Pemilu 2024: Tantangan Demokrasi dan Akselerasi Pencerdasan Pemilih

Risky Ristiandy
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Aktivis Lingkungan Kader Hijau Muhammadiyah Belitung Timur
Konten dari Pengguna
21 Maret 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risky Ristiandy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemilu 2024: Tantangan Demokrasi dan Akselerasi Pencerdasan Pemilih
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Melihat dan menyaksikan dinamika proses pemilu 2024 yang sudah memasuki detik-detik terakhir pengumuman oleh KPU RI, ternyata masih menyisakan banyak tanda tanya. Salah satunya adalah bagaimana pemilu kali ini berjalan di atas banyaknya pelanggaran etik oleh penyelenggara dan juga para kontestan dan para konstituen. Pelanggaran itu terus berulang dan seakan menjadi sebuah hal yang tabuh dan tidak penting untuk diingat. Walaupun demikian, di antara bertubinya persoalan etik penyelenggara, peserta, dan pemilih, tentu ada nilai positif yang bisa dan mampu menjadi titik akselerasi untuk mencerdaskan konstituen melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan beberapa peserta pemilu 2024”
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum tahun 2024 yang memilih lima posisi, yakni presiden dan wakil presiden, DPD RI, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten sudah memasuki babak-babak akhir. Kursi di tingkat masing-masing legislator sudah ditetapkan dan tinggal menunggu penghitungan dan penetapan untuk DPR RI, DPD RI, dan Presiden Wakil Presiden. Tentu, proses yang cukup menyita waktu dan tenaga yang besar sejak 14 Februari silam.
Namun, di balik babak penghitungan yang akan segera usai, babak baru juga akan segera muncul. Ya, babak baru itu adalah penyelesaian sengketa pasca pemilu. Hal terbut bukan hal yang remeh, namun mungkin banyak di antara masyarakat yang abai akan salah satu tahapan dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Sengketa yang terjadi juga bukan hanya sengketa peserta dengan penyelenggara, namun juga peserta dengan peserta.
ADVERTISEMENT
Tentu, jika bicara sengketa pasca pemilu akan menghasilkan persoalan yang sangat kompleks. Hal tersebut tentu wajar. Bukan tanpa sebab, karena pada pemilihan umum kali ini banyak sekali ditemukan pelanggaran-pelanggaran oleh peserta pemilu, baik di tingkat DPRD Kabupaten, Provinsi, pusat, DPD RI, sampai dengan presiden dan wakil presiden.
Tantangan demokrasi yang dihadapi adalah maraknya ditemukan pelanggaran pemilu baik dalam bentuk administrasi maupun pidana. Kasus-kasus yang sudah terekam di antaranya adalah kepala desa di Lombok, Nusa Tenggara Timur. Selain itu, adalah lagi kades yang dituntut lima bulan penjara karena mendukung salah satu pasangan calon di Sidoarjo, Jawa Timur. Bahkan, bukan hanya kepala desa, Menteri Perindustrian, Zulkifli Hasan juga terbukti melanggar etik karena kampanye tidak dalam keadaan cuti.
ADVERTISEMENT
Berbagai pelanggaran pemilu yang terjadi tentunya bisa mempengaruhi legitimasi dari proses pemilu 2024. Belum sampai pada tahapan proses kampanye dan pemungutan suara, dugaan pelanggaran Pemilu juga diperkirakan terjadi sebelum rpses pendaftaran presiden dan wakil presiden. Salah satu yang hangat diperbincangkan adlaah pencalonan Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka menjadi pendaping Prabowo Subianto dalam kontestasi pilpres 2024. Pasalnya, saat mendaftar, gibran sebelumnya tidak mencukupi syarat karena usianya belum genap 40 tahun. Namun, berkat keputusan dari MK, maka terdapat klausal yang menyatakan bisa maju walaupun belum genap 40 tahun apabila telah atau pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Pasaca majunya Gibran, politik Indonesia diwarnai dengan isu kecurangan yang sistematis. Hal terbut memang tidak bisa dibendung, mengingat jabatan ayahnya yang masih melekat sebagai Presiden Indonesia tentu akan berpengaruh pada citra dan independensi presiden dalam proses demokrasi.
ADVERTISEMENT
Pasca putusan MK tersebut pula, bola liar isu kecurangan pemilu terus menggelinding dan emnghantam semua orang yang terlibat dalam proses pemiliu, bukan hanya penyelenggara dan peserta, namun juga pemerintah baik di tingkat pusat sampai di tingkat kabupaten bahkan desa kena imbasnya.
Karena, dugaan kecurangan yang terjadi bukan hanya terstruktur, namun masif, dan sistematis. Sungguh, bila ingin mengungkit dugaan kecurangan TSM, mungkin akan sesulit mencari jarum di lautan lepas. Mustahil, dan ya tentu akan membuang-buang masa.
Hikmah Positif dan Akselerasi Pencerdasan Konstituen.
Panjang dan lebar bila membicarakan masalah pelanggaran dan kecurangan pemilu tahun 2024. Di balik persoalan yang banyak, namun terdapat hikmah dengan berubahnya selera politik masyarakat Indonesia, walaupun tidak menyeluruh dan terbatas hanya pada kalangan masyarakat berpendidikan SLTA ke atas.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang berubah adalah gaya pemilu yang tahun 2019 lalu masih mengadopsi pemilu yang penuh gimick, mulai dari blusukan dan juga orasi dengan marah-marah. Kini, pada pemilu tahun 2024, semuanya mulai menepi dan memilih kalan politik yang mencerdaskan dan riang gembira.
Salah satu hal yang paling banyak disorot adalah program “Desak Anies” Program di mana calon presiden Anies Rasyid Baswedan menemui para konstituen baik pendukung dan yang kontra dirinya dalam sebuah panggung.
Dalam acara tersebut, perwakilan dari penonton bisa dengan leluasa untuk bertanya dan mengekspresikan opini-opini pribadi. Bukan hanya tentang ajang untuk menyerang Anies, acara tersebut juga membuat pertukaran pemikiran terhadap khalayak menjadi semakin berwarna.
Acara tersebut juga memberikan gambaran ruang demokrasi yang dinamis dan teratur, serta penuh tanggung jawab. Bahkan, bila dicermati dan dirunut masing-masing episode dari Desak Anies, tentu semaunya menghasilkan resolusi yang baik bagi kemajuan bangsa, ketimbang kampanye populis yang nilai kubermanfaatnya rendah.
ADVERTISEMENT
Selain kampanye Desak Anies, banyak penyelenggara negara dan lembaga yang membuat forum diskusi dan kajian. Salah satunya adalah Mata Najwa oleh Najwa Shihab. Pada tayangan Mata Najwa di UGM, Yogyakarta, ketiga calon presiden dan wakil presiden hadir serta mempersilahkan diri untuk ditanya dan diinterogasi oleh Najwa Shihab.
Sebagaimana yang kita tahu, tujuan dari acara tersebut adalah untuk melihat, sejauh mana pemahaman calon presiden dan wakil presiden dalam melihat persoalan bangsa, serta sejauh mana calon presiden dan wakil presiden untuk mengontrol emosi mereka.
Tidak sampai pada dua tayangan tersebut, banyak lagi forum-forum akademis yang menghadirkan calon presiden dan wakil presiden, walaupun tentu banyak juga forum yang tidak dihadiri. Bahkan, ada calon presiden yang jarang untuk hadir. Namun, kita tidak boleh menjustifikasi, apakah ketidakhadirannya karena alasan sengaja untuk menghindari penilai publik atau memang karena terkedalah waktu luang.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pada proses pemilu 2024 ini, tentu pada satu sisi, kita dihadapkan dengan tantangan demokrasi yang sulit. Banyaknya pelanggaran etik baik dari penyelenggara pemilu yang sudah ditegur berkali0-kali oleh DKPP, sampai pada peserta dan juga pemilih. Namun, di balik masalah yang karut tersebut, kita tentu optimis bahwa perilaku dan gaya politik bangsa ini mulai berjalan ke arah yang lebih elegan. Keeleganan tersebut didukung dengan mulai digagasnya adu gagasan antara calon presiden dan wakil presiden, adu gagasan yang terjadi bukan hanya dalam ajang debat KPU, namun juga berbagai event yang diadakan.
Tentunya, politik adu gagasan merupakan bukti dan cerminan bahwa arah kematangan politik di Indonesia yang mulai berjalan matang. Rakyat yang sudah semakin melek dengan teknologi tentu mulai memiliki skeptisme dan nalar kritis dalam melihat serta melihat dinamika politik yang terjadi. Walaupun demikian, segmentasi dari kesadaran politik yang cerdas baru merambah pada kalangan masyarakat perkotaan. Sedangkan untuk masyarakat di kawasan pinggiran hingga kawasan pedesaan yang memiliki tingkat pendidikan seadanya, gaya politik dengan bagi-bagi sembako dan juga money politic masih lebih digemari.
ADVERTISEMENT
Namun, setidaknya dengan adanya akselerasi pencerdasan politik pada kalangan pendidikan menengah atas, tentu akan membuat gerakan yang lebih masif untuk bisa menebarkan dan ikut berpartisipasi dalam mencerdaskan konstituen yang masih belum tersentuh.
Agar nantinya, pemilu Indonesia bisa menghasilkan pemimpin yang memang benar-benar paham akan persoalan bangsa dan penyelesaiannya, bukan hanya yang bisa bergimick dan juga membodohi masyarakat dengan menyuap rakyat dengan bantuan-bantuan yang berbagai macam bentuk.