Joker dan Kebaikan yang Dikaburkannya

Rina Anita Indiana
Universitas Bhayangkara Surabaya. Brevet ABC Perpajakan. Bersertifikat Konsultan Pajak B. Kuasa Pengadilan Pajak.
Konten dari Pengguna
14 September 2021 20:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Joker: Orang Jahat adalah orang Baik yang Tersakiti.
sumber : Unsplash
Saya terus terang tidak pernah menonton film Joker. Betapapun banyak review bahwa film ini bagus sekali. Saya takut itu menjadi ‘makanan’ yang buruk bagi jiwa. Apakah saya berlebihan?
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu akan seberapa kuat mental dalam menerima ‘anjuran’ bahwa orang jahat adalah orang baik yang tersakiti, yang menjadi kalimat paling banyak dikutip seolah berasal dari Joker. Dan mungkin akan menjadi sikap permisif bahwa jahat karena disakiti itu tidak apa-apa.
Baru hari ini, setelah lewat dua tahun penayangannya, saya beranikan mencari tahu lebih dalam. Itupun hanya mencari ulasan dan spoiler. Ternyata tidak seperti dugaan saya, film Joker menceritakan tentang Joker, seseorang yang berada pada situasi chaos, diabaikan, dirundung. Namun yang utama, Joker adalah orang sakit yang tidak mendapat obat. Film ini tidak berkata bahwa Joker dulunya baik tapi tersakiti. Joker tidaklah jahat. Dia sakit.
Tentu saja kesimpulan saya yang berdasarkan sebuah artikel ini mungkin jauh dari kesimpulan Anda yang sudah melihat filmnya. Wajar bila ada banyak multitafsir atas Joker. Namun bukan bagaimana menafsirkan Joker yang ingin saya bahas.
ADVERTISEMENT
Mungkin saya dengan Anda akan berbeda sikap dalam menjawab pertanyaan ini: Apakah orang baik dengan tekanan dan peristiwa hidup seperti Joker akan menjadi Joker? Jawaban saya adalah besar kemungkinan iya, tapi sebaiknya tidak.
Sebaiknya orang baik tetaplah mutiara di mana pun tempat dia berada. Kebaikannya memancar seperti sinar. Menular seperti virus. Ini tentu saja terlalu normatif. Namun kita perlu sebuah norma, sebuah pedoman perilaku antar manusia dalam menjalani kehidupan bersama.
Satu yang pasti, apa pun yang terjadi teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular. Siapa tahu dari kebaikan kita satu Joker gagal terlahirkan.