Waspadai Clickbait: Headline Bagus Tak Sesuai Fakta

Risma Zanuar Fitri
Mahasiswi Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Malang.
Konten dari Pengguna
20 Desember 2022 20:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risma Zanuar Fitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berita Palsu. Sumber : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Berita Palsu. Sumber : Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakang ini, muncul berita mengenai Kepulauan Widi di wilayah Gane Timur, Halmahera Selatan, Maluku Utara yang dilelang dalam situs asal Amerika Serikat bernama Sotheby's Concierge Auctions masih mengundang pertanyaan publik. Namun, hal ini dibantah para pejabat di Indonesia. Karena hal itu sekadar mencari investor untuk mengembangkan pariwisata di Kepulauan Widi, seperti yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini dirasa mampu menepis berita penjualan pulau di Maluku Utara. Tetapi di sisi yang berbeda, sederhananya pengelola Kepulauan Widi harus dikelola pihak yang dipastikan memiliki sumber pendanaan yang bonafit dan memadai.
Dari berita ini, banyak rekan dan teman penulis baik di media sosial Instagram, TikTok bahkan Facebook maupun pada diskusi ringan ini banyak membahas pro kontranya. Namun dari beberapa pembahasan tersebut, terdapat perbedaan signifikan yang penulis perhatikan, yaitu terdapat pihak yang sudah melakukan minimal searching berita sesungguhnya di Google dan pihak yang hanya membaca judul dan highlight nya saja.
Di mana meskipun terdapat pihak yang sama-sama pro maupun kontra dengan sudah mencoba mencari tahu lebih dalam dan yang hanya membaca memiliki cara berfikir juga beropini yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Judul-judul artikel yang kontroversial ini sudah banyak ditemui di berbagai media. Karena saat ini jurnalisme bergantung pada pembaca untuk bertahan hidup. Semakin banyak orang mulai mendapatkan berita mereka terutama dari internet, ada tekanan yang meningkat pada jurnalis untuk menarik pembaca ke artikel mereka dengan judul yang menarik.
Tajuk utama ini biasanya ditautkan ke artikel masing-masing dan dibagikan di situs web berita dan platform media sosial untuk menjangkau pembaca. Saat pembaca mengklik tajuk utama tersebut, mereka dialihkan ke artikel berita di situs web penerbit, sehingga menghasilkan 'klik' untuk penerbit, yang biasanya dimonetisasi dengan menampilkan iklan di situs web penerbit di samping artikel berita.
Fake News. Sumber : Pixabay
Era digital bukan hanya bagaimana orang dapat menggunakan internet, tetapi bagaimana kita dapat melakukan analisis, evaluasi, dan produksi pesan. Anonimitas di media sosial membuat pesan misleading dan clickbait yang menuai hoax mudah beredar.
ADVERTISEMENT
Pembuat berita-berita seperti ini dapat membuat pemahaman yang sesat menjadi viral. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Polri menjelaskan tingginya penyebaran konten berita hoax. Bahkan pada tahun 2018 jumlah hoax mencapai 800 ribu konten (Yuliani, 2017). Dengan jumlah sebesar itu, trafik penyebaran hoax di media sosial Indonesia pasti sangat padat.
Bukti lain juga ditunjukan oleh Penelitian tentang The World’s Most Literate Nations dilakukan oleh John W. Miller, presiden Central Connecticut State University di New Britain yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam tingkat literasi.
Kajian ini tidak hanya membahas tentang kemampuan membaca dari suatu bangsa, tetapi juga membahas tentang “perilaku literasi dan sumber pendukungnya” (literacy behavior and its supporting sources), yaitu bagaimana masyarakat berperilaku dan bagaimana akses masyarakat terhadap sumber literasi berperan penting dalam penelitian ini (CCSU, 2016).
ADVERTISEMENT
Secara umum penulis mengetahui terdapat dua isu yang muncul terkait dengan literasi digital. Itulah permasalahan pada tingkat kesadaran pembuat pesan dan penerima pesan. Pendekatan literasi pada media jurnalistik seperti yang dilakukan oleh pemerintah yaitu regulasi dan undang-undang. Keduanya hingga kini menimbulkan pro dan kontra karena dinilai tidak selaras dengan kebebasan berpendapat.
Padahal pada tingkatan ini penggiat literasi digital berusaha agar hoax yang terjadi tidak semakin tinggi. Kesulitan yang sering terjadi adalah adanya penyebar berita-berita misleading yang mengandung clickbait yang bekerja by design tapi ada juga yang menjadi relawan.
Mereka didorong oleh kebencian dan mudah terprovokasi. Sebuah tipuan besar dapat mempengaruhi orang lain yang mungkin juga mempengaruhi arah politik para netizen kepada pemerintah. Kepercayaan dan pengetahuan pribadi atas kredibilitas media tidak sepenuhnya dapat diandalkan dan memadai untuk mengevaluasi keaslian informasi.
ADVERTISEMENT
Beberapa website berita yang kredibel banyak menjadi korban penyebaran informasi yang tidak akurat, dan begitu pula penerbit terkenal. Maka itu sebabnya metode teknis untuk menemukan berita palsu lebih berguna untuk menentukan keakuratan informasi, jika kita sudah memahami pentingnya literasi.
Mungkin sulit untuk mengekang produksi dan penyebaran berita palsu, disinformasi, dan misinformasi, tetapi untuk para jurnalis yang bekerja di media dan ruang informasi dapat membantu membuat netizen menjadi melek media dan informasi. Ini akan memberi mereka keterampilan dan kapasitas untuk membuat pilihan yang baik tentang penggunaan, konsumsi, dan distribusi berita.
Oleh karena itu, pekerja media sendiri harus melek media dan informasi, sehingga tidak menjadi saluran informasi yang salah. Meskipun demikian, perusahaan media sosial mungkin memiliki kewajiban yang lebih tinggi untuk memastikan usernya melek media dan informasi.
ADVERTISEMENT