Perpanjangan Pemberlakuan Sertifikat Elektronik, EFIN, dan Kode Verifikasi

Rina Anita Indiana
Universitas Bhayangkara Surabaya. Brevet ABC Perpajakan. Bersertifikat Konsultan Pajak B. Kuasa Pengadilan Pajak.
Konten dari Pengguna
4 Januari 2023 16:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Foto : Unsplash
Bila Anda adalah warga negara Indonesia, cinta tanah air, sudah memenuhi syarat menjadi wajib pajak, dan ingin menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Anda pasti mengenal ritual menghitung, menyetor dan melaporkan pajak. Dalam ritual melapor Anda pasti mengenal sertifikat elektronik.
ADVERTISEMENT
Dulu Wajib pajak (WP) mengenal hanya satu jenis sertifikat elektronik (sertel) untuk melaporkan pajak, yaitu versi PMK 147 2017. Ini semacam kita diberi kunci untuk membuka rumah. Bila kita punya seribu rumah, maka di tangan kita harus ada seribu kunci. Direktur CV yang mempunyai seribu CV harus mengurus seribu sertel.
Peraturan terbaru terkait PMK 14 2017 terdapat di PER 04 2020. Sertel ini sangat useful. Ia bisa digunakan untuk meminta nomor seri faktur, membuat faktur, membuat e-bupot, bahkan submit e-objection dan e-PBK. WP hanya perlu mengajukan Formulir Permintaan Sertifikat Elektronik.
Kemudian muncul baru lagi istilah yang diperkenalkan di PP 9 2021, tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik ini terdiri tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi. Ini anggaplah sebuah alat untuk menandatangani dokumen. Penandatanganlah yang membawanya. Direktur CV yang mempunyai satu juta CV tetap hanya perlu mengurus satu sertel.
ADVERTISEMENT
Pengaturan lebih detil ada di PMK 63. PMK 63 mengatur bahwa tanda tangan elektronik tersertifikasi dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE). Mungkin saya salah, tapi dalam bayangan saya ini bisa saja semacam Microsoft Autenticator. Syarat pengajuannya mengikuti ketentuan dari PSrE. Hampir pasti diajukan melalui online. Tidak mungkin juga kita menggeruduk kantor Microsoft.
Tanda tangan elektronik tidak bersertifikasi berbentuk kode otorisasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pengajuan kode otorisasi DJP bisa diajukan secara elektronik atau secara manual. Bila elektronik mungkin ada portal DJP untuk pengajuan, bila manual berarti harus langsung ke KPP. Tinggal mengisi formulir permohonan otorisasi DJP.
WP dapat memilih salah satu tools tersebut, Mau Sertifikat elektronik atau Kode Otorisasi DJP, silakan saja. Anggap sajalah sertifikat elektronik itu ‘pena’. WP yang memilih memakai ‘pena’ harus mengurus ke PSrE. Dan anggap saja kode otorisasi DJP adalah ‘spidol’. Yang memilih ‘spidol’ dapat mengajukan ke DJP.
ADVERTISEMENT
Saya ingin menyinggung satu lagi peraturan yang ikut meramaikan kancah persertelan ini. Panggil dia PER 24 2021. Ia mengatur mengenai teknis pelaporan ebupot unifikasi. Pengaturan ini terbit di akhir 2021. Mengingat hari kelahirannya setelah diundangkannya PMK 63, maka pengaturan tanda tangan elektroniknya pasti tunduk pada PMK itu.
Namun demikian, karena PMK 63 baru setengah tahun diundangkan, PER 24 masih menaruh hormat pada peraturan terdahulunya yaitu sertel versi PMK 147. Sampai 31 Desember 2022 ebupot unifikasi masih dapat menggunakan sertel PMK 147. Setelahnya harus pakai pengaturan berdasarkan PMK 63.
Di pertengahan Desember 2022, WP yang aware dengan kewajiban perpajakannya, dan membaca PER 24 mulai panik. Bagaimana otorisasi ebupot di Januari 2023?
ADVERTISEMENT
Tetapi WP mungkin agak terlewat, karena sebenarnya yang disuntik mati oleh PMK 63 di akhir Desember 2022 bukan hanya ebupot unifikasi, melainkan juga banyak sekali kunci-kunci yang lain.
Bila sertel versi PMK 147 disuntik mati, artinya bukan hanya ebupot, melainkan efaktur pun jadi tidak bisa lagi dijalankan. Artinya di 01 Januari 2023 sertel efaktur tidak bisa digunakan untuk menerbitkan faktur pajak.
PMK 63 juga menyuntik mati EFIN sebagaimana dimaksud PER 41 2015. Masih ingat EFIN? Sebelum ada EFIN, leluhur kita harus datang ke KPP untuk mengirimkan pelaporannya. Betapa sangat menderita. Dengan EFIN kita sekarang cukup duduk di depan layar, lalu mengakses DJP Online. Tidak perlu memastikan langit sedang panas atau akan turun hujan, cukup memastikan jaringan internet sehat.
ADVERTISEMENT
PMK 63 juga menyuntik mati Kode Verifikasi sebagaimana dimaksud PER 02 2019. Masih ingat pelaporan e-SPT? Saat submit akan ada kode verifikasi yang dikirim via email.
Baiklah mungkin kira-kira analoginya serombongan kunci akan diganti sebuah pena. Cukup cantik bukan? Simple but anggunly.
DJP ternyata perlu perpanjangan waktu untuk impelementasi PMK 63 ini. Sampai akhir tahun 2022 pengaturan belum muncul. Netizen heboh. Dan entah bagaimana asalnya, WP yang bertanya itu direspon KPP dengan memberikan formulir pengurusan sertifikat kunci rumah, untuk WP yang ingin mendapatkan spidol. Betapa tidak nyambungnya.
Saluran twitter Kring Pajak cukup gercep, dia memberikan pesan untuk menunggu. Itupun belum memberikan kelegaan bagi WP karena pengaturan resminya belum terbit.
Untunglah di hari ketiga tahun 2023, DJP menerbitkan pengumuman PENG-1/PJ.09/2023 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Sertifikat Elektronik, Electronik Filing Identification Number (EFIN) dan Kode Verifikasi. Bahwa pengaturan PMK 63 diundur sampai waktu yang belum ditentukan. Dan sudah ada kepastian bahwa pelaporan masih mengikuti pengaturan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sudahlah anggap saja tidak terjadi apa-apa. Tunggu saja, sesaat lagi pasti ada pengaturan lebih lanjut mengenai PMK 63. Ini seharusnya akan terbit tidak lama lagi.
Seperti juga pengaturan NIK menjadi nomor NPWP, adanya launching tanda tangan elektronik model baru ini semacam salah satu lego saja untuk membentuk hal besar yang akan kita hadapi di 01 Januari 2024 : Pembaruan Sistem Informasi Perpajakan.
Mari kita bersiap-siap.