Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Shinto sebagai Agama Asli Jepang
1 Juni 2022 12:03 WIB
Tulisan dari Riska Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Shinto merupakan salah satu agama atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jepang. Tidak seperti agama Kristen dan Buddha yang datang dari luar Jepang, Shinto adalah kepercayaan asli masyarakat Jepang yang sudah ada bahkan sebelum negara Jepang terbentuk.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan Shinto muncul sejak sebelum masehi, namun saat itu masih belum menggunakan istilah Shinto. Nama Shinto baru digunakan ketika agama Buddha masuk ke Jepang. Sebagai upaya membedakan antara agama asli masyarakat Jepang dengan agama pendatang seperti Buddha dan Konfusius (Konghucu) maka dipakailah nama Shinto.
Kata “Shinto” berasal dari dua huruf Cina yaitu Shin (神) yang berarti Dewa dan Dao (道) yang berarti jalan, maka Shinto berarti “Jalan Dewa”. Ajaran Shinto merupakan ajaran kepercayaan terhadap Dewa dan roh. Mereka percaya bahwa setiap benda memiliki ruh / spirit yang biasa mereka sebut dengan Kami.
Kami merujuk pada kekuatan alam, Dewa, roh pada segala benda (animisme), roh leluhur, dan roh pahlawan. Bahkan sosok Kaisar juga mereka sembah sebab Kaisar dianggap sebagai keturunan Dewa. Maka dapat dikatakan bahwa agama Shinto adalah kombinasi dari animisme, pemujaan pada alam semesta, dan arwah nenek moyang.
ADVERTISEMENT
Pada abad ketiga atau keempat masehi, suku Yamato menjadi yang paling berkuasa atas wilayah paling besar di kawasan Jepang. Kepala Suku Yamato memerintah sebagai kepala negara sekaligus berperan sebagai pendeta utama bagi rakyatnya. Dari kepercayaan suku Yamato mulai dikenal Tiga Dewa (Kami) Pencipta yaitu Dewa Langit, Dewa Pencipta Utama, dan Dewa Pencipta Dewa.
Dari ketiga Dewa tersebut kemudian muncul dewa-dewa berikutnya seperti Dewa Matahari, Dewa Bulan, Dewa Laut dan Gelombang, serta Dewa Api. Bahkan dalam agama Shinto dipercaya bahwa Dewa Matahari mempunyai cucu bernama Ninigi-no-mikoto yang turun di daerah Kyushu dan memiliki anak Bernama Jimmu Tenno. Jimmu Tenno ialah Kaisar pertama Jepang dan juga kepala suku Yamato pertama yang berkuasa pada tahun 660 Masehi.
ADVERTISEMENT
Pada sekitar abad ketiga hingga keenam masehi, Jepang mulai mendapat pengaruh dari luar. Tahun 405 Masehi cendekiawan Korea datang ke Jepang membawa ajaran Konfusius, kemudian ajaran Tao dan Buddha juga ikut masuk ke Jepang. Kala itu Konfusius dan Buddha masuk ke Jepang bukan sebagai agama, melainkan sebagai bentuk aturan (etika) berperilaku. Sebagai agama, Buddha baru masuk ke Jepang pada tahun 538 atau 552 Masehi dari Semenanjung Korea.
Pada tahun 604 Masehi agama Buddha menjadi 'agama resmi negara' dan mengalami puncak perkembangan pada masa Nara yaitu tahun 710-794 Masehi. Hingga ada peraturan yang mewajibkan setiap rumah untuk membangun butsudan atau tempat pemujaan Buddha. Ditengah memuncaknya agama Buddha tersebut, eksistensi tradisi dan agama Shinto masih tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
Diakhir abad ketujuh masehi, agama Shinto mulai bangkit kembali. Pada waktu inilah nama Shinto mulai digunakan untuk menyebut agama asli rakyat Jepang. Pemerintah melakukan pembangunan Kuil Dewa Matahari pada abad kelima, kemudian pada abad ketujuh kuil ini dijadikan tempat suci nasional. Pada tahun 646 Masehi dibentuklah badan Jingi-kan yang mengatur segala urusan agama Shinto dengan dipimpin langsung oleh Pangeran. Badan ini kini dianggap sebagai kultus resmi agama Shinto.
Kemudian pada abad kedelapan, pemerintah Jepang melakukan pemindahan pusat pemerintahan Jepang dari Nara ke Kyoto. Pemindahan ini merupakan upaya pemisahan dan pemurnian agama Buddha. Saat itu para pendeta Buddha terlalu ikut campur dalam urusan pemerintahan, yang mana bertentangan dengan ajaran Buddha. Untuk itu, pemerintah mengutus Saicho dan Kukai untuk mempelajari dan membawa kembali ajaran Buddha yang lebih sempurna dari Cina.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, pada tahun 805 Saicho kembali ke Jepang dan mendirikan sekte Tendai. Sedangkan Kukai mendirikan sekte Singon pada tahun 809. Didalam ajaran yang mereka bawa terdapat perpaduan antara ajaran Buddha dan ajaran Shinto. Salah satu bukti yang paling nampak ialah Dewa-dewa agama Shinto yang dimunculkan secara berdampingan dengan Dewa-dewa agama Buddha.
Pada tahun 1484, Yoshido Kanetomo mendirikan aliran Yoshida Shinto di Kyoto. Dalam aliran ini diajarkan kesatuan dari ajaran Shinto, Buddha, dan Konfusius. Hal tersebut digambarkan dengan sebuah pohon, dimana agama Shinto sebagai akar dan batang, agama Konfusius sebagai cabang dan ranting, sedangkan agama Buddha sebagai bunga dan buah. Aliran ini menyebar keseluruh Jepang pada masa Restorasi Meiji ditahun 1868.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-19 mulai muncul percabangan aliran Shinto yang disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam mengartikan Shinto yang sesungguhnya. Hal ini karena agama Shinto pada awalnya tidak memiliki kitab suci maupun tokoh utusan yang bisa dijadikan pedoman dalam beribadah dan berdoa. Disamping itu juga terdapat agama-agama baru yang muncul.
Pasang surut perkembangan antara agama Buddha dan Shinto didalam kehidupan negara Jepang terus terjadi sejak agama Buddha masuk hingga saat Jepang memasuki masa Meiji. Timbul pertentangan saat pemerintah akan mendirikan Lembaga Agama Shinto. Pihak yang menentang ialah pihak agama Buddha dan pihak agama-agama baru. Akhirnya pada tahun 1882, pemerintah mendirikan lembaga keagamaan bagi setiap agama yang ada di Jepang. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap agama bangsa.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu Shinto dibedakan menjadi dua, yaitu Jinja Shinto dan Kyoha Shinto. Jinja Shinto adalah sistem keagamaan di tempat-tempat suci agama Shinto yang mendapatkan bantuan dari pemerintah . Sedangkan Kyoha Shinto adalah organisasi kumpulan sekte agama yang berdiri sendiri.
Pada tahun 1884 pemerintah membubarkan lembaga keagamaan dan tidak lagi melakukan pengawasan terhadap agama bangsa. Melalui perundang-undangan, pemerintah Jepang melarang pengajaran agama pada Lembaga Pendidikan umum dan menerapkan prinsip kemerdekaan beragama serta pemisahan antara agama dan negara.
Saat ini Shinto telah menjadi identitas Jepang. Meskipun tidak semua rakyat Jepang menganut agama Shinto, namun tradisi dan nilai-nilai Shinto digunakan oleh seluruh masyarakat Jepang sebagai bentuk warisan dari nenek moyang bangsa Jepang.
ADVERTISEMENT