Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Refleksi Kehidupan Manusia dalam "Serat Kaca Wirangi"
26 Oktober 2022 16:48 WIB
Tulisan dari Risna Chairinisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Serat Kaca Wirangi merupakan sebuah naskah kuno yang ditulis oleh Raden Soedjonoredjo dengan menggunakan bahasa Jawa. Adapun naskah ini berbentuk dongeng atau cerita yang melambangkan dan menggambarkan tentang bagaimana sebaiknya manusia menjalani kehidupan di dunia agar mencapai kebahagian hidup yang sempurna.
ADVERTISEMENT
Serat Kacawirangi terbagi atas 11 bagian. Adapun bagian 1 mengisahkan tentang percakapan kupu-kupu yang berada di sebuah taman istana yang indah. Kupu-kupu yang berada di taman itu ada yang berwarna putih, merah, kuning, ungu, hijau, biru dan hitam. Setiap kupu-kupu mengunggulkan warna yang dimilikinya.
Kupu-kupu putih berkata kepada kupu-kupu lainnya seperti ini: Lihatlah warna sayapku putih bersih, tidak seperti sayap kalian, terlihat kotor belepotan, warnanya tidak serasi dan jelek, sesungguhnya tidak ada warna yang bagus yang melebihi warna putih, karena putih itu warna yang suci dan jujur, dan warna putih lah sebagai dasar semua warna.
Kemudian kupu-kupu merah menjawabnya, sebagai berikut: Jika kau ingin mengetahui warna yang menimbulkan keindahan, lihatlah warna yang tidak pucat, sedangkan warna yang tidak pucat, adalah warna yang menyala atau memancarkan cahaya. Tidak usah jauh-jauh. Lihatlah bunga yang ada di taman ini saja. Kamu akan melihat sendiri, yang paling unggul warnanya adalah yang berwarna merah.
ADVERTISEMENT
Kupu-kupu kuning, setelah mendengar pembicaraan kupu-kupu putih dan merah menjawab demikian: Putih dibanding merah memang gagah yang merah, namun merah dibanding kuning, lebih indah kuning, contohnya, emas lebih indah dibanding tembaga atau perak. Hiasan yang terlalu banyak warna merah membosankan, namun tidak ada perhiasan yang berwarna kuning yang tidak pantas, justru semakin indah.
Kupu-kupu ungu menyambung, warna kuning itu masih membosankan, ketahuilah semuanya, sama-sama tentang warna, warna yang paling indah, yang paling berwibawa, dan tidak membosankan itu adalah warna ungu. Buktinya, Babut yang berwarna merah itu jelek, babut yang berwarna kuning juga jelek, babut yang berwarna hijau kurang baik, namun babut yang berwarna ungu, sangatlah indah dan menyenangkan, terlebih lagi jika diimbangi perlengkapan rumah yang diberi warna ungu, seperti meja, kursi, bangku, yang mengkilat peliturnya.
ADVERTISEMENT
Kupu-kupu hijau secara tiba-tiba berkata. Katanya: Kalian semua diamlah dahulu. Kalian semua tidak mengerti atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dalam menciptakan rumput dan dedaunan dengan berwarna hijau. Perihal itu ketahuilah, mengapa rumput dan dedaunan diciptakan berwarna hijau, sebab warna hijau adalah yang paling baik serta yang paling tidak membosankan. Buktinya tidak ada manusia yang bosan kepada warna hijau.
Kemudian kupu-kupu biru berkata seperti ini: Yang disampaikan kupu-kupu hijau tersebut sudahlah benar, namun masih kurang tepat. Sebab masih ada makhluk Tuhan yang melebihi warna hijau, tidak membosankan selamanya dan lebih banyak keberadaannya, yaitu biru. Sebagai buktinya, Udara, langit, gunung, laut, semua diciptakan berwarna biru. Lihatlah! Yang indah itu hanya hijau dan biru.
ADVERTISEMENT
Kupu-kupu hitam berkata demikian: Wahai kalian semua, tenangkanlah dahulu dirimu, apakah ada warna yang jumlahnya melebihi hitam, dan juga tidak ada warna yang kelebihannya melebihi hitam. Sebab jika di waktu malam, seluruh dunia berwarna hitam, tidak usah disebutkan di angkasa, di daratan, di lautan, cukup disebutkan tidak ada tempat yang tidak hitam.
Kisah di atas merupakan satu dari sekian banyak refleksi dari kehidupan manusia. Tentu tidak dapat dikatakan sedikit jumlah manusia yang memiliki karakter layaknya kupu-kupu yang dikisahkan. Bahkan kisah tersebut masih sangat relevan hingga saat ini. Padahal jika dilihat naskah yang memiliki judul “Serat Kaca Wirangi” ini, ditemukan di toko buku Tan Khoen Swie pada tahun 1922.
Berbicara mengenai manusia, ia merupakan makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan dalam cara berpikir serta caranya untuk mengendalikan diri. Manusia diberikan nafsu juga hasrat, yakni hasrat untuk mencapai tujuan dengan memenuhi syarat untuk menjadi manusia yang bermoral. Namun ada kalanya manusia sendiri kerap kali terlalu membanggakan dirinya sendiri. Sebenarnya tak ada larangan untuk membanggakan diri, hanya saja akan lebih elok untuk tidak mengumbarnya secara berlebihan. Sebab sebagaimana diketahui bahwa segala sesuatu yang berlebihan akan bermuara pada sifat yang tercela.
ADVERTISEMENT
Adapun seorang yang memiliki perilaku membanggakan diri sendiri, umumnya dahaga akan pengakuan. Sebagai makhluk yang berakal, manusia seyogyanya mampu membentengi diri agar tidak terjerumus ke dalam jurang yang curam melalui perilaku tersebut. Perilaku ini juga dapat dikatakan sebagai akar dari sifat yang sarat akan kehancuran diri manusia, yaitu kesombongan.
Fenomena ini tak luput dari perkembangan zaman yang serba canggih ini. Misalnya saja di dalam media sosial banyak sekali orang-orang yang berlomba-lomba membanggakan diri. Fenomena ini dapat disebut narsistik. Narsistik merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan sikap yang terlalu mencintai dirinya sendiri. Orang-orang yang narsis meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih unggul daripada orang lain dan kurang bisa menghargai perasaan orang lain. Namun di balik rasa percaya dirinya yang teramat kuat, sebenarnya orang narsis memiliki penghargaan terhadap diri sendiri yang lemah, mudah tersinggung meskipun terhadap kritikan kecil.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, seperti yang telah disebutkan media sosial merupakan salah satu alat bagi individu dengan gangguan kepribadian narsistik untuk mengaktualkan dirinya sendiri, membesar-besarkan diri mereka dengan memposting foto atau video prestasi dan berbagai potensi ke media sosial dengan harapan mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari orang lain. Selain itu, individu narsistik memanfaatkan hubungan sosial untuk mencapai popularitas, selalu asyik dan hanya tertarik dengan hal-hal yang menyangkut kesenangan diri sendiri. Tindakan seperti ini bisa merugikan diri sendiri dan orang lain jika dilakukan secara intens dan hal ini bisa diindikasi sebagai gangguan kepribadian. Maka dari itu kita sebagai makhluk dengan kesempurnaan pikiran harus pandai-pandai dalam memberi garis batas antara perilaku baik untuk dilakukan ataupun ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi:
Sakinah, Umul dkk. 2019. “Fenomena Narsistik di Media Sosial Sebagai Bentuk Pengakuan Diri”. Al-Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 2 No. 1.