Konten dari Pengguna

Guru Harus Tahu Gaes, Strategi Perang Sun-Tzu bisa diterapkan di dalam Kelas

Risang Tunggul Manik
Keluarga besar SMA Islam Kepanjen, Guru Sejarah di SMAN 1 Ngantang dan anggota MGMP & AGSI
5 November 2024 12:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risang Tunggul Manik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/chinese-tea-house-2651547/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/chinese-tea-house-2651547/
ADVERTISEMENT
Bagaimanakah penerapan strategi Sun Tsu dalam pembelajaran di kelas?
Siapakah Sun Tzu? Menurut beberapa pendapat, beliau adalah salah satu panglima perang negara Wu pada abad ke-2 SM. Walaupun ada juga yang berpendapat beliau hidup pada 400 SM-320 SM. Dalam pembahasan tentang strategi perang, Sun Tzu lebih mengutamakan taktik dan trik tipu daya daripada membentuk pasukan yang brutal. Tidak lekang oleh waktu, penerapan strategi tersebut juga dilaksanakan di masa modern. Selain di dunia politik dan militer, ternyata sering digunakan juga di dunia perdagangan, bisnis maupun pendidikan. Oleh sebab itu penulis mencoba menerjemahkan penerapan beberapa strategi tersebut dalam bidang pengajaran.
ADVERTISEMENT
Strategi Sun Tzu tidak dimaksudkan untuk menciptakan kondisi layaknya peperangan antara guru vs siswa, namun lebih mempelajari tentang bagaimana menaklukan tantangan dan kesulitan dalam belajar. Ada banyak faktor penghambat dalam pembelajaran, untuk itu diharapkan strategi Sun Tzu memberikan sedikit pencerahan mengenai alternatif tersebut.
A. Guru harus memiliki Perencanaan Pembelajaran
Strategi 1: “Karena itu, dalam komando militer, jika seorang jenderal tidak dapat menguasai variasi perencanaan, meskipun dia telah memahami lima pertimbangan strategis, dia tetap tidak akan mampu memimpin dan menempatkan pasukannya dan mencapai kemenangan maksimal”.
Kesimpulan: Seorang guru harus memiliki perencanaan dalam pembelajaran walaupun sudah berpuluh tahun mengajar, jangan meremehkan pembelajaran karena pembelajaran yang tidak terkonsep akan mengaburkan tujuan pembelajaran itu sendiri.
ADVERTISEMENT
B. Bagaimana kondisi Kelas yang Ideal?
Strategi 1: “Pada awal pertempuran (pada pagi hari) semangat juang pasukan sangat tinggi; menjelang siang (selama pertempuran berlangsung) semangat mereka mulai menurun; dan menjelang senja (ketika pertempuran akan berakhir) yang ada dalam pikiran para prajurit hanya keinginan untuk kembali ke markas”.
Strategi 2: “Karena itu, seorang jenderal yang cerdas, menghindari pasukan musuh ketika semangat juang mereka sedang menggebu-gebu; sebaliknya, dia akan menyerang mereka pada saat semangat juangnya menurun dan mereka mulai merasa rindu kembali ke markas mereka. Ini adalah seni mempelajari semangat juang”.
Kesimpulan: Mirip dengan jenderal perang, guru harus pandai kapan saatnya ia menyimpan tenaga dan energi saat mengajar dan kapan ia mengeluarkannya secara maksimal. Apalagi guru yang memiliki jam pengajaran yang banyak dalam sehari. Strateginya adalah saat kelas pagi, guru hendaknya tidak menggebu-gebu dalam pembelajaran karena siswa sudah dalam keadaan masih segar. Simpan energi guru yang sebenarnya untuk mengajar di kelas siang karena saat itu siswa sudah kelihatan lelah. Maka guru bisa menggunakan dari energi yang tersimpan di pagi hari.
ADVERTISEMENT
C. Siswa dalam Pembelajaran yang Ideal seharusnya seperti apa?
Strategi 1: “Jika seorang jenderal memandang pasukannya bagaikan bayi, mereka akan bersedia mengikutinya melewati berbagai ancaman terbesar dan bahaya terberat. Jika seorang jenderal memperlakukan pesukannya seperti anak kesayangannya, mereka akan bersedia mendukung dan mati bersamanya”.
Strategi 2: “Sebuah pasukan mungkin terlalu dimanja sehingga tidak bisa berguna, terlalu dicintai sehingga tidak bisa diperintah, dan begitu tidak tertib sehingga tidak bisa disiplin. Pasukan seperti ini bagaikan sekelompok orang yang manja dan sombong, serta tidak dapat ditempatkan”.
Strategi 3: “Ketika pasukan terjebak dalam keadaan yang berbahaya dan sangat sulit, mereka akan kehilangan rasa takut mereka. Ketika mereka tidak ada tempat lain untuk melarikan diri, mereka akan menjadi teguh dan ulet dalam semangat tempur mereka. Jika mereka menembus jauh ke dalam wilayah musuh, mereka akan sangat berhati-hati dalam bertindak. Dan, ketika tidak ada pilihan lain yang tersisa, mereka akan bertarung tanpa rasa takut”.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Guru yang baik hendaknya menganggap siswa layaknya sebagai anaknya sendiri (strategi 1), maka totalitas guru dalam mengajar akan diterima siswa sebagai timbal balik. Siswapun akan ikut kemana kemauan guru dalam pembelajaran. Namun menyayangi siswa hendaklah tidak memanjakannya karena siswa yang manja sulit untuk menerima perintah dan tata tertib kelas maupun sekolah (strategi 2). Untuk itulah diperlukan suasana yang membutuhkan tantangan tidak hanya pembelajaran yang menyenangkan. Terkadang potensi siswa muncul saat siswa dalam kondisi menerima tantangan untuk menghadapi rasa takutnya (strategi 3).
D. Guru dan Siswa saling memahami baik Karakter maupun Hambatan Belajar yang akan Terjadi
Strategi 1: “Jadi, bisa dikatakan bahwa dia yang mengetahui keadaan musuh dan mengenal kemampuan dirinya sendiri, tidak akan menelan kekalahan dalam 100 pertempuran sekalipun. Dia yang tidak mengenal kondisi lawan, tetapi mengenal dirinya sendiri, memiliki peluang yang sama untuk menang dan kalah. Namun, dia yang tidak mengenal musuh dan dirinya sendiri, cenderung mengalami kekalahan dalam perang”.
ADVERTISEMENT
Strategi 2: “Karena itu, para prajurit harus tetap diperlakukan secara manusiawi, tetapi dikendalikan dengan disiplin baja. Inilah jalan pasti untuk meraih kemenangan”.
Kesimpulan: Saling memahami karakter guru dan siswa akan memunculkan rasa hormat satu sama lain. Siswa memahami tugas guru untuk mendidik siswa, guru juga memahami siswa bagaimana mengajar dengan cara yang manusiawi. Mereka berdua hendaknya memahami musuh bersama yang harus dibasmi yaitu kemalasan belajar dan kurangnya rasa hormat dengan sesama.
E. Guru memberikan Variasi dalam Strategi Pembelajaran
Strategi 1: “Hanya ada lima warna utama (biru, kuning, merah, putih, dan hitam), tetapi paduan kelimanya menghasilkan begitu banyak lukisan yang tidak pernah dilihat sebelumnya”.
Strategi 2: “Hanya ada lima rasa dasar (asam, pedas, asin, manis, dan pahit), tetapi percampuran lima rasa ini menciptakan begitu banyak rasa yang tidak mungkin dikecap semuanya”.
ADVERTISEMENT
Strategi 3: “Taktik militer dapat dianalogikan dengan air. Air pada hakikatnya mengalir dari tempat tinggi dan mengalir deras ke tempat yang lebih rendah, demikian pula halnya dengan taktik militer yang digunakan di medan pertempuran”.
Kesimpulan: Guru seperti seorang perancang taktik perang, harus fleksibel dalam mengajarkan siswa. Metode pembelajaran yang sama belum tentu sukses untuk diajarkan di kelas yang berbeda. Strategi pembelajaran hendaknya juga mempertahankan keunikan siswa, sehingga pembelajaran dapat diterima oleh semua siswa.
F. Evaluasi Pembelajaran (Bagaimana Pembelajaran yang dianggap Berhasil?)
Strategi 1: “Jika perkemahan musuh tidak teratur dan berantakan, berarti otoritas jenderalnya lemah. Jika panji-panji dan bendera-bendera sering berpindah-pindah, berarti musuh tengah kebingungan dan kacau. Jika para perwira marah, berarti mereka lelah dan membenci tanggung jawab mereka”.
ADVERTISEMENT
Strategi 2: “Begitu pasukan bersatu sebagai satu kesatuan unit, adalah mustahil bagi prajurit paling berani sekalipun untuk bergerak maju sendiri atau prajurit pengecut untuk mundur sendiri. Ini adalah seni memimpin pasukan yang terdiri dari sejumlah besar prajurit”.
Kesimpulan: Situasi kelas menunjukkan kelas tersebut berhasil tidaknya dalam pembelajaran. Bukan berarti kelas yang kotor dan tidak beraturan dianggap gagal. Yang terpenting adalah dalam hal kepemimpinan. Jika kelas tersebut dipimpin oleh guru yang memberikan tanggung jawab kepada siswa dengan seimbang dan siswa tersebut mampu melaksanakannya. Maka pembelajaran tersebut terarah kepada tujuan pembelajaran yang sebenarnya, sebaliknya kelas kacau bisa jadi karena guru tersebut belum menguasai kepemimpinan di kelas (strategi 1). Kelas yang bagus adalah kelas yang menuju ke arah pembelajaran kolaboratif, siswa yang pandai maupun siswa yang belum menguasai pembelajaran saling bahu-membahu membantu dalam wujud kerjasama. Sehingga bukan persaingan yang mengarah kepada permusuhan, namun kerjasama yang mewujud kepada kegotongroyongan (strategi 2).
ADVERTISEMENT
Semoga berhasil.
SUMBER RUJUKAN
Feng, Tjio Tjiang. 2007. Seni Perang Sun Tzu dan 36 Strategi. Jakarta Selatan: Visimedia