Satu Buku, Berjuta Cerita Baru

Rita Nurlita
Pranata Humas Diskominfo Kota Depok, Founder Keluarga Digital Indonesia & KISA/Kisa Muda, Iprahumas Indonesia
Konten dari Pengguna
12 April 2021 21:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rita Nurlita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.”
ADVERTISEMENT
― Seno Gumira Ajidarma
Bersama Buku Literasi Digital/ Foto: Istimewa
Sekitar awal 2013, di tahun keempat saya menjadi Humas Pemerintah, seorang Ibu berusia 40 tahunan menghampiri saya. Saat itu, saya baru selesai menjalankan tugas sebagai narasumber tentang “Internet dan Anak-Anak”. Sambil terisak, dia menceritakan masalah yang dihadapinya. Anaknya, seorang siswa Sekolah Dasar berusia 11 tahun, kecanduan games online.
Katanya, setiap malam anaknya pergi ke warung internet (warnet) untuk bermain games online. Supaya murah, dia bermain sepanjang malam saat happy hour. Akibatnya, saat sekolah jadi malas belajar dan mengantuk. Bila dilarang, dia marah dan mengamuk. Bahkan, pernah suatu hari anaknya itu mencuri uang karena sudah tak tahan ingin pergi ke warnet.
Setelah mendengarkan kisahnya dan berbagi saran, saya kembali menuju kantor. Sepanjang perjalanan, saya tak bisa fokus mengendarai sepeda motor. Ingatan saya terus berlarian pada berbagai kasus yang saya lihat dan dengar. Dalam pemberitaan di media massa misalnya, ada banyak kasus yang terjadi pada anak-anak akibat pengaruh buruk internet. Selain kecanduan, ada juga anak-anak yang menjadi korban penipuan, penculikan, pelaku atau korban pelecehan seksual, cyber-bullying, dan hal negatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Mengingat semua itu, hati saya terasa sesak. Sebagai seorang ibu, saya bisa merasakan kekhawatirannya. Di era digital ini, semua orang tua tentunya menginginkan putra-putrinya bisa melek digital dan mengikuti perkembangan zaman. Tapi, minimnya waktu dan pengetahuan yang dimiliki, sering kali membuat orang tua kesulitan berkomunikasi dan memberikan edukasi tentang manfaat dan bahaya internet kepada anak-anaknya, khususnya yang masih berusia dini.
Menulis untuk Berbicara
Memahami banyaknya kekhawatiran orang tua dan menyadari pentingnya memberikan pendidikan media (literasi) digital kepada anak-anak, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di bidang komunikasi dan informatika, saya merasa perlu berkontribusi untuk menjadi solusi dari permasalahan ini. Karena itu, saya memutuskan untuk menulis buku tentang literasi digital. Harapannya, dengan buku ini anak-anak Indonesia bisa tetap menggunakan internet secara positif dan produktif, namun juga waspada terhadap berbagai bahaya dan pengaruh buruk yang menyertainya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang Bulan Ramadhan 1434 H atau tahun 2013, adalah momentum saya untuk memfokuskan diri menulis buku tentang literasi digital. Saya memilih genre cerita faksi (fakta yang dikisahkan dalam sebuah karya fiksi) dengan bentuk buku novel petualangan. Karenanya, saya harus membuat buku yang menyenangkan, seru, tidak menggurui, dan menggunakan bahasa yang ringan supaya pesannya bisa dipahami dengan mudah oleh anak-anak.
Menulis buku novel petualangan tentang teknologi, tentunya bukan hal yang mudah bagi saya. Sebelumnya, saya terbiasa menulis buku-buku program internal pemerintah. Selama proses menulis, sering kali saya stuck dan tidak tahu bagaimana harus meneruskan kisah dalam buku ini. Sering juga saya merasa lelah dan ingin menyerah. Namun, bayangan wajah orang tua dan anak-anak yang mungkin akan terbantu dengan karya ini, membuat saya bangkit berkali-kali untuk meneruskan naskah.
ADVERTISEMENT
Dengan semua drama dan dinamikanya, akhirnya buku saya selesai. Rasanya lega luar biasa. Namun, perjuangan belum usai. Apalagi bagi saya yang belum memiliki karya dan “nama” di dunia penulisan. Saat itu, naskah saya mengendap hampir dua tahun lamanya sebelum akhirnya diterbitkan. Sebuah penantian yang teramat panjang, namun saya tetap bersabar karena ingin tetap menerbitkan buku ini di penerbit mayor supaya jangkauan pembacanya lebih luas dan bisa “berbicara” kepada lebih banyak khalayak dimanapun mereka berada.
Terjebak di Dunia Maya
Satu Buku Berjuta Cerita Baru/ Foto Cover: Mizan.
Di penghujung tahun 2015, buku novel petualangan yang saya beri judul “Terjebak di Dunia Maya” akhirnya terbit. Ibarat penyanyi yang masuk dapur rekaman dan mengeluarkan sebuah album, bagi seorang penulis, memiliki buku atas nama sendiri tentunya merupakan kebahagiaan yang luar biasa. Sesaat setelah menerima bukti terbit buku ini, saya langsung mengabarkannya kepada ‘dunia’. Saya mengunggah setiap kisah dan hari-hari yang saya lalui bersama buku ini di berbagai media sosial yang saya punya.
ADVERTISEMENT
Tanpa saya duga, buku ini ternyata viral. Banyak pembaca yang mengirimkan pesan melalui inbox ke akun Facebook pribadi saya, termasuk warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri. Katanya, mereka senang dan merasa sangat terbantu dengan adanya buku ini. Mereka jadi lebih mudah menyampaikan pengetahuan tentang manfaat dan bahaya internet kepada putra putrinya. Tak jarang saya pun menerima telepon dari anak-anak yang mengabarkan kalau mereka sangat suka dengan bukunya. Beberapa anak dari berbagai daerah ada juga yang mengirimkan gambar atau puisi untuk saya.
Penerbit pun mengabarkan bahwa penjualan buku ini luar biasa. Pesan tentang literasi digital dan internet sehat sedang banyak dibutuhkan orang tua seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan internet di masyarakat. Selanjutnya, semua kisah bergulir begitu saja dengan cepat. Kami melakukan launching buku di beberapa tempat di Indonesia. Sebuah komunitas pun terbentuk yang bernama Komunitas Internet Sahabat Anak (KISA). Bersama organisasi profesi yang saya ikuti yaitu Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas), buku ini akhirnya tiba di tangan Menteri Komunikasi dan Informatika, Bapak Rudiantara, saat kami melakukan audiensi ke kantornya.
ADVERTISEMENT
Cerita baru lainnya yang saya alami adalah saat banyak pewarta media menghubungi untuk mengangkat profil dan aktivitas literasi digital yang saya lakukan bersama teman-teman KISA. Berbagai undangan pun datang untuk meminta saya menjadi pembicara, bahkan satu panggung dengan tokoh dan selebritas yang dahulu namanya hanya bisa saya baca di media massa. Satu persatu tempat di Indonesia pun bisa saya datangi pada akhirnya.
Berbagai cerita baru ini tidak hanya saya alami di masyarakat, di lingkungan internal pekerjaan di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok, saya juga mendapat kepercayaan sebagai penanggung jawab kegiatan literasi digital se-Kota Depok. Beragam kegiatan kami buat seperti pelatihan membuat video dan animasi untuk pelajar, seminar, pendampingan kasus, dan kampanye rutin ke sekolah dan masyarakat dengan menggunakan Mobile Community Access Point (MCAP), sebuah mobil pintar yang dilengkapi dengan peralatan teknologi informasi.
ADVERTISEMENT
Berawal dari buku, mengantarkan saya terus berinovasi dalam kegiatan literasi digital. Dan tanpa saya rencanakan, berbagai prestasi datang menghampiri mulai dari terpilih menjadi nominasi buku non-fiksi terbaik anak-anak, Tokoh Metro Tempo dari Koran Tempo, Juara 1 ASN Berprestasi Kota Depok, Juara II ASN Inovatif Provinsi Jawa Barat, hingga mendapat hadiah ibadah umrah ke tanah suci. Dari semua perjalanan yang saya alami, pada akhirnya saya meyakini bahwa rencana Allah SWT selalu yang terbaik. Semua akan indah pada waktunya. Dan ketika kita berbagi dengan hati, semua bonus lainnya yang bersifat duniawi akan mengikuti.
Rita Nurlita - Pranata Humas Kota Depok/ Ketua Bidang Riset Kehumasan Iprahumas Indonesia.