Konten dari Pengguna

Menyelamatkan Perpustakaan di Era Post-Truth

Rinaldi Syahputra Rambe
Pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia Sibolga. Anak desa yang suka membaca, menulis, dan berkebun.
14 Juli 2023 15:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rinaldi Syahputra Rambe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Abeer Osaily mengatur buku-buku di perpustakaannya di kota tua Hebron di Tepi Barat. Foto: Mussa Qawasma/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Abeer Osaily mengatur buku-buku di perpustakaannya di kota tua Hebron di Tepi Barat. Foto: Mussa Qawasma/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peradaban tidak terbentuk begitu saja. Ada proses panjang yang harus dijalani, dengan berbagai inovasi dan terobosan menjadi modal penting untuk mencapai kemajuan peradaban. Ilmu pengetahuan menjadi komponen yang mutlak diperlukan dalam pembentukan peradaban. Salah satu fasilitas yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan adalah perpustakaan. Sejak dahulu perpustakaan merupakan simbol peradaban.
ADVERTISEMENT
Namun, kini peran perpustakaan sebagai simbol peradaban menghadapi tantangan. Perpustakaan, yang sering dianggap sebagai gudang ilmu pengetahuan, mengalami penurunan minat dari masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah dominasi teknologi informasi.
Minimnya pengunjung perpustakaan menjadi persoalan yang dihadapi. Bahkan telah mencapai titik nadir. Tren penurunan pengunjung perpustakaan sejak pandemi hingga sekarang masih terus terjadi.
Persoalan minimnya kunjungan ini bukan hanya terjadi di daerah, tetapi juga terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari data kunjungan ke Perpustakaan Nasional yang terus mengalami tren penurunan. Hanya 966 kunjungan selama bulan Juni 2023. Kunjungan ini tergolong sangat kecil untuk tingkat Perpustakaan Nasional.
Tulisan ini tidak bermaksud menunjukkan pesimisme terhadap dinamika peran perpustakaan dalam era post-truth saat ini. Sebaliknya, saya ingin menyatakan bahwa perpustakaan tetap memiliki peran yang tidak bisa digantikan. Meskipun perkembangan teknologi telah mengubah preferensi dan persepsi masyarakat terhadap perpustakaan, pada kenyataannya perpustakaan masih sangat diperlukan.
ADVERTISEMENT
Minimnya pengunjung di tengah rendahnya literasi bangsa kita menjadi antitesis yang kita hadapi bersama. Di sisi lain, kesungguhan dalam membangun budaya literasi juga terkadang masih perlu dikuatkan lagi. Pengembangan literasi masih saja dilakukan dengan setengah hati. Tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa institusi terkait tidak melakukan apa-apa. Hanya saja dari sekian banyak tempat, terutama di daerah, masih sangat minim memberikan perhatian terhadap peningkatan literasi.
Ketidaksungguhan ini terlihat dari tersedianya fasilitas pendukung seperti buku berkualitas, tempat yang nyaman, dan fasilitas lainnya. Kegiatan-kegiatan spesifik terkait peningkatan literasi juga masih sangat minim. Selain itu, pengembangan SDM yang berperan di bidang literasi juga terkadang masih termarjinalkan, seperti pustakawan yang kerap kali tidak mendapatkan pelatihan dan pembinaan secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kondisi semacam ini seharusnya menjadi perhatian. Sebab, tidak ada catatan sejarah kemajuan yang terlepas dari tradisi membaca, meneliti, dan mengkaji ilmu pengetahuan. Di era post-truth saat ini, seharusnya kita kembali memprioritaskan nilai-nilai pengetahuan, agar tidak terperangkap dalam kesalahan dan kesalahpahaman.
Istilah "post-truth" sendiri pertama kali disampaikan oleh Steve Tesich pada tahun 1992, merujuk pada fenomena pasca-kebenaran di mana kebenaran dan kebohongan tercampur menjadi satu atau kebohongan dianggap sebagai kebenaran.
Fenomena "post-truth" seharusnya menjadi cambuk bagi kita untuk terus meningkatkan pengetahuan. Kita benar-benar hidup di bawah bayang-bayang merebaknya hoaks, hate speech, dan lain-lain.
Selain itu, perlu untuk meyakini bahwa tidak ada satu pun negara maju di dunia yang meninggalkan aktivitas literasi. Negara-negara maju memprioritaskan kegiatan literasi untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan daya saing SDM yang ada.
ADVERTISEMENT
Kondisi terbalik terlihat di negara kita, bagaimana aktivitas literasi sudah dianggap tidak terlalu penting. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga nasional maupun internasional yang selalu memberikan catatan tentang rendahnya tingkat literasi kita.
Penting untuk kemudian memberikan perhatian pada penguatan perpustakaan agar tetap menjadi garda penting dalam peningkatan pengetahuan dalam membentuk peradaban. Oleh karena itu, dicanangkan ke depan peningkatan fasilitas maupun faktor lain yang dapat menunjang agar perpustakaan tetap relevan di dunia saat ini.
Dalam era digital dan informasi saat ini, perpustakaan juga perlu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Selain sebagai tempat penyimpanan fisik buku dan sumber daya informasi tradisional, perpustakaan harus menjadi pusat pengetahuan yang menyediakan akses ke sumber informasi digital dan elektronik.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi minimnya kunjungan, perpustakaan perlu melakukan langkah-langkah inovatif. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melibatkan teknologi dalam penyediaan layanan perpustakaan. Misalnya, perpustakaan dapat menyediakan akses ke e-book, jurnal elektronik, dan sumber daya digital lainnya melalui platform online. Dengan demikian, masyarakat dapat mengakses informasi dan pengetahuan tanpa harus secara fisik datang ke perpustakaan.
Selain itu, perpustakaan juga perlu meningkatkan promosi dan kesadaran akan nilai-nilai literasi. Melalui program-program pendidikan dan sosialisasi, masyarakat dapat diberi pemahaman tentang pentingnya literasi dalam pengembangan diri dan kemajuan peradaban. Kolaborasi dengan institusi pendidikan, komunitas, dan pemerintah juga dapat menjadi strategi untuk memperluas jangkauan dan relevansi perpustakaan.
Perpustakaan juga dapat menjadi ruang yang ramah dan nyaman, bukan hanya untuk membaca dan belajar, tetapi juga untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan. Kegiatan seperti diskusi, seminar, dan lokakarya dapat diselenggarakan di perpustakaan untuk membangun komunitas pembelajaran yang aktif dan berdaya.
Sejumlah pengunjung membaca buku di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Rabu (5/8/2020). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Dalam era post-truth, di mana informasi yang tidak valid atau tidak akurat dapat dengan mudah menyebar, perpustakaan memiliki peran penting dalam menyediakan sumber informasi yang dapat dipercaya dan diverifikasi. Pustakawan juga memiliki peran sebagai pemandu dalam navigasi informasi, membantu pengunjung memahami dan mengevaluasi kebenaran suatu informasi.
ADVERTISEMENT
Kiranya, perpustakaan tetap menjadi simbol peradaban yang berharga dan tak tergantikan. Meskipun tantangan era post-truth dan dominasi teknologi informasi, perpustakaan dapat relevan dengan beradaptasi, mempromosikan literasi, meningkatkan akses ke sumber informasi digital, dan menjadi pusat komunitas pembelajaran. Dengan langkah-langkah ini, perpustakaan dapat terus menjadi garda penting dalam membentuk peradaban yang maju dan berpengetahuan.
Saya melihat upaya untuk menyelamatkan perpustakaan sebagai simbol peradaban di era post-truth sangatlah penting. Meskipun menghadapi tantangan seperti penurunan minat dan dominasi teknologi informasi, perpustakaan tetap memiliki peran tak tergantikan dalam memajukan peradaban.
Diperlukan langkah-langkah inovatif, seperti penggunaan teknologi dalam layanan perpustakaan, promosi literasi, kolaborasi dengan institusi pendidikan dan pemerintah, serta menciptakan ruang interaktif di perpustakaan. Dengan melakukan hal-hal ini, perpustakaan dapat terus menjadi pusat pengetahuan yang berharga dan menjaga pentingnya literasi dalam membentuk peradaban yang maju dan berpengetahuan.
ADVERTISEMENT