Konten dari Pengguna

Revisi UU Penyiaran: Kebebasan Pers di Titik Nadir

Rio Ramabaskara
Advokat/Konsultan Hukum/Penyuka Sejarah
19 Mei 2024 10:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rio Ramabaskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini pembahasan revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran masih bergulir di DPR. Meskipun baleid tersebut sudah lebih dari dua dekade, nyatanya rencana pembahasan tentang revisi uu tersebut cukup lama menghiasi diskusi-diskusi pada kelompok-kelompok di luar sana, seperti para praktisi media, pers, akademisi-komunikasi, dan lain sebagainya. 
ADVERTISEMENT
Desakan paling penting sebenarnya terletak pada keberadaan media mainstream seperti media streaming youtube, netflix dan platform penyiaran digital lainnya yang telah diakses luas oleh publik, namun belum memiliki cantolan yang jelas dalam UU Penyiaran. Namun beberapa hari terakhir, publik terutama pemerhati media penyiaran dan pers, seperti tersentak setelah mendapatkan informasi pembahasan revisi uu penyiaran oleh Komisi I DPR RI khususnya terkait Standar Isi Siaran (SIS) tentang batasan, larangan, dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI yang dinilai bertabrakan dengan Dewan Pers.
Dalam draft revisi UU Penyiaran tertanggal 27 Maret 2024 terbaca secara nyata adanya upaya membatasi tugas-tugas jurnalistik dan kebebasan berekspresi secara umum. Tentu ini dapat dibaca betapa pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan kendali penuh dan terkesan mengkrangkeng peran jurnalistik melalui revisi uu penyiaran tersebut. 
ADVERTISEMENT
Kebebasan berekspresi untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan mendapatkan akses informasi yang benar dan berkualitas merupakan hal yang dijamin konstitusi serta bagian dari hak asasi manusia, dan menjadi salah satu elemen penting yang konsisten melaksanakan hal tersebut adalah Pers.
Pers yang merupakan pilar keempat demokrasi dan lazimnya praktik di negara modern mana pun, porsi mengenai kebebasan pers diberikan sangat luas, bukan malah dipereteli.sangat disayangkan misalnya peran jurnalistik dalam melakukan investigasi harus dihilangkan. 
Saya malah menduga, ini seperti ada pergerakan sistematis untuk membungkam peran-peran penting dan strategis jurnalistik terutama agar upaya mengadvokasi kasus-kasus hukum atau kasus korupsi yang besar dan melibatkan para petinggi negara dan penguasa, tidak lagi dapat dilakukan secara bebas, independen dan transparan. 
ADVERTISEMENT
Singkatnya revisi pada poin tersebut akan membuka ruang-ruang praktik kompromistis yang pada akhirnya mengkhawatirkan jurnalistik