Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Di Balik Kontroversi Deep Learning: Menata Ulang Konsep Berpikir di Era AI
17 Desember 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari FX Risang Baskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah deep learning kembali mencuat dalam perbincangan pendidikan Indonesia, kali ini bukan dari Silicon Valley, melainkan dari Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Sebuah kebetulan yang unik: di saat AI dengan deep learning-nya menggemparkan dunia, dunia pendidikan kita juga berbicara tentang 'deep learning' dalam konteks yang berbeda.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan pengganti Kurikulum Merdeka," tegas Mendikdasmen di Sidoarjo. Tentu saja. Karena yang kita butuhkan memang bukan pengganti, tapi evolusi. Di era di mana AI bisa menulis esai dan menyelesaikan soal matematika dalam hitungan detik, konsep pembelajaran perlu bergeser dari 'apa yang dipelajari' menjadi 'bagaimana cara berpikir'.
Deep learning dalam konteks pendidikan yang diusung Mendikdasmen memiliki tiga pilar: mindful learning (menghargai keunikan dan keterlibatan siswa), meaningful learning (pembelajaran yang relevan), dan joyful learning (pembelajaran yang menyenangkan). Di era AI, ketiga konsep ini justru menjadi semakin relevan.
Mari bicara design thinking. Ketika AI bisa menghasilkan ribuan variasi desain dalam sekejap, kemampuan yang lebih penting adalah bagaimana memahami konteks, berempati dengan pengguna, dan membuat keputusan etis. Inilah aspek 'mindful learning' yang tidak bisa digantikan AI.
ADVERTISEMENT
Creative thinking? Ya, AI seperti Midjourney atau DALL-E bisa menciptakan karya seni menakjubkan. Tapi kreativitas manusia tidak berhenti pada hasil akhir. Proses eksplorasi, kegagalan, dan penemuan makna dalam berkarya - aspek 'meaningful learning' - adalah pengalaman yang membentuk karakter, bukan sekadar menghasilkan output.
Critical thinking menjadi semakin crucial. Di era di mana informasi dan disinformasi bercampur dengan AI-generated content, kemampuan menganalisis, mempertanyakan, dan mengambil kesimpulan independen tidak bisa dinegoisasi. Ini bukan lagi soal menghafal fakta yang bisa dicari Google, tapi memahami konteks dan implikasi - esensi dari 'deep learning' yang dimaksud.
Bernadin Putri dari SD Mangunan Go Yogyakarta menyebut tentang multiple intelligence dan keunikan setiap anak. Benar sekali. Di era AI, justru keunikan dan originalitas manusia yang menjadi pembeda. AI mungkin bisa meniru, tapi tidak bisa benar-benar kreatif dalam arti menciptakan makna baru dari pengalaman personal.
ADVERTISEMENT
Tantangan implementasi tentu tidak bisa diabaikan. Mengubah mindset dari 'transfer pengetahuan' menjadi 'fasilitasi pemikiran' butuh lebih dari sekadar pelatihan. Ini soal mengubah paradigma pendidikan secara fundamental. Namun perubahan ini tidak bisa ditunda lagi mengingat cepatnya perkembangan teknologi AI.
Kelas ideal di era AI adalah ruang di mana siswa tidak takut salah karena tahu bahwa proses berpikir lebih berharga dari jawaban yang 'benar'. Di mana kreativitas tidak diukur dari hasilnya tapi dari keberanian bereksplorasi. Di mana berpikir kritis adalah kebiasaan, bukan kewajiban. Inilah esensi 'joyful learning' yang sebenarnya.
Yang menarik, justru di era AI inilah aspek paling manusiawi dari pendidikan menjadi semakin relevan. Empati, kreativitas berbasis pengalaman, dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan - hal-hal yang (setidaknya untuk saat ini) tidak bisa direplikasi AI.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya kita berhenti mengkhawatirkan AI akan menggantikan peran guru atau siswa akan terlalu bergantung pada teknologi. Sebaliknya, mari gunakan momentum ini untuk menata ulang cara kita memandang pendidikan. Deep learning dalam konteks pendidikan bisa menjadi jembatan menuju era di mana teknologi dan kemanusiaan bukan bertentangan, tapi saling melengkapi.
Yang kita butuhkan bukan sekadar adaptasi kurikulum, tapi transformasi cara berpikir tentang pembelajaran itu sendiri. Di sinilah peran deep learning - bukan sebagai pengganti, tapi sebagai katalis perubahan yang sudah lama kita butuhkan.