Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Geopolitik China dalam Laut China Selatan
29 April 2024 10:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Riska Ramadana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Laut China Selatan merupakan jalur laut dunia yang sangat penting, dan juga diketahui kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas. Akibatnya, laut China Selatan diperebutkan oleh banyak negara di sekitarnya, perebutan itu berupa klaim kedaulatan atas beberapa bagian laut tersebut. Negara yang paling banyak mengajukan klaim adalah RRC (Republik Rakyat China) terhadap kedaulatan hampir di seluruh wilayah LCS (Laut China Selatan). Hal ini memicu ketegangan dengan beberapa negara dikawasan, seperti: Vietnam, Filipina, Malaysia dan beberapa negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Situasi memanas yang terjadi di Laut China Selatan juga di karenakan oleh kontras geopolitik satu Negara dengan yang lainnya dikawasan. Sifat geopolitik yang kontekstual seringkali dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kedaulatan dan kemanan. Dinamika geopolitik Laut China Selatan yang dikelilingi oleh banyak Negara melahirkan konflik kepentingan dan perebutan kekuasaan antar Negara dalam politik internasional. Mengacu pada berbagai konteks global dan dinamika yang terjadi, geopolitik global lebih banyak dimainkan oleh Negara Adidaya/Super Power. Pola ini lebih dikarenakan perebutan sumber daya dan potensi ekonomi suatu wilayah. Konflik yang terjadi di Laut China Selatan merujuk pada keberadaan dua kepulauan yaitu Paracel dan Sparatly. Negara-negara yang berkonflik pada umumnya menggunakan sisi historis dan geografis yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS). Seperti misalnya RRC yang mempercayai bahwa Laut China Selatan merupakan warisan sejak 2000 tahun yang lalu. Pemerintah China juga mengklaim dan mengeluarkan peta teritorial yang merinci kedaulatan China atas Laut China Selatan pada tahun 1947 atau sering dikenal dengan Nine Dashed Line (Sembilan Garis Putus Putus).
ADVERTISEMENT
Potensi kekayaan Laut Cina Selatan baru kini terungkap kepada dunia, karena Kepulauan Paracel dan Spratly berpotensi menyimpan cadangan sumber daya alam (SDA) yang besar, terutama mineral, minyak, dan gas alam. Pemerintah China sendiri sangat optimis dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya, berdasarkan penelitian yang terus dilakukannya. Berdasarkan laporan lembaga Informasi Energi Amerika (Energy Information Administration--EIA), RRC memperkirakan negaranya memiliki sekitar 213 miliar barel cadangan minyak. Jumlah ini sekitar 10 kali lipat cadangan nasional AS, Ilmuwan AS saat ini memperkirakan terdapat sekitar 28 miliar barel minyak di kawasan Laut Cina Selatan. EIA mengatakan cadangan sumber daya alam terbesar di negara itu kemungkinan besar berasal dari gas alam, yang diperkirakan berjumlah sekitar 900 triliun kaki kubik, sama denga cadangan minyak yang dimiliki oleh Qatar. Terlebih lagi, perairan di kawasan Laut Cina Selatan merupakan jalur pelayaran utama dan sumber penangkapan ikan yang menunjang penghidupan banyak masyarakat dari berbagai negara di kawasan sekitarnya.
Wilayah Laut Cina Selatan telah berulang kali menyaksikan unjuk kekuatan, tindakan agresif dan provokatif, dan bahkan konflik terbuka sejak tahun 1970, terlepas dari terulangnya sejarah masa lalu negara tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan berulang terkait kontrol atau penguasaan di wilayah itu, yang berdampak pada perubahan nama kawasan perairan tersebut. Pada tahun 1974, terjadi konflik serius yang menewaskan tentara Vietnam. Pada tahun 1988, Republik Rakyat China dan angkatan laut Vietnam kembali bentrok di Spratly, mengakibatkan Vietnam kehilangan 70 personil militernya. Angkatan Laut Filipina terlibat ketegangan kecil dengan angkatan laut RRC, Vietnam, dan Malaysia. Konflik antara Angkatan Laut Filipina dan RRC pernah terjadi di Dangkalan Karang Scarborough. Demikian pula ketegangan yang muncul antara Angkatan Laut Filipina dan Angkatan Laut Vietnam setelah kapal-kapal dari kedua negara melakukan provokasi yang menimbulkan ketegangan timbal balik.
ADVERTISEMENT
Klaim tiba-tiba oleh pemerintah China pada tahun 2012 atas kedaulatan absolut atas seluruh wilayah perairan Laut Cina Selatan telah menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara yang mengakui kedaulatan terhadap bagian di wilayah tersebut, serta negara-negara di luar kawasan, mengenai masa depan Kontrol, stabilitas dan keamanan wilayah perairan LCS. Kekhawatiran yang semakin besar kemudian berujung pada peningkatan ketegangan melalui latihan militer dan upaya untuk menunjukkan kekuatan militer, serta upaya provokasi dan intimidasi di bidang maritim dan diplomatik. Selain itu, Angkatan Laut Republik Rakyat China telah menunjukkan tindakan agresif dan beberapa upaya provokasi terhadap angkatan laut dan nelayan Filipina dan Vietnam, dan sebaliknya. Tindakan saling preventif dan evakuasi dari wilayah perairan yang disengketakan akhir-akhir ini semakin meningkat dan cenderung berujung pada munculnya konflik tingkat rendah (low intensity conflict). Namun, jika solusi jangka panjang terhadap konflik tersebut tidak ditemukan, kemungkinan besar akan terjadi konflik bersenjata terbuka dengan intensitas tinggi (high intensity conflict), mengingat besarnya kepentingan baik negara yang mengklaim maupun tidak (claimant dan non-claimant states), serta negara luar kawasan Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
Geopolitk kawasan Laut China Selatan telah menjadi isu yang selalu menarik untuk didiskusikan di level internasional. Konfrontasi dan saling mengakui dari Negara-negara yang berkepentingan berpotensi mengancam stabilitas politik keamanan kawasan Laut China Selatan.