Candi Cangkuang Sebagai Destinasi Wisata Sejarah

Rita Rianti
Mahasiswi Semester 4 Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
27 Maret 2023 6:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rita Rianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Candi Cangkuang terletak di sebuah bukit kecil di Pulau Panjang, dikelilingi oleh Danau "Situ" Cangkuang, akan tetapi karena pendangkalan sebagian danau, sisi lainnya menyatu dengan daratan sekitarnya. Di tengahnya terdapat sebuah pulau kecil tempat Candi Cangkuang dan Kampung Pulo berada. Untuk dapat mencapai ke Pulau Panjang, pengunjung harus menaiki getek atau rakit yang sudah disediakan dan membayar sebesar Rp5.000 untuk satu kali naik. Dalam Situ Cangkuang ini pengunjung dapat melihat berbagai macam bangunan seperti Kampung Pulo, Candi Cangkuang, Makam Mbah Dalem Arief Muhammad, dan Museum situs.
ADVERTISEMENT
Candi Cangkuang
Candi Cangkuang tampak depan dan Arca Siwa. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Candi Cangkuang merupakan peninggalan dari agama Hindu abad ke-8, Candi ini merupakan candi pertama yang ditemukan di Tatar Sunda, serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Adapun sejarah candi cangkuang ini diawali dari sebuah penemuan oleh seorang warga Belanda yang kala itu menetap di Garut bernama Vorderman, yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yaitu Notulen Bataviach Genoot Schap. Buku notulen ini ditulisnya pada tahun 1893. Didalam buku ini Vorderman menyebutkan bahwa di bukit Kampung Pulo di Desa Cangkuang telah ditemukan sebuah makam kuno, arca Siwa yang telah rusak dan lingga, tetapi tidak disebutkan ada sebuah candi. Sulitnya informasi atau petunjuk yang jelas tentang asal usul candi ini karena tidak ada prasasti dalam candi tersebut, oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa candi ini adalah candi Hindu pada abad ke-8, hal ini didasarkan pada bentuk dinding candi yang teratur. (tanpa relief) mirip dengan bangunan candi Gedog Songo di Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Selain itu ditambah dengan adanya Arca Siwa (Dewa Siwa yang ada dalam agama Hindu).. Ukuran arca ini tinggi 41 cm, ukuran wajah 8 cm dengan lebar pundak 18 cm dan lebar pinggang 9 cm. Dibawahnya terdapat padmasana dengan lebar 38 cm dan tinggi 14 cm. Ukuran lapiknya memiliki tinggi 6 cm dan 10 cm dengan lebar 37 cm dan 45 cm. Dari arca inilah kemudian disimpulkan bahwa candi yang berhasil ditemukan ini adalah candi Hindu yang beraliran Siwa. Candi ini dapat mengisi celah sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran, oleh karena itu para ahli menyimpulkan bahwa candi ini dibangun pada abad ke-8 juga berdasarkan tingkat pelapukan batunya. Karena kurangnya informasi yang ada, candi ini dinamakan Candi Cangkuang karena terletak di sebuah pulau kecil di tengah Situ Cangkuang.
ADVERTISEMENT
Kampung Pulo
Halaman Kampung Pulo, Masjid Kampung Pulo, dan Rumah Adat Kampung Pulo. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kampung Pulo merupakan kampung adat yang letaknya masih sama dalam satu komplek dengan Candi Cangkuang. Dahulu mayoritas penduduk Kampung Pulo adalah mereka yang memeluk agama Hindu, kemudian pada abad ke-17 ketika Arif Muhammad singgah di Kampung Pulo, beliau mulai menyebarkan agama Islam di Kampung Pulo bersama dengan beberapa kawannya yang lain. Ketika Arif Muhammad wafat, Dia meninggalkan 6 putri dan seorang putra. Oleh karena itu, Kampung Pulo memiliki 6 rumah adat yang berjejer dan saling berhadapan di bagian kiri dan kanan masing-masing terdapat 3 buah rumah, dan juga satu buah masjid yang berada di ujung. Ini adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi sejak zaman kuno. Bahwa keberadaan enam rumah dan juga satu masjid tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih, maka setiap rumah hanya boleh dihuni oleh satu kepala keluarga, tidak lebih dan tidak boleh kurang. Hal ini dikarenakan itu sudah menjadi simbol dari anak-anak Mbah Dalem Arif Muhammad, yaitu beliau pada masa itu memiliki tujuh anak.
ADVERTISEMENT
Makam Mbah Dalem Arief Muhammad
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Makam dari Mbah Dalem Arief Muhammad sendiri terletak bersebelahan persis disamping Candi Cangkuang. Hal ini sangat mencerminkan rasa toleransi dan juga tenggang rasa antara umat beragama. Menurut penuturan dari narasumber pun, masih sering sekali banyak orang yang beragama Hindu datang ke situs Candi Cangkuang untuk beribadah menyembah kepada Dewa Siwa. Namun, mereka juga tetap menghormati dan bahkan terkadang ikut mendoakan untuk Mbah Dalem Arif Muhammad.
Museum Situs
Beberapa koleksi Museum Situs. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dalam proses pemugaran Candi ini juga dibuatlah sebuah joglo yang kemudian difungsikan menjadi sebuah museum, museum ini terletak tidak jauh dari Candi Cangkuang dan tepat berada di depan Makam Embah Dalem Arief Muhammad, museum ini didirikan bertujuan untuk menyimpan beberapa peninggalan sejarah candi cangkuang seperti misalnya dalam museum ini masih terdapat beberapa batuan sisa reruntuhan candi, beberapa foto dokumentasi proses penelitian dan juga proses pemugaran. Selain mengenai sejarah candi cangkuang dalam museum ini terdapat beberapa naskah-naskah kuno hasil dari perkembangan Islam yang dilakukan oleh Embah Dalem Arief Muhammad pada saat itu, seperti Naskah Tauhid abad XVII, Naskah Nahwu Abad XVII, Naskah Doa-doa Abad XVII, dan beberapa naskah kuno lainnya. Naskah-naskah ini sudah terlihat sangat usang bahkan beberapa naskah ada yang rusak, robek ataupun seperti bekas terbakar, sehingga beberapa bagian naskah ada yang hilang.
ADVERTISEMENT
Candi Cangkuang beserta Museum Situs diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada saat itu yaitu Prof. Dr. Syarif Thayeb tepatnya pada tanggal 8 Desember 1976.
Manfaat Candi Cangkuang Dan Kampung Pulo Sebagai Penunjang Materi Pembelajaran Sejarah
Selain sebagai tempat wisata, candi cangkuang dan kampung pulo memiliki sejarah yang menarik untuk diketahui lebih dalam oleh masyarakat luas. Dengan mendatangi candi cangkuang dan kampung pulo para pengunjung dapat secara langsung melihat bagaimana sebuah bentuk bangunan dan mengerti bagaimana cara untuk melestarikan peninggalan sejarah yang ada. Candi Cangkuang merupakan satu-satunya Candi di Jawa Barat yang memiliki bentuk yang utuh, oleh karenanya maka candi cangkuang ini harus senantiasa dijaga dan dirawat oleh seluruh masyarakat yang ada, sejarah mengenai candi cangkuang nyatanya masih sangat minim diketahui oleh khalayak luas bahkan oleh masyarakat sekitarnya. Berbeda dengan Candi Cangkuang nyatanya sejarah tentang Kampung Pulo lebih dikenal oleh masyarakat luas, hal ini dikarenakan keturunan dari Mbah Dalem Arief Muhammad masih ada hingga saat ini sehingga masih banyak yang dapat diketahui dengan jelas mengenai sejarah dari Kampung Pulo ini.
ADVERTISEMENT
Candi Cangkuang dan Kampung Pulo dapat dimanfaatkan sebagai penunjang materi pembelajaran sejarah yang pada hakikatnya belum diajarkan di lingkungan sekolah. Dengan mendatangi objek sejarah secara langung maka akan meningkatkan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik selain itu maka akan menggubah anggapan mengenai pelajaran sejarah yang membosankan menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Setelah mendatangi objek wisata secara langsung maka akan membantu meningkatkan pola pikir yang kritis terhadap sejarah, karena pembelajarn sejarah menekankan pada pengkajian peristiwa-peristiwa di masa lampau dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Berfikir kritis memungkinkan peserta didik memproses informasi peristiwa masa lampau sebagai pengalaman yang bermakna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.