Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.5
22 Ramadhan 1446 HSabtu, 22 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Joker dan Kebaikan yang Dikaburkannya
14 September 2021 20:07 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Joker: Orang Jahat adalah orang Baik yang Tersakiti.

Saya terus terang tidak pernah menonton film Joker. Betapapun banyak review bahwa film ini bagus sekali. Saya takut itu menjadi ‘makanan’ yang buruk bagi jiwa. Apakah saya berlebihan?
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu akan seberapa kuat mental dalam menerima ‘anjuran’ bahwa orang jahat adalah orang baik yang tersakiti, yang menjadi kalimat paling banyak dikutip seolah berasal dari Joker. Dan mungkin akan menjadi sikap permisif bahwa jahat karena disakiti itu tidak apa-apa.
Baru hari ini, setelah lewat dua tahun penayangannya, saya beranikan mencari tahu lebih dalam. Itupun hanya mencari ulasan dan spoiler. Ternyata tidak seperti dugaan saya, film Joker menceritakan tentang Joker, seseorang yang berada pada situasi chaos, diabaikan, dirundung. Namun yang utama, Joker adalah orang sakit yang tidak mendapat obat. Film ini tidak berkata bahwa Joker dulunya baik tapi tersakiti. Joker tidaklah jahat. Dia sakit.
Tentu saja kesimpulan saya yang berdasarkan sebuah artikel ini mungkin jauh dari kesimpulan Anda yang sudah melihat filmnya. Wajar bila ada banyak multitafsir atas Joker. Namun bukan bagaimana menafsirkan Joker yang ingin saya bahas.
ADVERTISEMENT
Mungkin saya dengan Anda akan berbeda sikap dalam menjawab pertanyaan ini: Apakah orang baik dengan tekanan dan peristiwa hidup seperti Joker akan menjadi Joker? Jawaban saya adalah besar kemungkinan iya, tapi sebaiknya tidak.
Sebaiknya orang baik tetaplah mutiara di mana pun tempat dia berada. Kebaikannya memancar seperti sinar. Menular seperti virus. Ini tentu saja terlalu normatif. Namun kita perlu sebuah norma, sebuah pedoman perilaku antar manusia dalam menjalani kehidupan bersama.
Satu yang pasti, apa pun yang terjadi teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular. Siapa tahu dari kebaikan kita satu Joker gagal terlahirkan.