Diplomat Ladang: Menjelajahi Ladang Kelapa Sawit di Sarawak, Malaysia

ringgi perdini
Peserta Diklat Sesdilu yang suka kopi dan coffee shop
Konten dari Pengguna
20 November 2020 13:01 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ringgi perdini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siswa CLC Sarawak
Sumber: Koleksi tim CLC Sarawak
zoom-in-whitePerbesar
Siswa CLC Sarawak Sumber: Koleksi tim CLC Sarawak
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang Diplomat memberikan banyak peluang untuk travelling ke berbagai kota di dunia. Mempelajari budaya dan kebiasaan dari negara lain. Namun tidak pernah terbayangkan oleh saya bahwa pekerjaan ini akan membawa saya dalam sebuah perjalanan mengeksplorasi berbagai ladang kelapa sawit di hampir seluruh penjuru Sarawak.
ADVERTISEMENT
Iya, ladang kelapa sawit. Anda tidak salah membaca.
Selama 3 (tiga) tahun saya bertugas di KJRI Kuching, hampir setiap bulan saya berkunjung ke ladang-ladang kelapa sawit di seluruh penjuru Sarawak. Dari wilayah Simunjan yang hanya berjarak sekitar 70 KM dari kantor KJRI Kuching, hingga ke beberapa wilayah di luar kota Kuching seperti Sibu, Bintulu dan Miri yang berjarak ratusan kilometer.
Kunjungan ke ladang-ladang tersebut pastinya untuk menjalankan salah satu tugas diplomasi RI, yaitu memberikan perlindungan bagi WNI. Kegiatan tersebut antara lain: outreach pemberian paspor bagi TKI, hadir dalam berbagai kegiatan masyarakat di ladang serta yang paling sering saya lakukan adalah kunjungan yang bertujuan untuk membuka Community Learning Centre (CLC). CLC adalah institusi yang memberikan akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang orang tuanya bekerja di ladang kelapa sawit di Sarawak dan berusia antara 7-12 tahun.
Dubes RI Kuala Lumpur dan Konjen RI Kuching berfoto bersama dengan siswa CLC Sarawak Sumber: Koleksi tim KBRI Kuala Lumpur
Seperti siswa SD di Indonesia, siswa CLC di Sarawak juga belajar menggunakan kurikulum Indonesia dengan guru yang berasal dari Indonesia. Mereka juga memiliki kegiatan ekstrakulikuler layaknya siswa di Indonesia seperti kegiatan seni, olah raga dan kegiatan pramuka.
Kemeriahan Jambore Anak Indonesia Zona Sarawak (JAIM ZORA) Sumber: Koleksi pribadi
Siswa CLC Sarawak ikut memeriahkan Gala Dinner BIMP-EAGA di Kuching 2019 Sumber: Koleksi pribadi
Peraturan Malaysia menyatakan bahwa TKI tidak boleh membawa keluarga mereka ke Malaysia. Namun pada kenyataannya pada tahun 2013 terdapat sekitar 3.600 anak-anak Indonesia yang berada di Sarawak. Salah satu dampak dari peraturan Malaysia tersebut adalah hilangnya hak anak-anak Indonesia tersebut untuk memperoleh pendidikan.
Peresmian Ladang Mutiara Miri oleh Dubes RI Kuala Lumpur dan Konjen RI Kuching Sumber: Koleksi pribadi
Pemerintah Indonesia terus berdiplomasi agar dapat memberikan akses pendidikan bagi anak-anak tersebut. Akhirnya pada tahun 2015 pemerintah Malaysia mengijinkan pendirian CLC di wilayah Sarawak. Sehingga ketika saya mulai bertugas di KJRI Kuching pada Februari tahun 2017, salah satu tugas saya adalah membuka akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia di Sarawak.
Foto siswa CLC Sumber: Koleksi pribadi
Konsentrasi ladang kelapa sawit di Sarawak berada di sekitar kota seperti Sibu, Bintulu dan Miri. Untuk mengunjungi kota-kota tersebut dapat ditempuh dengan perjalan darat sekitar 6 – 12 Jam. Namun dapat juga memilih menggunakan pesawat sekitar 30 – 50 menit dan kemudian dilanjutkan dengan perjalan darat menuju lokasi ladang yang hendak dituju.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan-perjalanan tersebut terdapat banyak pengalaman yang menarik dan tidak terlupakan antara lain:
Pertama, terbang menggunakan pesawat kecil ke Mukah dengan 18 tempat duduk. Ketika akan kembali ke Kuching pesawat yang akan kami tumpangi tidak dapat terbang, sehingga kami harus kembali ke Kuching menggunakan bus malam dengan 10 jam perjalanan.
Pesawat yang membawa tim KJRI Kuching ke Mukah Sumber: Koleksi pribadi
Kondisi di dalam pesawat Sumber: Koleksi pribadi
Kedua, menyeberangi berbagai sungai dengan tanda berbahaya karena terdapat buaya. Sebagian besar sungai-sungai di Sarawak didiami oleh buaya. Setiap tahun media di Sarawak memberitakan adanya korban jiwa dari keganasan buaya di sungai-sungai Sarawak.
Salah satu tanda peringatan terkait buaya Sumber: Koleksi tim Ekonomi KJRI Kuching
Ketiga, Perjalanan darat selama berjam-jam menembus hutan sawit dengan jalan yang tidak rata. Salah satu perjalanan darat terpanjang saya adalah mengunjungi CLC Ladang Jelalong di luar kota Miri. Total perjalanan kami dari kota Miri ke Ladang Jelalong memakan waktu 10 jam pulang pergi.
Kondisi jalan di dalam ladang Sumber: Koleksi pribadi
Keempat, bertemu dengan masyarakat Indonesia di tengah lebatnya perkebunan sawit. Termasuk ikut memeriahkan perayaan HUT RI bersama di ladang kelapa sawit.
Kemeriahan perayaan HUT RI di ladang di kawasan Bintulu Sumber: Koleksi pribadi
Memberikan sosialisasi mengenai CLC kepada orang tua Sumber: Koleksi pribadi
Kelima, Disambut dengan senyuman dan nyanyian anak-anak siswa CLC.
ADVERTISEMENT
"Selamat datang Bapak, selamat datang Ibu, selamat datang kami ucapkan, terimalah salam dari kami yang ingin maju bersama-sama.”
Senyum anak-anak Indonesia di ladang kelapa sawit Sarawak, Malaysia Sumber: Koleksi pribadi
Intensitas saya berkunjung ke ladang kelapa sawit yang cukup tinggi menyebabkan beberapa teman dan kerabat di Kuching memanggil saya sebagai diplomat ladang. Saya bahkan lebih ingat nama-nama ladang dan lokasinya, terutama ladang yang memiliki CLC dibandingkan nama-nama restaurant dan lokasinya di kota Kuching.
Salah satu hasil nyata dari tugas kami berkeliling dari satu ladang ke ladang yang lain adalah pada peningkatan jumlah CLC di Sarawak. Pada tahun 2016 terdapat 16 CLC, pada akhir tahun 2019 terdapat 63 CLC di seluruh penjuru Sarawak dengan total siswa sebanyak 1.731 orang.
Semoga dengan adanya CLC, anak-anak Indonesia tersebut dapat menggantungkan cita-citanya tidak lagi hanya setinggi pohon sawit namun setinggi langit.
ADVERTISEMENT