Konten dari Pengguna

Menelusuri Jejak Marxisme dalam Kehidupan Religius Hasan

Rina Zulvia
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya memiliki hobi membaca, menulis, dan bernyanyi.
29 Juli 2024 12:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Zulvia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Cover Atheis Karya Achdiat Karta Mihardja (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Cover Atheis Karya Achdiat Karta Mihardja (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Novel "Atheis" karya Achdiat Karta Mihardja pertama kali diterbitkan pada tahun 1949 oleh Balai Pustaka. Karya ini telah dicetak ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, menandakan pengaruhnya yang besar dalam dunia sastra Indonesia. "Atheis" tidak hanya mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Hasan, tetapi juga mengupas konflik batin yang ada akibat benturan antara kepercayaan agama dan pemikiran modern.
ADVERTISEMENT
Hasan adalah anak dari Raden Wiradikarta, seorang pensiunan mantri guru yang tinggal di Garut. Sejak kecil, ia dibesarkan dalam lingkungan yang sangat religius dan taat. Pendidikan agama yang ketat membuat Hasan menjadi anak yang patuh dan sangat percaya pada ajaran agama. Namun, kehidupannya mulai berubah ketika ia bertemu kembali dengan teman lamanya yang bernama Rusli dan Kartini.
Pertemuan dengan Rusli dan Kartini membuat goyah keyakinan Hasan. Rusli memperkenalkan pemikiran marxisme yang kritis terhadap agama. Hubungan mereka membuat Hasan mulai meragukan keyakinannya dan mencari jawaban. Konflik batin ini membuatnya terlibat dalam pertengkaran dengan keluarganya, terutama ayahnya.
Ketika Hasan menikahi Kartini, ia berharap menemukan kebahagiaan. Namun, rumah tangga mereka justru dipenuhi konflik dan ketidakpercayaan. Ketegangan ini mencapai puncaknya ketika Hasan mengetahui Kartini sempat bersama Anwar, seorang teman yang juga meremehkan keyakinan agamanya. Dalam kondisi sakit parah, Hasan akhirnya meninggal dunia setelah ditembak tentara Jepang karena disangka mata-mata. Kartini yang merasa bersalah, terpuruk dalam keputusasaan.
ADVERTISEMENT
Tema utama dalam "Atheis" adalah pergulatan batin yang dialami Hasan. Novel ini menggambarkan bagaimana seseorang yang tumbuh dalam lingkungan religius dapat terguncang oleh pemikiran modern dan kritis. Hasan yang awalnya sangat taat pada agama, mulai meragukan keyakinannya setelah bertemu dengan Rusli dan Kartini. Pergulatan batin ini menunjukkan bagaimana benturan antara tradisi dan modernitas dapat mempengaruhi keimanan seseorang. Melalui tokoh Hasan, Achdiat Karta Mihardja menunjukkan bagaimana pengaruh lingkungan dan pergaulan dapat mengguncang keyakinan seseorang. Novel ini mengajarkan kita tentang kompleksitas keyakinan, hubungan manusia, dan bagaimana perubahan pemikiran dapat membawa konflik batin.
Pesan Moral dalam Novel 'Atheis'
Keseimbangan dalam Kehidupan
Pentingnya menjaga keseimbangan antara keyakinan pribadi dan pengaruh luar. Hasan yang awalnya teguh dalam keyakinannya, akhirnya terombang-ambing oleh pemikiran modern dan marxisme. Hal inimengajarkan bahwa keseimbangan dalam memegang teguh prinsip dan terbuka terhadap pemikiran baru sangat penting.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Pendidikan dan Pengetahuan
Pengetahuan yang luas dan mendalam sangat penting dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Hasan yang kurang mendalami keyakinannya menjadi mudah terpengaruh oleh pemikiran lain. Ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pengetahuan dapat menjadi benteng yang kuat dalam mempertahankan keyakinan.
Pengaruh Lingkungan dan Pergaulan
Lingkungan dan pergaulan sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seseorang. Pertemuan Hasan dengan Rusli dan Kartini yang berpikiran bebas dan modern membuatnya mulai meragukan keyakinannya sendiri. Ini mengingatkan kita untuk bijaksana dalam memilih lingkungan dan pergaulan.