Anak-anak yang Kehilangan Orang Tua karena Pandemi

Rina Anita Indiana
Universitas Bhayangkara Surabaya. Brevet ABC Perpajakan. Bersertifikat Konsultan Pajak B. Kuasa Pengadilan Pajak.
Konten dari Pengguna
22 September 2021 14:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : unsplash
zoom-in-whitePerbesar
sumber : unsplash
ADVERTISEMENT
Bulan kemarin angka kematian akibat COVID-19 luar biasa tingginya. Aku mendengar dari masjid setiap hari disampaikan berita lelayu. Kadang sehari bisa lebih dari tiga orang.
ADVERTISEMENT
Di grup sekolah anakku pun demikian. Setiap hari ada berita kematian. Dan kebanyakan adalah orang tua dari teman akrab anakku. Rasanya terenyuh sekali. Kadang juga berfikir hal yang sama bisa saja terjadi pada kami, sehingga anakku yatim atau piatu.
Mengenai ini aku pernah menanyakan, “Le, mamanya Rengga meninggal?”
“Iya.”
“Rengga di kelas gimana? Baik-baik saja?”
Kelasnya masih online, tetapi seharusnya anakku bisa tahu kalau ada perubahan sikap pada Rengga.
“Ya biasa saja. Dia tetap ngocol kayak biasanya.”
Syukurlah. Anak umur sebelas tahun mendapat takdir kehilangan ibunya dan dia bisa mengelola emosinya dengan baik. Kadang keadaan mendorong seseorang–pun juga seorang anak–untuk bertindak melebihi standar biasa.
“Kalau mama yang meninggal gimana?”
“Ya nggak papa.”
ADVERTISEMENT
Jawabannya mengesalkan sekaligus menggembirakan. Saya kembali bersyukur. Setidaknya dari sisi mental dia mengisyaratkan bahwa cukup kuat. Dan pertanyaan saya itu tentu saja bukan pertanyaan ngawur belaka. Umur adalah hak prerogative dari Sang Maha.
COVID-19, apalagi varian delta, memang seperti dewa maut yang mengintai dari langit. Datangnya mungkin sebentar saja tapi mencabut begitu banyak nyawa. Anak-anak menjadi yatim, ada yang menjadi piatu, ada yang menjadi yatim piatu.
Teman kantor saya ada yang merawat dua anak yang ibunya meninggal karena COVID-19. Ayahnya kerja di luar kota. Teman saya adalah teman baik ibunya yang meninggal itu. Dia merawat anak-anak istimewa itu seperti anaknya sendiri. Di tengah duka masih banyak orang-orang yang berhati mulia.
ADVERTISEMENT
Teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular.