Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gaji Murah, Kerja Berat: Narasi Buruh di Balik Ekspansi MNC ke Negara Selatan
25 Desember 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rini Sarlita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 1 Mei 2024, Amnesty International mengabarkan bahwa para pekerja garmen di Bangladesh kembali menyerukan aksi protes menuntut keadilan atas hak-hak mereka. Para buruh yang bekerja di sektor tekstil, yang menjadi tulang punggung ekonomi ekspor Bangladesh, menuntut kompensasi yang adil dan upah dari perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) yang memanfaatkan tenaga kerja murah di negara tersebut. Seruan ini memperingati peristiwa tragis runtuhnya Rana Plaza pada 24 April 2013, sebuah insiden yang terjadi 11 tahun silam namun masih menjadi luka mendalam dalam sejarah ketenagakerjaan global.
ADVERTISEMENT
Rana Plaza, yang terletak di pinggiran Dhaka, Bangladesh, runtuh akibat sejumlah faktor, termasuk cacat struktural, perawatan bangunan yang buruk, beban berlebihan dari pabrik-pabrik tekstil yang beroperasi di dalamnya, serta konstruksi ilegal. Tragedi tersebut menewaskan lebih dari 1.100 pekerja garmen dan melukai lebih dari 2.500 orang, menjadikannya salah satu bencana industri paling mematikan dalam sejarah dunia. Kejadian ini mengungkap fakta praktik-praktik tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNC), seperti kurangnya pengawasan terhadap keselamatan kerja dan eksploitasi tenaga kerja murah.
Meskipun perusahaan multinasional sering dipandang sebagai pendorong kemakmuran di negara-negara berkembang, kenyataannya jauh dari ideal. Sebaliknya, eksploitasi tenaga kerja yang murah dan ketidakadilan yang terus berulang menjadi wajah gelap dari dampak kehadiran mereka di Negara Selatan.
MNC dan Narasi Penciptaan Lapangan Kerja
Perusahaan multinasional (MNC) seperti Nike, Amazon, dan H&M telah lama memperluas operasi mereka ke Negara Selatan untuk memanfaatkan biaya tenaga kerja yang rendah, kemudian dapat memproduksi barang-barang murah yang kemudian dijual dengan harga tinggi di pasar global. Industri tekstil di Bangladesh, misalnya, menyumbang 80% dari total ekspor negara tersebut, sebagian besar berkat kontrak dengan merek-merek besar seperti Zara, H&M, dan Primark.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, meskipun MNC menciptakan lapangan kerja untuk lebih dari 60 juta orang di seluruh dunia, dari sektor desain, manufaktur, distribusi hingga ritel, banyak pekerja, terutama di negara-negara berkembang seperti India, Bangladesh, China, dan Vietnam, yang hidup dalam kondisi memprihatinkan. Pekerja garmen di negara-negara tersebut seringkali menghadapi pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi yang meluas.
Realitas Buruh: Gaji Rendah dan Kondisi Kerja Berat
Di balik narasi penciptaan lapangan kerja, terdapat cerita-cerita buruh yang menghadapi kondisi kerja tidak manusiawi. Salah satu contohnya adalah tragedi Rana Plaza di Bangladesh pada 2013, ketika sebuah bangunan pabrik runtuh dan menewaskan lebih dari 1.100 pekerja. Tragedi ini mengungkapkan buruknya standar keselamatan kerja di pabrik-pabrik yang menjadi bagian dari rantai pasok MNC.
ADVERTISEMENT
Walaupun MNC menyediakan peluang kerja, manfaat ekonomi tersebut sering kali tidak dirasakan oleh para buruh. Dikutip dari Trimurti (2023), di Bangladesh, upah minimum pada 2023 hanya sekitar $95 per bulan, sementara biaya hidup yang layak diperkirakan mencapai $200 per bulan. Di India, pekerja pabrik tekstil yang menyuplai merek-merek terkenal hanya dibayar $2 hingga $3 per hari. Menurut laporan BBC dalam artikel Indian Factory Workers Supplying Major Brands Allege Routine Exploitation (2020), meskipun pekerja di sektor tekstil menerima upah yang sangat rendah, mereka juga terpaksa bekerja dalam kondisi yang sangat keras. Pekerja di pabrik-pabrik tekstil sering kali dipaksa bekerja lebih dari 22 jam dalam sehari, dengan ancaman pemecatan jika mereka tidak bisa bertahan. Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan minimnya tanggung jawab dari pihak merek-merek besar yang mempekerjakan mereka, sehingga eksploitasi semacam ini sulit diberantas. "Itulah cara kerja di industri tekstil, tidak hanya di India, tetapi di mana-mana," ungkap BBC dalam laporannya.
ADVERTISEMENT
Pada 2015, gerakan #WhoMadeMyClothes muncul sebagai respon terhadap tragedi runtuhnya gedung Rana Plaza di Bangladesh pada 2013, yang menewaskan lebih dari seribu pekerja garmen. Tragedi tersebut membuka mata dunia terhadap kondisi kerja yang buruk di balik industri fashion global. Kampanye ini berkembang menjadi gerakan besar yang mendesak transparansi dan praktik etis di seluruh rantai pasokan industri pakaian. Gerakan ini juga mengajak konsumen untuk lebih sadar dan mempertanyakan asal-usul pakaian yang mereka kenakan, sekaligus menjadi simbol perlawanan terhadap eksploitasi pekerja dan ketidakadilan dalam industri mode.
Mengapa Gaji Tetap Rendah?
Biaya tenaga kerja yang murah dan sumber daya alam yang melimpah menjadi salah satu alasan utama MNC memilih beroperasi di Negara Selatan. Fenomena ini didukung oleh kebijakan outsourcing, yang memungkinkan perusahaan menekan biaya produksi. Namun, realitanya lebih kompleks. Banyak negara di Selatan terjebak dalam "perlombaan ke bawah," di mana mereka bersaing untuk menarik investasi asing dengan menawarkan upah rendah dan regulasi ketenagakerjaan yang lemah.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan kekuasaan juga menjadi faktor utama. Pemerintah di Negara Selatan sering kali enggan menerapkan regulasi ketat karena ketergantungan mereka pada investasi asing. Sebagai contoh, meskipun beberapa negara seperti Kamboja telah meningkatkan upah minimum menjadi 204 USD per bulan pada tahun 2024, namun jumlah ini masih dianggap belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Siapa yang Diuntungkan?
Operasi perusahaan multinasional (MNC) sering kali menghasilkan keuntungan besar, tetapi sebagian besar hasil tersebut mengalir kembali ke perusahaan induk di negara asalnya. Aliran keuntungan ini jarang diinvestasikan ulang ke dalam perekonomian lokal negara tempat operasi berlangsung, sehingga meninggalkan sedikit manfaat nyata bagi negara-negara berkembang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iqbal dan koleganya pada tahun 2023, pola ini terus memperdalam ketimpangan ekonomi global.
ADVERTISEMENT
Laporan dari Oxfam juga memperkuat kenyataan pahit ini. Sejak tahun 2020, 1% orang terkaya di dunia berhasil menguasai dua pertiga dari kekayaan baru yang dihasilkan. Sebagian besar kekayaan ini diperoleh melalui jaringan operasi MNC, yang memanfaatkan tenaga kerja murah dan regulasi yang longgar di Negara Selatan. Sementara itu, buruh di Negara Selatan harus puas dengan upah rendah dan kondisi kerja yang minim perlindungan.
Namun, dampaknya tidak hanya ekonomi. Masyarakat lokal juga sering kali menghadapi dampak dari adanya operasi MNC di negara selatan, lingkungan dan sosial, seperti pencemaran air, penebangan hutan, penggusuran tanah, dan kurangnya kompensasi yang adil. Konflik sosial sering kali muncul akibat ketimpangan ini, dengan protes masyarakat yang menuntut hak-hak mereka.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
MNC memang menciptakan lapangan kerja di Negara Selatan, tetapi fakta menunjukkan bahwa banyak buruh masih terjebak dalam siklus eksploitasi, dengan gaji rendah dan kondisi kerja yang berat. Sementara MNC dan pemegang sahamnya menikmati keuntungan besar, buruh di Negara Selatan tetap menjadi pihak yang paling dirugikan.
Sebagai konsumen, kita memiliki tanggung jawab untuk lebih kritis terhadap produk yang kita beli. Dengan mendukung merek yang menghormati hak-hak buruh dan menuntut transparansi dalam rantai pasok, kita dapat membantu mendorong perubahan.
Referensi
Amnesty International. 2024. “Garment Workers Must Receive Rights-Based Compensation and Justice Immediately,” May 1, 2024. https://www.amnesty.org/en/latest/news/2024/05/bangladesh-garment-workers-must-receive-rights-based-compensation-and-justice-immediately/.
Iqbal, Muhammad, Dhea Savitri, Lailan Nur, Risfa Dwi Andini, and Purnama Ramadani Silalahi. 2023. “Peran Perusahaan Multinasional Dalam Meningkatkan Sektor Perekonomian Di Indonesia.” CEMERLANG: Jurnal Manajemen Dan Ekonomi Bisnis 3 (1): 64–76. https://prin.or.id/index.php/cemerlang/article/view/699.
ADVERTISEMENT
“Richest 1% Bag Nearly Twice as Much Wealth as the Rest of the World Put Together over the Past Two Years.” 2023. Oxfam International. September 4, 2023. https://www.oxfam.org/en/press-releases/richest-1-bag-nearly-twice-much-wealth-rest-world-put-together-over-past-two-years.
Trimurti. 2023. “A-Z Aksi Buruh Bangladesh Tuntut Upah Layak, Ratusan Pabrik Dikabarkan Tutup.” Trimurti.ID (blog). November 23, 2023. https://trimurti.id/telusur/a-z-aksi-buruh-bangladesh-tuntut-upah-layak-ratusan-pabrik-dikabarkan-tutup/.
Technopak. 2024. “The Importance of Ethical Fashion & Human Rights in the Garment Industry.” Technopak Advisors (blog). July 1, 2024. https://www.technopak.com/the-importance-of-ethical-fashion-and-human-rights-in-the-garment-industry/.
“Who Made My Clothes : Fashion Revolution.” n.d. Accessed December 25, 2024. https://www.fashionrevolution.org/tag/who-made-my-clothes/.