Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pemulihan atau Pembalasan: Menelisik Efektivitas Sistem Peradilan Pidana
19 Juni 2024 17:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Riqi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terdapat dua arus pemikiran yang berseberangan namun sama-sama mengklaim efektivitas dalam mencapai keadilan: pembalasan dan pemulihan. Pembalasan yang berakar pada prinsip lex talionis atau hukum sebanding, menekankan pada pengenaan hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang dilakukan. Sementara, pemulihan mengusung ide bahwa sistem peradilan seharusnya lebih fokus pada proses penyembuhan bagi korban dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pembalasan: Keadilan atau Kekerasan Berbalut Hukum?
Pembalasan seringkali dianggap sebagai jawaban intuitif terhadap kejahatan. "Mata dibalas mata," begitu kata pepatah kuno yang masih sering dijadikan dasar pemikiran. Namun, apakah benar pembalasan dapat menghasilkan keadilan? Studi menunjukkan bahwa hukuman berat tidak selalu efektif dalam mencegah kejahatan. Sebuah penelitian oleh Nagin et al. (2014) menemukan bahwa kepastian hukuman lebih berpengaruh daripada beratnya hukuman dalam mencegah kejahatan. Pembalasan yang keras dapat memicu siklus kekerasan dan tidak memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Pemulihan: Jalan Menuju Keadilan yang Berkelanjutan
Di sisi lain, pemulihan menawarkan perspektif yang lebih manusiawi. Program pemulihan seperti mediasi korban-pelaku telah menunjukkan hasil yang positif. Menurut Sherman dan Strang (2007), mediasi korban-pelaku dapat mengurangi keinginan korban untuk balas dendam dan meningkatkan kepuasan mereka terhadap sistem peradilan. Pemulihan juga memberikan peluang bagi pelaku untuk memahami dampak perbuatannya dan berkontribusi pada proses penyembuhan korban.
ADVERTISEMENT
Menggabungkan Pembalasan dan Pemulihan
Mungkin, pendekatan yang paling efektif adalah kombinasi dari kedua sistem tersebut. Pembalasan yang adil dan pemulihan yang efektif dapat bersinergi untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih komprehensif. Hal ini dapat dilihat dalam praktik restorative justice, yang tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan sosial yang rusak akibat kejahatan.
Orientasi Pemidanaan : KUHP lama VS KUHP baru
Sistem pemidanaan dalam KUHP lama dan KUHP baru memiliki perbedaan signifikan dalam orientasi dan pendekatannya.
KUHP Lama:
Orientasi: KUHP lama lebih berfokus pada pembalasan (retributif) terhadap pelaku tindak pidana. Tujuannya adalah menghukum pelaku sebagai bentuk balasan atas perbuatannya.KUHP lama didasarkan pada paradigma hukum yang lebih tradisional, di mana keadilan dilihat sebagai penerapan hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang dilakukan.Pemidanaan lebih mengutamakan hukuman penjara dan sanksi pidana lainnya.
ADVERTISEMENT
KUHP Baru (KUHP Nasional):
Orientasi: KUHP baru mengalami perubahan paradigma. Orientasinya beralih dari pembalasan menjadi pemulihan (restoratif) dan koreksi (korektif).KUHP baru memasukkan variabel tujuan sebagai syarat pemidanaan. Tujuan pemidanaan melibatkan perlindungan masyarakat, baik korban maupun pelaku. Selain hukuman, KUHP baru juga memperhatikan rehabilitasi, pemasyarakatan, dan upaya mengurangi angka pemenjaraan.
Kesimpulan
Efektivitas sistem peradilan pidana tidak dapat diukur hanya dari satu sisi. Pembalasan mungkin diperlukan untuk menegakkan norma dan aturan, namun pemulihan adalah kunci untuk mencapai keadilan yang berkelanjutan. Kedua pendekatan harus diintegrasikan dengan bijak untuk menciptakan sistem peradilan yang adil dan manusiawi.
Sumber:
Nagin, D. S., Cullen, F. T., & Jonson, C. L. (2014). Imprisonment and Reoffending. Crime and Justice, 43(1), 115-200.
ADVERTISEMENT
Sherman, L. W., & Strang, H. (2007). Restorative Justice: The Evidence. London: The Smith Institute.