Konten dari Pengguna

Media Massa Instrumen Borjuasi dalam Masyarakat Konsumen

Rina Wahyuni
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
16 Oktober 2024 9:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Wahyuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ekonomi Politik Media, sumber freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ekonomi Politik Media, sumber freepik.com
ADVERTISEMENT
Media massa telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern, berfungsi sebagai saluran informasi yang mempengaruhi budaya, politik, dan ekonomi. Namun, di balik peran pentingnya, terdapat kritik yang menyatakan bahwa media massa berfungsi sebagai instrumen borjuasi yang menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Dalam konteks ini, media massa tidak hanya menyebarkan informasi, tetapi juga membentuk cara berpikir masyarakat, menjadikannya sebagai masyarakat yang terjebak dalam pola konsumsi kapitalis.
ADVERTISEMENT
Sejak awal kemunculannya, media massa telah berkembang menjadi industri besar yang dikuasai oleh kelompok pemilik modal. Di tingkat internasional, hanya beberapa korporasi besar yang menguasai sebagian besar media, seperti AOL-Time Warner dan The Walt Disney Co. (McChesney, 2008). Di Indonesia, media massa juga dikuasai oleh sejumlah kelompok besar yang memiliki kepentingan politik dan ekonomi. Hal ini menciptakan situasi di mana media tidak lagi berfungsi sebagai alat informasi yang netral, tetapi lebih sebagai alat propaganda untuk kepentingan pemiliknya.
Kritik terhadap media massa ini mencakup pandangan bahwa media berperan dalam membentuk opini publik yang mendukung kepentingan borjuasi. Contohnya, selama pemilihan umum di Indonesia, banyak media mainstream yang terafiliasi dengan partai politik tertentu. Misalnya, pemberitaan yang cenderung positif terhadap calon tertentu dan negatif terhadap lawan politiknya dapat terlihat jelas. Kasus seperti dukungan besar media terhadap Calon Presiden Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024 menunjukkan bagaimana media dapat mempengaruhi opini publik dan mendorong narasi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Ini menunjukkan bagaimana media dapat digunakan untuk mengaburkan kebenaran demi kepentingan politik tertentu. Selain itu, banyak studi menunjukkan bahwa media massa sering kali mengabaikan isu-isu yang tidak menguntungkan bagi pemiliknya, sehingga menciptakan bias dalam pemberitaan (Entman, 2007).
ADVERTISEMENT
Selain itu, media massa juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang di mana individunya lebih cenderung menjadi konsumen pasif daripada pemikir kritis. Dalam masyarakat ini, nilai-nilai kapitalisme ditanamkan melalui iklan dan program-program yang mendorong gaya hidup konsumtif. Masyarakat tidak hanya dihadapkan pada informasi, tetapi juga pada norma dan nilai yang mengarahkan mereka untuk mengonsumsi lebih banyak, sering kali tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari konsumsi tersebut (Baudrillard, 1998).
Kritik ini semakin relevan dengan kemunculan media sosial, yang meskipun memberikan platform bagi suara-suara alternatif, juga memperkuat pola konsumsi yang ada. Media sosial sering kali menjadi arena di mana informasi disebarkan dengan cepat, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda. Dalam banyak kasus, pengguna media sosial menjadi bagian dari ekosistem yang memperkuat narasi-narasi yang menguntungkan kelompok tertentu, tanpa menyadari bahwa mereka sedang terjebak dalam pola pikir yang sama dengan yang dibentuk oleh media massa tradisional (Tufekci, 2017).
ADVERTISEMENT
Jika dikaitkan dengan postmordenisme, gerakan postmodernisme telah memberikan pengaruh yang mendalam pada pemahaman kita tentang media massa. Postmodernisme mendorong individu untuk mempertanyakan asumsi-asumsi yang dianggap sebagai kebenaran dan nilai-nilai yang mapan, sehingga mendorong sikap kritis terhadap narasi yang disajikan oleh media (Rizk, 2021). Dalam konteks ini, masyarakat diharapkan untuk lebih selektif dalam menerima informasi dan memahami konteks di balik berita yang mereka konsumsi.
Namun, ada juga tantangan yang muncul dari pendekatan postmodernisme. Dengan merelatifkan kebenaran, terdapat risiko bahwa individu menjadi skeptis terhadap semua bentuk informasi, termasuk yang berbasis fakta. Hal ini dapat menyebabkan nihilisme, di mana masyarakat merasa tidak ada kebenaran yang dapat diandalkan, sehingga mereka lebih rentan terhadap informasi yang keliru atau menyesatkan (Zizek, 2017). Oleh karena itu, sangat penting bagi individu untuk menemukan keseimbangan antara skeptisisme yang kritis dan penerimaan terhadap informasi yang valid.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi dampak negatif dari media massa dan media sosial, penting bagi masyarakat untuk mengembangkan kesadaran kritis. Ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Mendukung Media Alternatif
Masyarakat perlu berinvestasi dalam media alternatif yang lebih independen dan berpihak pada kepentingan publik, bukan hanya kepentingan pemilik modal. Media alternatif dapat memberikan perspektif yang berbeda dan lebih beragam, sehingga masyarakat tidak terjebak dalam satu narasi tunggal.
2. Kritis terhadap Konten
Konsumen media harus belajar untuk tidak mudah percaya pada informasi yang disajikan, tetapi sebaliknya, melakukan verifikasi dan mencari sumber yang lebih kredibel. Pendidikan media menjadi penting dalam hal ini, di mana individu diajarkan untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi secara kritis.
3. Partisipasi dalam Diskusi Publik
ADVERTISEMENT
Masyarakat harus aktif terlibat dalam diskusi tentang media dan dampaknya, serta berpartisipasi dalam gerakan yang meningkatkan kesadaran akan pentingnya media yang bertanggung jawab. Diskusi publik dapat membantu menciptakan ruang bagi suara-suara yang terpinggirkan dan mendorong transparansi dalam industri media.
4. Pendidikan dan Literasi Media: Meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, sangat penting. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang cara kerja media, individu dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan informasi di era digital.
Dengan langkah-langkah ini, kita dapat mulai membangun masyarakat yang lebih cerdas dan kritis, yang tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga pemikir aktif yang mampu menilai informasi dengan bijak.
Media massa, sebagai produk budaya masyarakat modern, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi cara berpikir dan bertindak masyarakat. Namun, ketika media digunakan sebagai instrumen borjuasi, dampaknya bisa sangat merugikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap kritis dan aktif dalam mengonsumsi informasi, serta mendukung media yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Dengan membangun kesadaran kritis, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berdaya, yang mampu menghadapi tantangan informasi di era modern ini.
ADVERTISEMENT
Referensi
Baudrillard, J. (1998). The consumer society: Myths and structures. Sage Publications.
Entman, R. M. (2007). Framing bias: Media in the distribution of power. Journal of Communication, 57(1), 1-19.
Hawkins, K. A. (2010). Media and the Venezuelan political crisis: A case study of the 2002 coup attempt. Latin American Politics and Society, 52(1), 1-25.
McChesney, R. W. (2008). The political economy of media: Enduring issues, emerging dilemmas. Monthly Review Press.
Tufekci, Z. (2017). Twitter and Tear Gas: The Power and Fragility of Networked Protest. Yale University Press.
Rizk, A. (2021). Postmodernism and Media: A Critical Review. Journal of Communication Studies, 45(3), 213-227.
Zizek, S. (2017). The Sublime Object of Ideology. Verso.
ADVERTISEMENT