Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melompat ke Era AI: Ketika Anak SD dan SMP Indonesia Diajak 'Ngoding'
22 November 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari FX Risang Baskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gegap gempita deep learning dan pembaruan kurikulum, Indonesia bersiap mengambil langkah besar: mengajarkan coding dan AI sejak SD dan SMP. Sebuah langkah yang tampak progresif, namun perlu dicermati dengan hati-hati. Ketika Wakil Presiden Gibran menyebut India sebagai tolok ukur, pertanyaannya: apakah kita sudah siap berlari sebelum belajar berjalan?
ADVERTISEMENT
Menarik melihat bagaimana negara-negara Asia telah lebih dulu melangkah. India, yang sering dijadikan benchmark, telah mengintegrasikan literasi digital dan coding sejak 2020. China bahkan lebih awal, memulai sejak 2017. Singapura dengan program 'Code For Fun'-nya mewajibkan coding untuk siswa kelas 4-6 SD. Jepang? Mereka sudah merencanakan ini sejak 2016.
Namun ada detail menarik yang sering terlewat. Di China, pembelajaran coding sering dilengkapi kursus tambahan seusai jam sekolah. Singapura memulai dengan program 10 jam per tahun ajaran - sebuah pendekatan bertahap yang terukur. India mengintegrasikannya dengan aktivitas ekstrakurikuler. Ini bukan sekadar memasukkan mata pelajaran baru, tapi menciptakan ekosistem pembelajaran yang komprehensif.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti sepertinya menyadari ini ketika menegaskan bahwa coding akan menjadi mata pelajaran pilihan, bukan wajib, dan dimulai dari kelas 4 SD. "Wong baca belum bisa kok suruh coding," katanya, menunjukkan kesadaran akan pentingnya fondasi dasar pendidikan.
ADVERTISEMENT
Unifah Rosyidi dari PGRI memberi perspektif menarik: coding tidak harus selalu tentang komputer. Ini tentang membangun logika berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Sebuah pendekatan yang sebenarnya sejalan dengan konsep deep learning yang sedang dibicarakan - fokus pada proses berpikir, bukan sekadar teknis.
Tantangan terbesar mungkin bukan pada konsep, tapi pada implementasi. Ketika Kurie Suditomo, penggiat pendidikan digital, mengatakan bahwa akses pembelajaran pemrograman masih terbatas pada kalangan menengah ke atas, kita diingatkan akan kesenjangan digital yang masih menganga. Bagaimana mungkin kita bermimpi tentang AI ketika akses internet saja masih menjadi kemewahan di beberapa daerah?
Di sinilah pentingnya memahami konteks lokal. Finlandia bisa mengajarkan coding melalui e-learning karena infrastruktur mereka mendukung. India berhasil karena memiliki ekosistem teknologi yang sudah matang. Indonesia? Kita perlu menemukan cara kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Mungkin jawabannya ada pada perpaduan cerdas antara ambisi global dan kearifan lokal. Mengajarkan pemikiran komputasional tidak harus selalu dengan komputer. Membangun logika pemrograman bisa dimulai dengan permainan tradisional yang dimodifikasi. Membentuk pola pikir algoritmik bisa dilakukan melalui aktivitas sehari-hari.
Yang kita butuhkan bukan sekadar meniru apa yang dilakukan negara lain, tapi memahami esensi dari pembelajaran teknologi dan mengadaptasinya sesuai kondisi kita. Jika India bisa melakukannya dengan cara mereka, Indonesia juga bisa menemukan jalannya sendiri.
Ketika dunia bergerak ke arah digitalisasi, Indonesia memang tidak bisa diam. Tapi bergerak bukan berarti berlari membabi buta. Mari mulai dari yang fundamental: memperkuat literasi dasar, membangun infrastruktur, dan meningkatkan kapasitas guru. Baru kemudian, secara bertahap, kita integrasikan pembelajaran teknologi dengan cara yang inklusif dan kontekstual.
ADVERTISEMENT
Coding di SD dan SMP bukan tentang menciptakan programmer cilik, tapi tentang mempersiapkan generasi yang mampu berpikir sistematis dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, kita tidak perlu terburu-buru mengejar India atau negara lain. Yang terpenting adalah memastikan setiap anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, mendapat kesempatan yang sama untuk tumbuh di era digital.