Konten dari Pengguna

Memaknai Ulang 'Guru Hebat' di Era Generative AI

FX Risang Baskara
Akademisi yang percaya teknologi harus inklusif. Mengajar di Universitas Sanata Dharma, meneliti tentang teknologi pendidikan. Menulis untuk berbagi, berkarya untuk negeri. Percaya bahwa teknologi harus melayani manusia, bukan sebaliknya.
25 November 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FX Risang Baskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Guru Hebat Indonesia Kuat" - tema yang diusung Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam Hari Guru Nasional 2024 membuat saya tertegun. Di era ketika ChatGPT bisa menjelaskan konsep matematika lebih sistematis dari manusia dan Generative AI bisa memberikan umpan balik tanpa lelah, saya merasa perlu merefleksikan lebih dalam makna "kehebatan" seorang guru.
ADVERTISEMENT
Saya ikut meyakini bahwa pendidikan sejati adalah proses memanusiakan manusia. Seorang guru hebat tidak sekadar mentransfer pengetahuan, tapi membantu peserta didik mengembangkan tiga dimensi penting: competence, conscience, dan compassion pada sesama. Ketiga dimensi ini justru menjadi semakin relevan di era digital, ketika teknologi cenderung mendorong kita ke arah individualisasi dan keterasingan.
Dalam pidatonya, Mendikdasmen menyebutkan tiga makna penting guru: sebagai pendidik profesional, agen peradaban, dan penentu kualitas SDM. Namun konteks 2024 mengharuskan kita menerjemahkan ulang peran-peran ini. Profesionalisme tidak lagi cukup diukur dari ijazah atau kemampuan teknis. Guru profesional di era Generative AI adalah mereka yang mampu melakukan discernment - pengambilan keputusan bijak berdasarkan refleksi mendalam, terutama dalam pemanfaatan teknologi.
Integrasi Generative AI di Kelas. Sumber: ilustrasi generatif DALL·E, OpenAI.
Peran sebagai agen peradaban menjadi lebih kompleks. Di tengah arus informasi yang tak terbendung dan realitas yang semakin terdigitalisasi, guru perlu menjadi penunjuk arah yang membantu siswa menavigasi rimba digital tanpa kehilangan kemanusiaannya. Ini membutuhkan perhatian mendalam pada keunikan setiap individu - cura personalis - sesuatu yang tidak bisa dilakukan Generative AI secanggih apapun.
ADVERTISEMENT
Sebagai penentu kualitas SDM, guru tidak lagi sekadar mempersiapkan siswa untuk dunia kerja. Mereka harus membentuk manusia yang utuh - yang tidak hanya kompeten secara teknis, tapi juga memiliki kepekaan sosial dan kemampuan refleksi kritis. Di era ketika banyak pekerjaan terancam otomatisasi, kualitas-kualitas manusiawi ini menjadi semakin berharga.
Program prioritas pemerintah yang disampaikan dalam teks pidato tersebut - peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan - perlu diperkaya dengan dimensi reflektif dan transformatif. Saya berpendapat bahwa pelatihan guru tidak cukup berfokus pada aspek teknis. Guru perlu dibekali dengan kemampuan refleksi mendalam atas praktik pembelajaran mereka dan kepekaan terhadap konteks sosial-budaya siswa.
Pelatihan Guru untuk Era AI. Sumber: ilustrasi generatif DALL·E, OpenAI.
Di tengah gelombang digitalisasi, prinsip men and women for and with others menjadi sangat relevan. Saya melihat peran guru bukan hanya mengajarkan cara menggunakan teknologi, tapi lebih penting lagi, membantu siswa memahami dampak sosialnya dan menggunakannya untuk kebaikan bersama. Pembelajaran harus mengarah pada pembentukan agen perubahan yang berkomitmen pada keadilan dan keberpihakan pada yang lemah.
ADVERTISEMENT
Tantangan ganda yang dihadapi - menjembatani kesenjangan teknologi sambil mempertahankan nilai kemanusiaan - membutuhkan pendekatan yang mengintegrasikan kontemplasi dan aksi. Guru perlu menjadi teladan dalam menggunakan teknologi secara reflektif dan bertanggung jawab.
Dalam hal ini, peran pemerintah sangat krusial. Program peningkatan kualifikasi perlu mencakup pengembangan spiritualitas dan kepekaan sosial. Kesejahteraan guru harus memungkinkan mereka fokus pada pengembangan diri yang holistik. Penyediaan infrastruktur digital perlu diimbangi dengan penciptaan ruang-ruang untuk refleksi dan dialog.
Saya melihat peran guru di 2024 sebagai "kontemplator yang aktif" - reflektif sekaligus responsif terhadap kebutuhan zaman. Mereka adalah pemikir sekaligus pelaku, yang memahami bahwa teknologi hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar: pembentukan manusia yang utuh, kompeten, berbudi luhur, dan peduli pada sesama.
Keseimbangan Teknologi dan Kemanusiaan. Sumber: ilustrasi generatif DALL·E, OpenAI.
Yang lebih penting lagi, guru hebat adalah mereka yang mampu membantu siswa menemukan makna dalam setiap pengalaman belajar. Di era ketika informasi bisa didapat sekali klik, peran guru bergeser dari pemberi informasi menjadi penerjemah makna. Mereka membantu siswa tidak hanya memahami "apa" dan "bagaimana", tapi juga "mengapa" dan "untuk apa", terlebih tentang "bagaimana jika".
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia yang beragam, guru hebat adalah mereka yang bisa mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan kearifan lokal, yang mampu berpikir global namun bertindak kontekstual. Mereka adalah pembawa obor yang menerangi jalan menuju masa depan, sambil tetap menghormati warisan masa lalu.
Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa guru hebat di era Generative AI bukanlah mereka yang paling mahir teknologi, tapi yang paling mampu mempertahankan dan menumbuhkan kemanusiaan di tengah arus digitalisasi. Merekalah yang akan menentukan apakah teknologi akan menjadi berkat atau bencana bagi generasi mendatang.