Musim Kasmaran Semusim Partai Politik akan Segera Tiba

Monang Tobing
Pengamat Kejadian Publik
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2020 0:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Monang Tobing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Partai politik sudah memasang kuda-kuda untuk menghadapi pertarungan di pemilihan kepala daerah 2020 ini. Foto: Alinea.id
zoom-in-whitePerbesar
Partai politik sudah memasang kuda-kuda untuk menghadapi pertarungan di pemilihan kepala daerah 2020 ini. Foto: Alinea.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah dan para partai politik sepertinya sudah sepakat pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun ini tidak akan ditunda. Meskipun pandemi virus Corona masih mengancam di setiap kesempatan, pesta ini akan tetap dilaksanakan. Alasannya, jika kenduri politik ini ditunda, maka akan terjadi kekosongan kekuasaan. Kepala daerah akan mengakhiri jabatannya dan tidak ada mandat yang kuat untuk menjustifikasi petahana menjadi kepala daerah lagi, tanpa proses pemilihan. Penugasan dari pusat tidak membantu, karena tidak akan menggerakkan pembangunan. Perwakilan pusat sebagai pelaksana tugas, tidak akan boleh melakukan keputusan strategis, termasuk misalnya keputusan terkait APBD.
ADVERTISEMENT
Desember 2020 menjadi peristiwa penting bagi negara ini. Setidaknya itu yang disampaikan para politikus dari berbagai partai. Pastinya itu penting bagi negara dan bangsa. Karena partai politik merupakan bagian dari sistem demokrasi bangsa ini. Meskipun banyak juga yang tidak perduli sebenarnya, karena tidak berdampak pada kehidupan mereka langsung. Belum lagi isu dinasti dan arisan yang marak terjadi dalam penentuan calon kepala daerah. Banyak drama pada prosesnya.
Tapi, yang segera akan sangat menonjol terjadi yakni partai politik dan calon kepala daerah ini mendadak kasmaran pada rakyat. Rakyat pemilik suara, yang akan menentukan terpilihnya calon atau tidak, diperlakukan seperti pacar. Rakyat didekati. Rakyat dielus. Rakyat disayang. Rakyat dianggap tidak berjarak dengan mereka. Rakyat dicintai. Rakyat disanjung. Para calon kepala daerah ini tiba-tiba memiliki imajinasi, visi, cita-cita dan harapan serta keinginan tulus untuk rakyat. Sifat rela berkorban menyembul dari dada mereka. Bahkan seperti mau mengorbankan apa saja untuk kebaikan rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Semuanya ini terpapar jelas. Kunjungan ke masyarakat marak dilakukan. Kenduri mengundang masyarakat digerakkan. Fasilitas dan sarana di kampung tiba-tiba mendapat perhatian besar. Bantuan berupa kebutuhan pokok dan sarana rumah ibadah mengalir lancar. Semuanya serba baik dan tulus serta ikhlas. Tidak nampak jarak antara calon kepala daerah dengan rakyatnya. Boleh dibilang calon rakyatnya yang akan dilayaninya nanti ketika terpilih.
Suasana juga menjadi meriah. Panggung dangdut ditabuh dibanyak tempat. Biduan-biduan cantik dan kadang seksi dan seronok diundang untuk menghibur rakyat. Pokoknya rakyat tidak boleh susah. Rakyatlah pemilik negeri ini, sehingga rakyat tidak boleh ditinggalkan. Rakyatlah yang utama. Rakyat is uber alles. Perasaan rakyat bungah dan kadang juga tidak nyaman. Karena sudah paham dengan modus ini. Tetapi, calon kepala daerah dan partai tetap saja melakukannya dengan muka tebalnya. Janji-janji ditebarkan.
ADVERTISEMENT
Di banyak titik, baliho-baliho berukuran raksasa menghiasi kota-kota dan desa. Wajah di baliho dipermak. Pengambilan foto pastinya tidak terjadi mendadak. Pasti pengarah gayanya mengatur gaya agar menunjukkan ketulusan dan kasmaran yang membuncah itu. Jika wajah terlalu gelap, maka akan diusap dengan perangkap lunak. Bahkan mungkin diupayakan seputih Lee Min-ho. Jujur saja, saya tidak kenal siapa itu Lee Min-ho, hanya sering dengar. Katanya aktor Korea.
Pesan-pesan di baliho pun penuh tulisan mesra. Beberapa pesan di baliho itu seperti adil dan makmur untuk rakyat, rakyat sejahtera makmur dan mandiri, siap membangun untuk rakyat. Masih banyak lagi. Pastinya, rasa yang kuat bagi kebaikan dan kebahagian rakyat. Segala upaya itu praktis seperti seorang yang jatuh cinta atau kasmaran. Tidak ada waktu tanpa tidak memikirkan rakyat. Tidak ada kesempatan tidak berbicara soal nasib dan kesejahteraan rakyat. Itu semua terjadi di masa kampanye.
ADVERTISEMENT
Di Detik itu Cinta Menguap
Selama masa kampanye, merupakan masa-masa indah dan menggetarkan. Tetapi juga pastinya melelahkan. Tetapi, demi si buah hati, rakyat, semua kelelahan itu tidak ada artinya. Semua halangan diterobos.
Tetapi, kemudian, tibalah tanggal pemilihan. Pada dua jam setelah pemilihan, secara umum akan ditemukan pemenangnya. Pemenang akan menjadi kepada daerah terpilih. Calon akan menjadi kepala daerah. Kemenangan dirayakan. Tetapi pada detik itu, cinta itu pun mati. Kasmaran itu tidak berbekas. Perhatian kepada rakyat menguap tanpa jejak. Perhatian yang dulu diberikan lari tunggang langgang entah kemana. Seperti, tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan rakyat. Semuanya berhenti di hari pemilihan itu.
Sirnanya kasmaran itu terjadi pada pihak yang menang, terlebih bagi yang kalah. Bahkan, setelah itu, sering terdengar calon yang kalah menagih kembali segala pemberian di masa kasmaran. Ada yang aspal ditarik kembali. Bahkan ada juga bantuan ke rumah ibadah digulung kembali. Terjadi rasa dikhianati di dalam dadanya. Perasaan dibohongi membuncah. Soalnya, sebelum pemilihan, kasmarannya tidak bertepuk sebelah tangan. Uang hilang, cinta menguap, rakyat lupa.
ADVERTISEMENT
Di pihak pemenang segendang sepenarian. Tidak ada bedanya dengan pihak yang kalah. Rakyat akan segera dilupakan. Tugas rakyat sebagai ‘pacar kontrak’ sudah selesai. Manis sudah didapat. Sepah harus dibuang. Rakyat tiba-tiba menjadi sesuatu yang harus dijauhi. Bisa jadi karena dulu banyak gombalnya. Banyak janji-janji yang sebenarnya tidak bisa dilakukan, tetapi tetap dibisikkan ke telinga rakyatnya.
Pasti masih ingat dengan seorang pemimpin yang menolak reklamasi ketika kampanye dan setelah menang mengijinkan reklamasi. Ketika masih calon, berjanji tidak menggusur, tetapi akhirnya hanya menggeser. Berjanji memasukkan air ke tanah sesuai hukum alam, dan menolak mengalirkan air ke laut, tetapi akhirnya mengalirkan air hujan ke laut. Berjanji untuk membuat rakyatnya bahagia, nyatanya rumah dengan uang nol persen belum juga terwujud. Malah ada kecurigaan terjadi korupsi di pengadaan tanahnya.
ADVERTISEMENT
Nyatanya seperti itulah yang terjadi di negara ini. Bahkan, di negara maju sendiri pun tampaknya seperti itu. Rakyat ‘dipacari’ hanya ketika dibutuhkan untuk suaranya. Masa kampanye menjadi waktu yang sangat indah dan penuh gairah. Hilang kemudian semuanya ketikan pemilihan telah usai.
Masa-masa kasmaran itu akan segera datang. Kuda-kuda sudah disiapkan calon kepada daerah. Kuda-kuda kuat diperlukan untuk mampu ‘menggombali’ rakyat untuk masa kampanye nanti. Partai politik memang seperti itu. Kasmarannya sesaat dan sangat mungkin palsu. Sambuatlah masa itu, karena dia akan segera tiba.