Menyerah, dan Akhirnya Aku Menyentuhmu lalu Luluh

Monang Tobing
Pengamat Kejadian Publik
Konten dari Pengguna
18 Juli 2020 1:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Monang Tobing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sungguh jenius. Lagu ini telah menembus ruang dan waktu. Dunia membicarakannya. Mereka menyukainya. Indonesia dikenal lagi. Foto: akurat.co
Akhir-akhir ini, proses bekerja dari rumah membuatku banyak kesempatan membuka saluran youtube. Tujuannya mencari bahan dan juga materi yang mendukung pekerjaan dan juga tulisan-tulisan untuk aku muat di beberapa situs.
ADVERTISEMENT
Setiap aku buka youtube, di halaman pertama selalu tampil video itu. Aku hanya membaca ada tulisan Lathi dengan sedikit aksen huruf Jawa kuno. Aku memperhatikan thumbnail-nya. Aku suka, tetapi tidak cukup kuat untuk mendorongku membuka video itu. Selanjutnya, berita tentang Lathi mengisi banyak ruang media yang aku baca, baik dalam jaringan maupun cetak. Aku masih belum tertarik. Bahkan satu berita yang menyatakan Lathi terpampang di papan iklan di Time Square di New York Amerika sana, tidak juga membuatku ingin mengetahui lebih lanjut.
Tetapi, malam ini entah kekuatan apa yang mendorongku untuk meng-klik video itu. Aku pun mendengarkannya. Lalu, aku seperti terhipnotis. Aku seperti dirasuki nada mistis. Relungku terisi sesuatu, Nadiku melambat. Magis, aku menikmati suatu sensasi. Cenderung dark dan sedih. Aku memang belum membaca liriknya. Tetapi visual, musik dan tariannya membawaku dan menyeretku untuk menyaksikannya sampai selesai dan tidak hanya sekali.
ADVERTISEMENT
Suara vokal penyanyinya mampu menciptakan sensasi kepedihan itu sendiri. Ketika kemudian liriknya kutemukan, benar sekali. Lagu ini tentang kepedihan dan kegelapan. Warna-warna yang ditampilkan magis. Setiap aku memutar lagi itu lagi, aku merinding. Tidak mengerti. Ada sensasi kengerian yang menjalari tubuhku, tanpa kusadari.
Lalu, tibalah para lirik yang berbahasa Jawa. Setidaknya dalam pemahamanku. Bunyi nada-nada pentatonis tiba-tiba muncul. Ada kenangan yang mengalir. Ada seperti roh mengajakku ke suasana sebuah keraton di ke-Jawa-an. Nada-nada yang sering aku dengar ketika berkunjung ke Yogyakarta atau Solo. Nada-nada yang selalu hadir di hotel-hotel yang aku inapi di kota Gudeg itu. Raga vokalis group Weird Genius itu pun meliuk mengikuti irama, yang masih cenderung gelap.
ADVERTISEMENT
Sehabis dilarut dalam magis nada pentatonis itu, tiba-tiba musik elektronik memasuki ruang telingaku. Menghentak dan memaksamu menyimak setiap gerakan. Nada-nadanya seperti tarikan-tarikan yang menarik dan melepas tubuh yang tidak berdaya. Rinai hujan, api, wayang, wajah magis, tarian tiga perempuan berbalut baju putih ketat, lantai yang dipenuhi dedaunan, dan musik elektrik dan dipadu nada pentatonis itu, seperti menarik-narikku. Semua dipadukan. Kontras-kontra disatukan.
Selaras dengan liriknya, pushing through the countless pain, and all I know that this love’s a bless and curse. Bukankah seharusnya ketika sakit itu ada kita berhenti? Tetapi dia tetap melangkah. Bukankan cinta seharusnya menghadirkan kebahagiaan? Tetapi nyatanya, cinta juga menghadirkan kutukan. Kutukan yang menyakitkan.
Aku mengulangi lagi. Aku cermati setiap gerakan. Aku rasakan setiap ketukan nada. Aku hirup suara magis Sara Fajira. Vokalnya mengingatkan aku akan penyanyi Christina Aguilera. Tetapi, setidaknya vokalnya memantik ingatan akan penyanyi berdarah Hispanik itu.
ADVERTISEMENT
Aku tidak ingin segera mengakhiri lagu ini. Aku terus mendengarkan. Nada-nada semakin merasuk secara magis setelah malam melewati garisnya. Subuh yang dingin dari pendingin ruangan menjadikan rasukannya semakin dalam.
I was born a fool, Broken all the rules, oh-oh, Seeing all null, Denying all of the truth, oh-oh”. Larik-larik pertama dari lirik lagu ini kembali menguar di udara, setelah kesekian kali aku mainkan. Ada sebuah kesadaran bahwa semua yang dilakukan adalah kesalahan, melalui semua tanpa melihat kiri dan kanan, menerima semuanya sebagai sebuah ketiadaan, dan kebenaran hanyalah untuk ditolak. Sungguh di suatu masa, aku merasakan hal yang sama. Sungguh, lirik ini menjadi jembatan penghubungku dengan Lathi. Bulu kuduk tiba-tiba berdiri. Dingin menjalari kakiku. Entah mengapa.
ADVERTISEMENT
It Happened for a Reason
Lalu, kesadaran itu mulai mengemuka. Lagu ini, liriknya, gambarnya, suaranya dan gerakannya sungguh indah dan cantik. Lagu ini indah. Lagu ini betah membuatku mendengarkannya berulang kali. Aku mencoba mengikuti setiap ketukan. Semakin kuikuti semakin aku terhanyut. Frozen. Lalu, aku melarut lagi. Lagu ini memang jenius, sesuai dengan penyanyi dan grup bandnya, Weird Genius.
Tiba-tiba sang pintar buatan di Youtube menghadirkan lagu Lathi yang lain. Sungguh luar biasa. Lagu ini ternyata telah ‘hit’ dan mendapatkan perhatian luar biasa. Beberapa cover dengan suara merdu dan cantik dari beberapa penyanyi amatir dari Barat, mencoba meraih ketenaran lagu ini. Tidak kalah enaknya, tetapi berbeda. Mungkin warna suaranya. Mungkin juga visualnya tidak sama. Salah satunya Davina Michelle. Aku suka suaranya. Vokalnya jernih. Tetapi, beda. Tidak sama dengan versi aslinya.
ADVERTISEMENT
Beberapa lainnya mencoba menghadirkan lagu ini dengan versi drum-nya. Tidak kurang sang gitaris canggih Sungha Jung pun memainkannya. Magisnya telah menyentuh berbagai kalangan dan bangsa. Lathi telah membawa banyak imajinasi dan tarikan. Bahkan beberapa youtuber asing mencoba mengomentarinya.
Salah satunya bahkan mengomentarinya tanpa tahu darimana lagu ini berasal. Lathi, telah menunjukkan arti musik itu sendiri. Musik untuk dinikmati. Tidak untuk dipertentangkan. Karena musik adalah produk jiwa. Ada roh di dalamnya. Pastinya, Lathi terjadi untuk satu alasan. Mungkin menyatukan. Mungkin hanya untuk menghiburku. Aku tidak salah menilainya seperti itu.
Lathi telah menjelaskan nama grup band itu sendiri. Lagu ini sebuah jenius. Melintasi jarak. Disukai mereka dari berbagai kesukaan aliran musik. Dunia membicarakannya. Aku akan selalu hanyut mendengarkan lagu ini. Aku lebih terbakar lagi mendengarkan para youtuber asing dari berbagai negara yang mengomentarinya. “I am into it”, ujar satu di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Aku mainkan lagi untuk kesekian kali. Tetapi, aku harus ingatkan diriku sendiri. Aku harus hati-hati dengan lidahku. Sudah banyak kerusakan yang aku saksikan oleh karenanya.