan beberapa hal kepada eksportir batu bara, salah satunya adalah penggunaan kapal nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi eksportir batu bara karena bisa membuat pembeli mengalihkan pembeliannya ke pihak lain. Kekhawatiran ini disebabkan oleh industri kapal Indonesia yang belum siap memenuhi permintaan importir atau pembeli.
Cita-cita Pemerintah Indonesia tentang pengangkutan batu bara dengan kapal nasional sesuai dengan cita-cita dalam UU Pertambangan dan Pelayaran Mineral dan Batubara.
Jadi secara teori, regulasi yang ditetapkan Pemerintah mengenai pengangkutan batubara melalui laut juga ideal dan dapat menciptakan peradaban maritim yang mumpuni di Indonesia.
Namun permasalahan yang terjadi di lapangan harus menjadi bahan introspeksi bagi pengambil kebijakan karena implementasi regulasi di lapangan belum tentu efektif diterapkan, apalagi masalah utama di sini adalah minimnya ketersediaan kapal nasional yang mumpuni untuk angkutan batubara.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebaiknya dalam membuat kebijakan dan peraturan, Pemerintah Indonesia mempertimbangkan penerapan dan klausula turunannya untuk mengkondisikan fakta di lapangan. Sehingga tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut dapat terwujud secara efektif dan tepat sasaran. Secara riil, roadmap pengembangan industri perkapalan nasional untuk meningkatkan kapasitas volume angkutan, khususnya batu bara untuk ekspor, harus disiapkan sebelum diberlakukan kewajiban penggunaan kapal nasional untuk angkutan batu bara.
Menyikapi kondisi tersebut, strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut untuk batu bara dan Pemerintah adalah persiapan di industri perkapalan nasional untuk pembangunan kapal khususnya kapal pengangkut batu bara.
Sehingga Indonesia dapat memiliki jumlah kapal yang cukup dengan desain kapal yang memiliki ukuran utama kapal (panjang, lebar, tinggi, dan sarat) sesuai dengan kapasitas kapal yang diinginkan dan sesuai dengan wilayah pelayaran, baik melalui laut maupun sungai.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya sejalan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 5 Tahun 2005 yang menggunakan metode pengembangan industri pelayaran untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pelayaran, termasuk industri pelayaran rakyat, baik usaha besar, menengah maupun kecil. dan koperasi.