Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Stereotip Laki-Laki dan Kritik Terhadap Maskulinitas
29 Juli 2024 11:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rina Zulvia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penulis: Kuntowijoyo
Tahun Terbit: 1992
Nama Penerbit: Penerbit Noura Books (PT Mizan Publika)
ADVERTISEMENT
Nomor ISBN: 978-602-385-024-2
Sinopsis: Cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" karya Kuntowijoyo adalah sebuah kisah yang menggugah perasaan dan mengajak pembaca untuk mempertanyakan norma-norma sosial yang kaku, terutama yang berkaitan dengan gender. Cerita ini berfokus pada Buyung, seorang anak laki-laki yang mencintai bunga-bunga namun harus berhadapan dengan larangan dari ayahnya yang memegang teguh pandangan tradisional tentang maskulinitas.
Di sebuah kota, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Buyung. Di sebelah rumahnya, tinggal seorang kakek tua bernama Kakek Baru, seorang pria tua yang dikenal dengan kecintaannya terhadap bunga-bunga. Setiap pagi, Kakek Baru merawat tamannya dengan penuh kasih sayang, menghabiskan waktu memupuk tanah, menyiram tanaman, dan memangkas dahan-dahan yang perlu dipotong. Buyung, dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, sering kali menyaksikan Kakek Baru dari jendela rumahnya. Setiap kali Kakek Baru ada di taman, Buyung merasa terpesona dengan keindahan bunga-bunga yang tumbuh dengan subur di sana. Sehingga ia mulai penasaran dan mendatangi Kakek Baru untuk ikut merawat bunga-bunga. Dengan kegiatan berkebun dan menanam bunga tersebut membuat ia bahagia.
ADVERTISEMENT
Namun, kebahagiaan Buyung tidak diterima dengan baik oleh ayahnya, seorang pria yang sangat menganut pandangan tradisional tentang maskulinitas. Ayah Buyung adalah seorang tukang yang pekerja keras, sering mengenakan kaus singlet yang penuh kotoran dari aktivitasnya. Sang ayah percaya bahwa laki-laki harus fokus pada kegiatan yang dianggap maskulin seperti bertukang, bekerja keras, dan berolahraga. Baginya, minat Buyung pada bunga adalah hal yang tidak pantas dan menunjukkan kelemahan.
Suatu hari, setelah melihat Buyung kembali dari taman Kakek Baru, ayahnya memanggilnya dengan nada keras. “Kenapa kamu terus-terusan menghabiskan waktu di taman bunga itu?” tanyanya dengan nada geram. “Apa kamu tidak punya pekerjaan lain yang lebih berguna? Laki-laki seharusnya tidak tertarik pada bunga. Kau harus membantu ayah di bengkel atau berlatih olahraga. Jangan jadi lemah!”. Seringkali ayah memarahi dan menghancurkan bunga-bunga yang dibawa Buyung ke rumahnya sebagai bentuk penegasan atas keyakinannya. Buyung merasa tertekan oleh harapan ayahnya yang keras dan norma-norma sosial yang menuntutnya untuk mengikuti pandangan maskulinitas yang sempit.
ADVERTISEMENT
Cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" mengangkat tema pencarian jati diri oleh tokoh Buyung. Minat Buyung pada bunga-bunga mewakili aspek penting dari identitas dan jati dirinya yang terabaikan oleh norma-norma sosial. Kegiatan merawat bunga-bunga bukan hanya sekadar aktivitas, tetapi juga ekspresi dari siapa dirinya yang sebenarnya. Konflik yang dihadapi Buyung mencerminkan pertentangan antara keinginan dan harapan sosial. Larangan ayahnya mengharuskan Buyung untuk menghadapi dilema moral dan emosional. Pilihan untuk mengikuti kata hati dan tetap merawat bunga-bunga menunjukkan keberanian Buyung dalam menemukan dan menerima jati dirinya.
Kuntowijoyo memberikan kritik tajam terhadap stereotip maskulinitas melalui karakter ayah Buyung. Pandangan ayah Buyung yang kaku mengenai maskulinitas menggambarkan bagaimana stereotip gender dapat membatasi ekspresi diri dan kebahagiaan individu. Dengan melarang Buyung untuk mencintai bunga dan memaksanya mengikuti peran maskulin yang dianggap sesuai, ayah Buyung mengimplementasikan pandangan tradisional yang membatasi.
ADVERTISEMENT
Cerpen ini mengkritik pandangan bahwa kecintaan pada bunga adalah tanda kelemahan atau ketidakmaskulinan. Kuntowijoyo menunjukkan bahwa minat pada sesuatu yang dianggap feminin tidak mengurangi nilai dan kejantanan seseorang. Tokoh Buyung, yang tetap setia pada kecintaannya meskipun menghadapi penolakan, menyoroti pentingnya keberanian untuk menantang stereotip gender dan menerima keunikan individu. Cerpen ini menggambarkan bagaimana individu dapat menemukan kebahagiaan dengan melawan norma-norma sosial yang tidak adil.
Kritik Terhadap Maskulinitas
Stereotip Gender yang Kaku
Ayah Buyung mewakili pandangan tradisional yang melihat bahwa laki-laki harus kuat, tidak emosional, dan tidak boleh tertarik pada hal-hal yang dianggap feminin seperti bunga. Cerpen ini mengkritik pandangan bahwa kecintaan pada bunga adalah tanda kelemahan atau ketidakmaskulinan. Kuntowijoyo menunjukkan bahwa minat pada sesuatu yang dianggap feminin tidak mengurangi nilai dan kejantanan seseorang.
ADVERTISEMENT
Pembatasankspresi Diri
Larangan ayah Buyung terhadap kecintaan anaknya pada bunga menggambarkan bagaimana stereotip maskulinitas dapat membatasi ekspresi diri seseorang. Hal ini menyoroti bagaimana norma-norma gender yang kaku dapat mengekang potensi individu dan menghambat kebahagiaan mereka.
Ketidakseimbangan dalam Peran Gender
Cerpen ini juga mengkritik ketidakseimbangan dalam peran gender dengan menunjukkan bahwa peran-peran yang dianggap maskulin atau feminin tidak seharusnya menghalangi seseorang untuk mengejar minat dan passion mereka. Buyung yang tertarik pada bunga dan ayahnya yang mengharapkan anaknya untuk terlibat dalam kegiatan yang lebih "maskulin" mencerminkan adanya pemaksaan dan ketidakseimbangan dalam peran gender.