Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
AIMAI: Ambiguitas sebagai Budaya Basa-basi Masyarakat Jepang
14 September 2022 10:08 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Risma Putri Bayu Shafdiyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahasa Jepang termasuk bahasa yang sulit untuk dipelajari bagi orang asing. Dalam bahasa Jepang kita sering menjumpai ungkapan yang terkesan ambigu. Ambiguitas menjadi salah satu karakteristik budaya Jepang yang dikenal dengan konsep aimai (曖昧). Menurut Davies (2002:9), konsep Aimai adalah keadaan lebih dari satu makna yang dimaksudkan, sehingga pada akhirnya meniimbulkan ketidakjelasan, penjelasan yang sulit dipahami maupun keadaan yang samar. Haga (1996:22) menjelaskan, aimai berasal dari kata yang sama-sam bermakna gelap. Dapat dikatakan Aimai (曖昧) adalah suatu konsep sosial di Jepang dalam berkomunikasi di masyarakat. Aimai (曖昧) adalah perilaku berbelit-belit, membingungkan dan memiliki lebih dari satu makna. Bagi masyarakat Jepang mengungkapkan perasaan yang sebenarnya merupakan tindakan yang tidak sopan. Orang Jepang tidak bisa berkata “tidak” karena tidak ingin melukai perasaan lawan bicara. Oleh karena itu, konsep ambiguitas sangat di perlukan untuk menjaga harmoni dalam masyarakat Jepang. Orang Jepang juga dikenal memiliki rasa solidaritas yang erat dan melahirkan konsep pardamaian atau konsep “wa” yang selalu mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan individu.
ADVERTISEMENT
Apa saja contoh ekspresi aimai(曖昧)? Ada banyak contoh kata yang menunjukkan ekspresi aimai di Jepang. Pertama kata Chotto (ちょっと) jika diartikan secara kamus berarti sedikit. Kata ini umum digunakan orang jepang saat berkomunikasi dan dalam ekspresi Aimai. Kata ちょっと dapat berarti sebentar, tidak terlalu, agak, ekspresi penolakan, maaf, permisi. Misalnya, situasi ketika ingin menolak ajakan seseorang, dalam bahasa jepang kita dapat berkata 今はちょっと。。。(ima wa chotto) yang artinya “sekarang sedikit…”. Kalimat tersebut berarti ambigu karena makna yang dimaksudkan pembicara tidak jelas bisa berarti ‘iya’ dan bisa berarti ‘tidak’. Hal ini tergantung dengan situasi, ekspresi dan intonasi yang digunakan.
Contoh kedua adalah ii desu (いいです)jika diartikan secara kamus berarti baik, bagus. Penggunaan kata ini akan memiliki makna yang berbeda tergantung dengan situasi atau konteks penggunaannya. Dalam percakapan sehari-hari orang Jepang sering di jumpai ekspresi ii, ii desu yo, ii yo, ii ne dan lain-lain. Ungkapan ini dapat berarti penerimaan atau penolakan. Misalnya dalam situasi seperti berikut:
ADVERTISEMENT
Jawaban yang diungkapkan oleh B dapat berarti ‘iya’ atau ‘tidak’ tergantung bagaimana ekspresi dan intonasi yang digunakan B saat menjawab. Jika intonasi ketika mengatakan よ “yo” adalah naik maka dapat diartikan setuju sedangkan menggunakan intonasi turun dapat diartikan menolak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya orang jepang tidak bisa mengaptakan “tidak” karena tidak ingin menyinggung perasaan orang lain. Jadi, penggunaan Aimai (曖昧)seperti kata chotto, ii desu yo dan sebagainya dapat memperhalus penolakan yang ingin disampaikan kepada lawan bicara.
Meskipun tujuan penggunaan Aimai (曖昧) tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, akan tetapi Aimai (曖昧) dapat menimbulkan kesalahpahaman. Jika kita bandingkan budaya Jepang ini dengan negara Barat, masyarakat Jepang adalah orang yang pemalu dan sulit ditebak, cenderung diam dan jika tidak setuju akan mengekspresikan secara samar serta tidak jelas. Sedangkan orang Barat menganggap bahwa ekspresi kejujuran lebih penting, cenderung mengungkapkan isi pemikiran dengan jelas msekipun dapat mengakibatkan pertentangan. Diam bagi orang Jepang adalah menunjukkan pertimbangan dan pemikiran yang mendalam. Orang Jepang merupakan tipe orang ragu-ragu dalam menyangkal sesuatu secara langsung. Hal itu karena sanksi sosial di Jepanag yang sangat ketat, setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan akan dinilai dan dikoreksi. Namun terkadang orang asing akan merasa kurang nyaman dan menganggap hal itu sebagai rasa ketidakpedulian. Penolakan samar yang dilakukan orang Jepang menyebabkan orang asing berpikir jika orang Jepang sulit untuk dipahami.
ADVERTISEMENT
Ambiguitas adalah salah satu masalah terbesar dalam komunikasi antara Jepang dan bangsa lain saat ini, yang mengakibatkan banyak gesekan dan kesalahpahaman. Untuk mengatasi masalah ini, orang Jepang perlu menyadari rasa ambiguitas mereka karena banyak orang tidak tahu bahwa itu menyebabkan masalah. Dan diharapkan orang Jepang dapat mengekspresikan pendapat mereka dengan lebih jelas. Disisi lain orang asing juga perlu mencoba memahami pentingnya peran Aimai dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah di Indonesia tidak ada konsep aimai dalam kehidupan sehari-hari? Jawabannya tentu ada. Di Indonesia secara tidak sadar kebanyakan orang melakukan hal yang sama seperti orang jepang. Contoh saja penggunaan kata Insya Allah saat ingin menerima atau menolak ajakan. Misalnya dalam situasi berikut ini:
ADVERTISEMENT
A: Besok nonton film yuk, ada film baru yang katanya bagus nih.
B: Insya Allah.
Kata insya Allah dalam KBBI berarti ‘jika Allah mengizinkan’, ungkapan ini digunakan untuk menyatakan harapan atau janji yang belum tentu dipenuhi. Oleh karena itu, jawaban B memiliki lebih dari satu arti bisa ‘ya’ atau ‘tidak’. Masih banyak contoh lain penggunaan Aimai di Indonesia secara tidak disadari. Indonesia dan jepang memiliki beberapa persamaan dengan tujuan untuk menghargai lawan bicara. Orang Indonesia juga dikenal sebagai orang ramah, sopan dan santun yang kental dengan adat ketimuran. Mereka juga memiliki rasa takut akan penilaian sosial di masyarakat jika berperilaku terlalu bar-bar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Aimai atau ambiguitas adalah perilaku yang terkesan basa-basi dan memiliki makna lebih dari satu. Penggunaannya hanya sebagai formalitas atau basa-basi agar tidak melukai dan menyinggung lawan bicara. Budaya ini sangat bertolak belakang dengan budaya barat yang cenderung to the point dalam mengekspresikan suatu hal dan kurang nyaman dengan konsep Aimai ini. Meskipun begitu di beberapa negara seperti Indonesia Aimai secara tidak disadari juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Ratna, M. P. (2019). AIMAI HYOUGEN SEBAGAI CERMINAN KOMUNIKASI JEPANG. Volume 8 No 1, 20-25. Diakses tanggal 10 September 2022.
Roger J. Davies dan Osamu Ikeno (ed). 2002. The Japanese Mind. US: Tutle Publishing.