Pirangnya Rambut Pasha dan Berangnya pada Pemimpin Muda

Monang Tobing
Pengamat Kejadian Publik
Konten dari Pengguna
5 Agustus 2020 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Monang Tobing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pasha Ungu berambut pirang. Foto: Instagram/@pashaungu-vm
zoom-in-whitePerbesar
Pasha Ungu berambut pirang. Foto: Instagram/@pashaungu-vm
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berikan aku 1000 orang tua, nicsaya akan kucabut Semeru. Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia. Ucapan Bung Karno, panggilan Presiden Republik Indonesia yang pertama, ini sangat terkenal. Dengan 10 pemuda, Soekarno akan mengguncang dunia. Mungkin jika dimaknai lebih lanjut, orang muda lebih kuat dan sakti dari pada orang tua. Perbandingannya bahkan mencapai satu banding seratus.
ADVERTISEMENT
Sungguh tinggi harapan Soekarno pada pemuda Indonesia. Ucapan ini memang pada dasarnya untuk menyemangati bahwa pemuda Indonesia harus dapat berprestasi pada tingkat dunia. Dulu sekali banyak tokoh pemuda yang berjuang untuk memajukan Indonesia. Kini, sepertinya Jokowi dan bangsa menerapkan ucapan dari Bapak Proklamator Indonesia itu.
Kalau diterjemahkan saat ini, maka pemuda itu masuk dalam kelompok milenial. Banyak kelompok usia ini yang sudah memegang tampuk ke pemimpinan dan memiliki peran penting dalam mengurus bangsa ini. Tidak kurang 13 orang ditunjuk Jokowi menjadi staf ahli baginya.
Bahkan dua menterinya masih dibilang sangat muda. Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Wishnutama yang Menteri Parawisata. Pilihan Jokowi pada kaum milenial ini bukan tanpa pertimbangan. Para milenial, disamping untuk mewakili kaum milenial yang mencapai hampir 36% penduduk Indonesia, setidaknya menurut Bappenas di tahun 2018 lalu, juga menjadi teman bicara Jokowi. Setidaknya, itu menurut pengakuan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Dianggap sebagai kelompok yang akan membawa pembaharuan bagi Indonesia, kelompok ini sering menjadi bahan pembicaraan dan perhatian banyak pihak. Pemerintah bahkan berusaha mendekati kelompok ini. Ada harapan tinggi pada mereka.
Meskipun seorang teman saya yang bekerja di bagian sumber daya manusia di sebuah perusahaan pusing dengan kaum ini. “Mereka suka muntaber”, katanya suatu kali. Mereka bisa mundur tanpa berita. Mereka juga dengan sangat gampang melepaskan pekerjaan. Seorang direktur di lembaga keuangan pemerintah pun agak kewalahan menghadapi kelompok milenial ini. Jika di generasi sebelumnya satu kata pimpinan sudah cukup menggetarkan jiwa staf, di generasi milenial itu tidak berlaku.
Tampaknya gejala ini pun terjadi saat ini. Beberapa kalangan mulai mempertanyakan keberadaan staf ahli milenial Jokowi. Staf ahli yang digaji tinggi itu diharapkan berkiprah dan menciptakan sesuatu. Alih-alih menciptakan sesuatu yang membuat bangsa ini menjadi baik, malah dua orang staf ahli ini menciptakan skandal. Dua staf ini benar-benar mengguncangkan dunia. Ternyata Soekarno salah. Cukup dua pemuda untuk ‘mengguncang’ dunia persilatan.
ADVERTISEMENT
Kedua staf milenial tersebut, Belva Devara dan Andi Taufan, kompak mengudurkan diri pada 17 April 2020, empat hari sebelum hari Kartini. Jika Belva tersandung kartu pra-pekerja, maka Andi Taufan terkait dengan surat ‘sakti’nya ke camat di seluruh Indonesia. Pembelaan Belva bahwa dia tidak tahu dan terlibat dengan kartu pra-kerja yang dimenangkan Ruang Guru, perusahaanya. Sementara Taufan mengatakan dia tidak paham birokrasi.
Ternyata gaya ‘cowboy’ dan ‘kebengalan’ pimpinan milenial ini tidak hanya pada Belva dan Taufan. Seorang pemimpin muda dari Jambi pun membuat gaya yang tidak jauh beda. Zumi Zola, yang menjadi gubernur di provinsi yang sering kena asap ini, harus berakhir di penjara. Kekuasaannya tidak membuat dia menjadi lebih bijak. Tetapi, cenderung menjadi orang yang pijak sana dan pijak sini. Pemimpin muda yang diharapkan akan menciptakan terobosan pembangunan, malah menciptakan pintu masuk ke penjara bagi dirinya.
ADVERTISEMENT
Kisah yang sama juga terjadi pada beberapa pemimpin muda lainnya. Dalam catatan KPK, ada beberapa kepala daerah muda lainnya yang bernasib sama dengan mantan anak gubernur Jambi ini. Mantan Bupati Kutai Kartanegara masuk penjara diusianya yang masih 44 tahun. Mantan Bupati Talaud dijebloskan ke penjara pada usia 42 tahun. Bahkan yang lebih muda, mantan walikota Kendari berusia 29 tahun ketika menempati hotel prodeo.
Para pemimpin muda ini, selain beberapa yang melakukan kejahatan luar biasa, ada juga yang cenderung ‘nyeleneh’. Baru-baru ini Pasha Ungu, yang merupakan wakil walikota Palu mendadak gundul. Pria yang bernama asli Sigit Purnomo Said ini, baru saja mendapat teguran dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnivan. Pasalnya, sebagai penjabat publik, Pasha tidak boleh seenak jidatnya bertindak, bahkan terhadap dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sebelum gundul, pemimpin muda yang mencalonkan diri menjadi gubernur Sulawesi Tengah ini, melakukan kreasi pada dirinya. Rambutnya dicat pirang. Mungkin banyak anak muda dan kaum milenial menganggap ini ‘keren’. Tetapi tidak demikian dengan atasannya sendiri. Masih ada batas-batas yang harus dijaga terkait dengan penampilan seorang pemimpin. Pemimpin haruslah menjadi cermin bagi masyarakatnya. Tindakan Sigit ini kurang pas bagi Tito. Mungkin setelah gundul, Pasha akan lebih sering pakai topi. Karena bisa jadi gundul lebih mirip buronan dari pada pejabat. Bisa-bisa Sigit disalahkan lagi.
Tingkah para pemimpin muda ini memang kurang selaras dengan harapan masyarakat akan seorang pemimpinnya. Sikap mereka cenderung menciptakan kondisi tidak pas dan mengakibatkan kegeraman di kalangan masyarakat. Seharusnya mereka bekerja saja sesuai dengan job description-nya. Karena mereka tidak lapar dan kurang makan. Jangalah mereka membiarkan rakyatnya berang kepada mereka dengan tingkah-tingkah yang tidak pantas dan kurang pas di posisinya. Cukuplah hanya rambut Pasha yang pirang. Cukuplah, sedikit saja pemimpin muda yang membuat rakyat berang.
ADVERTISEMENT