Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Kelelawar Malam Merayakan Parade Klenik Nusantara Lewat Jalan Gelap
4 Agustus 2017 11:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Risyad Tabattala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Penguasa negeri telah berganti, Lemmy Kilmister telah mati, dan Ahmad Dhani makin kabur dari kodratnya sebagai musisi. Banyak hal telah berubah sejak 2011, kala Kelelawar Malam melepas album penuh self-titled perdana mereka. Tapi setidaknya satu hal masih tetap pada tempatnya, bahwa unit horror-punk asal Jakarta ini tetap setia mengusung serba-serbi budaya klenik nusantara; Ratu Pantai Selatan, pocong, Suzannah, prosesi malam jumat kliwon, kuntilanak, asap kemenyan, you name it, sebagai tema dari musik yang mereka tulis – yang mana terus berlanjut lewat Jalan Gelap, album penuh kedua yang dirilis awal tahun ini.
ADVERTISEMENT
Jalan Gelap dibuka lewat nomor berjudul sama yang kontan menggilas gendang telinga tanpa ampun dengan riff berat yang destruktif bagai gelombang angin muson dari timur. Desmondus Rotundus menjadi nomor berikutnya, dengan chorus repetitif yang aduhai nikmatnya untuk diteriakkan berulang dengan kepalan tangan di udara di tengah bar kumuh beraroma kemenyan.
Ordo Vampir layak didaulat sebagai nomor terbaik di album ini, terutama karena potongan chorus satanik “Oooh…ooh…bergabunglah...berikanlah darahmu untuk kita semua” yang terdengar agung, gelap dan anthemic secara bersamaan. Bayangkan jika ada gerombolan buruh tani yang mendeklarasikan sebuah sekte sesat di tengah lahan perkebunan tebu di pedalaman Jawa Tengah, maka lagu ini cocok untuk menjadi pengiringnya. Merapi menjadi nomor penutup dengan riff pembuka yang menggelegar layaknya gunung Merapi yang hendak roboh dari tahtanya. Komposisi melodi tiga gitar di akhir “Merapi” terdengar layaknya marching yang menuntun jiwa-jiwa tersesat masuk ke alam kubur dan bersiap untuk fase hidup berikutnya.
ADVERTISEMENT
Kelelawar Malam adalah duo vokalis-gitaris Sayiba Von Mencekam & Deta Beringas, Fahri Almaut (gitar), dan dua personel baru mereka, Uri Pembantai Dari Mongol (bass) dan Hafidh Buto (Drum). Kejelian dalam menangkap praktik klenik nusantara lalu dituang dalam lirik yang tak butuh rumit untuk membuatnya terdengar cemerlang, membuat karya-karya Kelelawar Malam menjadi relevan untuk disimak. Belum lagi racikan musik horror-punk yang dijejali jurus tiga chord sederhana Misfits, Bad Religion, dengan sesekali isian ala New Wave of British Heavy Metal, dan rentetan drum bertempo rapat, menjadikan Kelelawar Malam berada pada posisi niche yang sukar diklaim oleh band lain di republik ini.
Di luar perkara musik, Jalan Gelap juga hadir dengan artwork yang digarap serius. Nuansa horror lokal mampu diterjemahkan dengan baik ilustrasi gambar-gambar ikon horror nusantara macam Ratu Pantai Selatan, Suzannah, kuntilanak, ekspresi wanita berwajah ketakutan, aneka dupa berasap dan keris sesajen, hingga sosok pria berkopiah dengan wajah membusuk. Inilah parade horror khas Indonesia!
ADVERTISEMENT
Selayaknya album perdana mereka, Jalan Gelap, adalah jalan pintas hura-hura dengan tema horror lokal rasa nusantara sebagai garis merahnya. Tak perlu menjadi alumni sekte gereja setan Skandinavia sungguhan untuk mencerna musik Jalan Gelap dan menjadi bergidik bahagia karenanya. Akhir kata, kalaupun ada hal menyebalkan pada Jalan Gelap, itu adalah jeda waktu enam tahun yang harus kita habiskan untuk menunggu sebuah album yang jumlah lagunya cuma delapan saja.