Konten dari Pengguna

Merekahnya Paradigma: Menyingkap Stigma Gen Z yang Dianggap Teoritis, Tanpa Aksi

Riva Tahlilia Yazna
Mahasiswi kimia Universitas Sebelas Maret
21 November 2024 15:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riva Tahlilia Yazna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gen Z atau Generasi Z sering kali dicap sebagai generasi yang lebih banyak berbicara tentang teori daripada praktik. Stigma ini muncul dari pandangan bahwa mereka lebih suka berbagi ide dan konsep di media sosial tanpa menerapkannya dalam kehidupan nyata. Namun, untuk memahami fenomena ini, penting untuk menggali lebih dalam mengenai karakteristik dan konteks yang melatarbelakanginya.
ADVERTISEMENT
Mempunyai Kesehatan mental yang lemah, yang seringkali membuat masyarakat jengkel dan enggan untuk berurusan dengan Gen Z dapat mempengaruhi perkembangan etos kerja pada generasi ini. Co-Founder Karir Lab Stephanus Wicardo mengatakan, tidak kuatnya mental Gen Z di dunia kerja salah satunya disebabkan karena kurangnya "soft skill". "Apakah soft skill berkontribusi (pada mudah jatuhnya mental Gen Z)? Saya kira iya. Tapi kalau berapa persennya perlu riset lebih dalam lagi," kata Stephan di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Gen Z (Foto: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Gen Z (Foto: Freepik)
Hidup dengan iringan teknologi yang berkembang, menuntut generasi ini agar mampu menciptakan ruang dalam beradaptasi dan tidak menjadi suatu ketertinggalan. Itu tidaklah mudah; sudah begitu masih saja Stigma negatif tentang Gen Z yang diterima dari generasi sebelumnya membuat kondisi ini menjadi penekanan lebih, dari berbagai golongan. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka adalah generasi yang hanya mengandalkan teori belaka tanpa adanya kerja nyata, hanya pandai berbicara, tetapi aksinya nol.
ADVERTISEMENT
Pemahaman Terhadap Generasi Z
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam era digital yang memungkinkan akses informasi secara instan. Mereka terbiasa dengan teknologi dan sering kali menggunakan platform digital untuk mengekspresikan diri dan berbagi pandangan. Namun, hal ini juga berkontribusi pada kesan bahwa mereka lebih teoritis karena banyaknya informasi yang mereka konsumsi tanpa tindakan nyata. Yang dikhawatirkan generasi sebelumnya adalah Gen Z pada era ini menjadi penghuni terbanyak di Sebagian besar belahan dunia yang akan menjadi impact terbesar untuk generasi setelahnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 27,94 persen, saat ini negara kita dihuni oleh Gen Z. Tumbuh seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, generasi yang lahir pada era 1997-2012 itu pun mendapatkan julukan kurang mengenakan yaitu sebagai generasi unproductive.
ADVERTISEMENT
Teori vs Praktik: Apa yang sebenarnya terjadi?
“Gen Z itu malas-malas, maunya serba enak, tetapi tidak mau usaha.” Lagi-lagi, Gen Z terkena imbasnya. Stigma bahwa Gen Z hanya teoritis karena disebabkan adanya akses informasi yang banyak, sehingga Gen Z memiliki pengetahuan yang luas mengenai ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan. Namun pengetahuan ini seringkali tidak diimbangi dengan pengalaman praktis. Kerap kali, Gen Z menyuarakan aksi nyata mereka melalui platform media sosial, seperti Tik tok, Youtube, Instagram, dan lain-lain. Meskipun ini menciptakan peranan penting untuk membuka kesadaran Masyarakat, sering kali aksi nyata ini tidak terlihat. Begitu juga, adanya keterbatasan kesempatan kerja atau pengalaman praktis dibidang yang mereka minati, menyebabkan kesan bahwa mereka tidak beraksi padahal memiliki banyak ide.
ADVERTISEMENT
Mengapa Stigma Ini Perlu Dihapus?
Menyematkan stigma negatif pada gen z tidak hanya merugikan mereka, tetapi mengabaikan potensi mereka yang bisa berdampak pada sesuatu yang besar. Menghapus stigma Gen Z dikalangan masyarakat sangat diperlukan dan memberikan kesempatan untuk mereka menuangkan ide inovasi dan kreativitas yang mereka miliki agar banyak dari mereka yang terlibat dalam proyek sosial dan startup yang menunjukkan bahwa mereka mampu menerapkan teori ke dalam praktik. Generasi ini sangat peduli terhadap isu-isu sosial seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan kesetaraan gender. Banyak dari mereka terlibat dalam gerakan sosial dan kampanye yang bertujuan untuk membawa perubahan positif. Gen Z juga dikenal sebagai generasi yang adaptif terhadap perubahan. Mereka mampu belajar dengan cepat dan mengaplikasikan pengetahuan baru dalam situasi nyata. sayang sekali kalau kemampuan Gen Z tidak digunakan dalam masyarakat besar.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Merekahnya paradigma mengenai Generasi Z memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana mereka beroperasi di dunia modern. Alih-alih melihat mereka sebagai generasi teoritis tanpa aksi, penting untuk mengenali kontribusi mereka dan mendukung upaya mereka untuk menerapkan ide-ide ke dalam praktik nyata. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan produktif bagi semua generasi.
Riva Tahlilia Yazna, mahasiswi kimia, Universitas Sebelas Maret (UNS)