Konten dari Pengguna

Memanfaatkan Krisis Kakao Global untuk Jadi Produsen Utama Dunia

Rio Akbar Rahmatullah
Mahasiswa S2 Ilmu Ekonomi Pertanian, IPB University
29 November 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rio Akbar Rahmatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pexels, bebas hak cipta
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexels, bebas hak cipta
ADVERTISEMENT

Bencana Defisit Produksi dan Meroketnya Harga Kakao Dunia

Beberapa tahun terakhir, dunia sedang dihadapkan dengan krisis kakao dunia terutama sejak terjadi gagal panen yang berkelanjutan di negara-negara Afrika Barat sejak tahun 2022, terutama di Pantai Gading dan Ghana. Pada akhir tahun 2022, harga kakao masih normal di kisaran USD 2.000-an/ton dan per November 2024 sudah naik empat kali lipat menjadi USD 8.000-an/ton. Hyper inflation pada biji kakao terjadi akibat adanya kelangkaan alias defisit pasokan kakao di saat industrinya sedang berkembang di seluruh dunia. Adanya gap antara permintaan dan penawaran mengakibatkan kelangkaan sehingga mengakibatkan harga biji kakao melambung tinggi.
ADVERTISEMENT
Krisis biji kakao ini di antaranya disebabkan oleh El Nino yang mengakibatkan kekeringan sepanjang tahun. Namun, masalah besar yang datang kemudian ialah curah hujan yang tinggi yang menyebabkan banjir dan kelembaban yang tinggi sehingga memudahkan menyebarnya black pod disease dan cacao swollen shoot virus (CSSV). Kedua penyakit ini jika tidak segera ditangani maka dapat menggagalkan panen. Sebagai tambahan, penyakit CSSV ini hanya ada di Afrika Barat dan memiliki efek mengurangi produksi tanaman secara signifikan (25% di tahun pertama dan 50% di tahun kedua) dan berujung pada matinya tanaman. Isu lain yang dihadapi yakni maraknya penambangan ilegal yang berakibat pada banyaknya lahan yang tidak cocok lagi untuk ditanami kakao. Kompleksitas masalah tersebut sampai membuat Cocobod (Ghana Cocoa Board) merehabilitasi perkebunan yang terdampak dengan menggunakan sebagian dana sebesar $600 juta dari Bank Pembangunan Afrika dan $200 juta dari Bank Dunia.
ADVERTISEMENT

Kesempatan Indonesia Menjadi Produsen Utama Dunia

Data dari Reuters menunjukkan bahwa sekitar 590.000 ha dari 1,38 juta lahan kakao di Ghana telah terinfeksi CSSV. Di samping itu, mahalnya biji kakao di Afrika Barat memberikan dampak langsung pada berhentinya proses pengolahan cokelat di industri kecil maupun besar di negara-negara tersebut. Hal ini tentunya menandakan awal dari berakhirnya dominasi negara-negara Afrika Barat. Hal ini menjadi kesempatan bagi negara produsen lainnya untuk menjadi produsen utama dunia. Negara yang merupakan calon kuat yakni Indonesia, Brasil, Ekuador, dan Peru.
Mengapa kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan? Karena saat ini keunggulan Indonesia adalah kemampuan memasok biji kakao dalam jumlah besar ke pasar internasional. Meskipun Indonesia sendiri masih defisit 45% untuk kebutuhan dalam negeri ditambah kualitas kakao yang masih kurang untuk keperluan ekspor, hal tersebut tidak menafikan fakta bahwa Indonesia adalah produsen ketiga terbesar dunia. Selain itu, fakta bahwa masalah perkebunan kakao yang saat ini dihadapi Indonesia juga dialami hal yang sama dengan negara-negara Amerika Latin justru harus menjadikan kita tetap optimis dalam memenangkan posisi sebagai pemasok utama dan penentu harga kakao dunia. Hal ini tentunya berujung pada menguatnya investasi dan bargaining position kita di pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Perlu digaris bawahi bahwa ada kesempatan yang jauh lebih besar untuk dicapai, yaitu memaksimalkan ekspor hilirisasi produk kakao. Di tengah meroketnya harga bahan mentah dan meredupnya industri pengolahan di Afrika Barat, Indonesia sebaiknya tidak mencukupkan diri dengan target peningkatan ekspor raw material saja. Hal ini karean kita juga memiliki industri pengolah di setiap pulau/sentra produksi, belum lagi masih adanya defisit pasokan dalam negeri yang perlu dipenuhi. Jika berhasil memenuhi kebutuhan bahan baku industri lokal dengan harga yang lebih murah dan menciptakan produk bernilai tambah tinggi, kita bisa mendapat devisa yang jauh lebih banyak dengan menjual produk turunan dengan harga tiga hingga empat kali lipat.

Bagaimana dengan Fluktuasi Harga?

Sejak harga kakao meningkat tajam di akhir tahun 2023, trennya cenderung berfluktuasi setiap beberapa bulan. Akan tetapi, mengharapkan harga yang normal seperti di tahun 2022 sepertinya merupakan hal yang sulit karena membutuhkan waktu yang lama untuk menyeimbangkan kembali permintaan dan penawaran biji kakao dunia. Tanaman kakao pada dasarnya membutuhkan waktu 3-4 tahun untuk menghasilkan buah jika ditanam dari awal. Adapun jika menggunakan sambung pucuk/samping membutuhkan waktu 1,5-2 tahun. Jika berharap pada produksi Afrika Barat, lebih sulit lagi karena CSSV membuat mereka harus mengolah lahan lagi sebelum betul-betul siap ditanami kakao. Jadi, baik di Afrika maupun di Amerika Latin dan Asia, tidak ada yang mampu menutup defisit produksi hanya dalam waktu kurang dari tiga tahun. Jadi, pada akhirnya harga akan kembali normal, tetapi dengan pace yang lambat.
ADVERTISEMENT

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Untuk menghadapi tantangan yang trans-disciplinary, maka dibutuhkan ilmu dan penerapan yang trans-disciplinary pula. Diperlukan keterkaitan dan sinergi antar lembaga selayaknya pada program Gernas Kakao. Pemerintah sebagai perencana dan regulator bertindak cepat dalam memetakan wilayah potensial untuk melakukan intensifikasi dan ekspansi. Perusahaan sebagai pelaku utama hilirisasi berusaha menciptakan inovasi produk yang bernilai tambah dan layak ekspor. Petani sebagai ujung tombak produksi mulai berinvestasi pada lahan, sarana produksi, dan ilmu praktik pertanian yang berkelanjutan. Tidak kalah pentingnya, mengingat perkebunan kakao yang didominasi perkebunan rakyat, maka kita perlu memastikan petani mendapatkan perlindungan atas risiko harga. Lembaga yang berwenang haruslah mampu memastikan bahwa petani tetap menjual biji kakaonya pada harga yang layak guna memastikan keberlanjutan usaha taninya. Salah satu upaya adalah dengan mengantisipasi dan meninjau kontrak berjangka antara petani dan perusahaan jika ternyata harga yang dibayarkan berada jauh di bawah harga pasar akibat fluktuasi harga.
ADVERTISEMENT